Jadi Kuasa Hukum DPP Partai Demokrat, Hamdan Zoelva Belum Komunikasi dengan SBY maupun Yusril
Hamdan Zoelva mengatakan jangan menyalahkan suatu anggaran dasar/anggaran rumah tangga (AD/ART) partai jika partai tersebut menjadi oligarki.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Theresia Felisiani
Sepanjang UU parpol memberikan peluang kepada seseorang untuk terus menjadi ketum partai itu sah saja?
Sah-sah saja, mereka yang biayai partai kok, jadi anggota yang biayai sendiri kemudian pengurus partai juga yang membiayai lebih besar, masa diatur-atur lebih jauh, nah itu filosofi partai politik kita. Karena itu kalau filosofi itu diubah mungkin bisa berubah ini, tapi kalau sepanjang seperti itu, tidak bisa langsung menembak anggaran dasar orang.
Berarti bisa dikatakan saat ada satu partai bersifat oligarkis, bukan kesalahan partai melainkan kesalahan UU?
Betul sekali. Itulah yang harus diperbaiki, karena kalau saya baca semua anggaran dasar parpol yang ada di Indonesia sekarang ini itu beda-beda. Kalau orang lain baca 'oh partai ini sangat tidak demokratis, masa untuk melaksanakan kongres harus persetujuan ketua umum, masa untuk melaksanakan musyawarah daerah harus persetujuan ketua umum, masa untuk ketua di tingkat cabang harus persetujuan ketua umum, ada partai yang begitu, demokratis nggak?
Perseteruan kubu AHY dan Moeldoko sedikit berbeda. Banyak dari kubu AHY yang menanggapi dan berkomentar tapi dianggap keluar dari persoalan hukum, sementara dari kubu Moeldoko hanya melalui Yusril.
Tidak ada, ya memang mereka bebas saja. Anggota merasa berkepentingan, kan partainya diganggu mereka ngamuk, artinya bisa-bisa itu terjadi di partai mana saja.
Baca juga: Hamdan Zoelva: Sampai Sekarang Jujur Saya Belum Berkomunikasi dengan Yusril
Sepanjang Anda dan Yusril saling berhadapan, apakah saling berkomunikasi sebagai kolega?
Sampai sekarang jujur saya belum berkomunikasi, tapi kalau sebelumnya masing-masing konsultasi itu biasa. Ini nanya begini, kalau sebelumnya itu hal biasa saja. Saya diminta jadi ahli di banyak perkaranya pak Yusril juga biasa saja, atau saya minta pandangan-pandangan pak yusril terhadap suatu kasus itu biasa saja.
Tapi sekarang ini saya pending dulu urusan itu. Tapi bukan pending sebagai teman, tapi karena kita ingin menjalankan profesi ini dengan profesional.
Kapan terakhir kali Anda berkomunikasi dengan Yusril? Dan sebelum kasus ini, apakah sudah pernah berhadapan dengan Yusril atau ini pertama kali?
Kalau di MK sering sekali, cuma di MK itu saya memang hindari untuk ditunjuk sebagai kuasa maupun ahli di MK. Tapi teman-teman dari kantor saya itu banyak sekali perkara berhadapan dengan kantornya pak Yusril dan pada sisi lain dalam banyak perkara juga saya memberikan pandangan-pandangan terhadap kasus yang ditangani pak Yusril, walaupun saya tidak atau bukan dalam hal saling berhadapan.
Saya juga kerap diminta oleh pak Yusril memberikan keterangan ahli, misalnya di luar MK, itu sering kali. Jadi hubungan profesional selama ini tetap terjalin dan terakhir itu saya kira urusan pilkada kami kontak-kontakan, urusan pilkada itu banyak. (Tribunnetwork/Vincentius Jyestha)