Menag Sebut Kementerian Agama Hadiah Negara untuk NU, Ketum Muhammadiyah: Indonesia Milik Semua
Ketua Umum Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan keberadaan dan masa depan Indonesia itu menyatu dengan keseluruhan rakyat.
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Wahyu Aji
Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan keberadaan dan masa depan Indonesia itu menyatu dengan keseluruhan rakyat.
Rakyat Indonesia, menurutnya, termanifestasi dalam beragam agama, ras, suku bangsa, daerah, dan golongan dalam satu kesatuan yang tidak bisa dipisah-pisah.
"Kesatuan tanpa diksriminasi. Kebersamaan tanpa dominasi. Keutuhan tanpa serpihan. Harmoni tanpa arogansi seolah Republik ini hanya didirikan oleh, dari, dan untuk dirinya. Itulah kesejatian Bhinneka Tunggal Ika yang autentik," ujar Haedar yang dikutip dari situs resmi Muhammadiyah, Minggu (24/10/2021).
Haedar menegaskan bahwa berdasarkan konstitusi, Indonesia adalah milik semuanya.
Kemerdekaan Indonesia, kata Haedar, juga diwujudkan oleh seluruh rakyat Indonesia.
"Indonesia milik semua itu sudah disegel oleh konstitusi. Kemerdekaan Indonesia untuk mewujudkan kehidupan yang bersatu di samping berdaulat, adil, dan makmur yang menjadi cita-cita nasional," tutur Haedar.
Menurutnya, pemerintahan Negara Indonesia, antara lain, untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum.
Dirinya mengutip sila ketiga Pancasila ialah Persatuan Indonesia.
Lalu sila keempat tentang kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
Serta sila kelima ialah mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
"Kurang apa lagi? Semua menunjukkan substansi yang hakiki bahwa Negara Republik Indonesia itu merdeka untuk semua rakyat Indonesia tanpa kecuali, tanpa diskriminasi, dan tanpa arogansi oleh sekelompok kecil maupun besar apa pun yang merusak keutuhan, persatuan, dan kebersamaan," kata Haedar.
Baca juga: Tanggapi Ucapan Yaqut Soal Kemenag Hadiah untuk NU, Sekjen PBNU: Kurang Bijaksana
Menurutnya, Bhinneka Tunggal Ika, bahkan telah menyatu menjadi darah daging keindonesiaan di Republik ini, jika benar-benar dipahami dan dihayati untuk dipraktikkan dengan bukti.
"Karenanya, ketika ada warga dan elite bangsa atau golongan apa pun yang mengklaim Indonesia seolah miliknya dan diperuntukkan bagi diri dan kelompoknya, sejatinya bertentangan dan keluar dari fondasi yang menjadi jiwa, pikiran, koridor, cita-cita, dan tujuan Indonesia merdeka. Tidak sejalan dengan eksistensi Negara Indonesia berdiri sebagai bangsa dan negara," kata Haedar.
"Sama halnya bila muncul asumsi bahwa Negara Indonesia yang tidak dikelola olehnya, maka salah semua. Pandangan, sikap, dan orientasi tindakan yang ironi seperti itu merupakan bentuk disorientasi berbangsa dan bernegara," tambah Haedar.
Komentar Sekjen PBNU
Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Helmy Faishal Zaini menanggapi pernyataan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas soal Kemenag adalah hadiah negara untuk NU.
Menurut Helmy, pernyataan Yaqut tersebut tidak pas dan kurang bijaksana dalam konteks kenegarawanan.
Hal tersebut disampaikan Helmy melalui akun Instagram resminya @ahmadhelmyfaishalzaini pada Minggu (24/10/2021).
"Dengan segala hormat dan kerendahan hati, tentang pernyataan Pak Menteri Agama tentu itu hak beliau, meski saya pribadi dapat menyatakan bahwa komentar tersebut tidak pas dan kurang bijaksana dalam perspektif membangun spirit kenegarawanan," ucap Helmy.
Selain itu, Helmy mengatakan bahwa pada dasarnya semua elemen sejarah bangsa ini punya peran strategis dalam pendirian NKRI, melahirkan Pancasila, UUD 1945 dalam keanekaragaman suku, ras, agama dan golongan.
Menurutnya, Kemenag adalah hadiah negara untuk semua agama, bukan hanya untuk NU atau hanya untuk umat Islam.
"Bahwa NU punya peran besar dalam menghapus 7 kata dalam Piagam Jakarta, tak lagi disangsikan. Namun tidak berarti NU boleh semena-mena berkuasa atas Kementerian Agama ataupun merasa ada hak khusus," ucap Helmy.
Bahkan, menurut Helmy, peran NU jauh sebelum kemerdekaan telah meletakkan pesantren sebagai pilar pembentuk karakter mental bangsa yang bertumpu kepada akhlaqul karimah.
"Bahwa NU adalah stakeholder terbesar dari kemenag tentu dapat dilihat karena kemeng lah organ dari pemerintahan ini yang mengatur tentang zakat, haji, madrasah, pesantren dan pendidikan keagamaan," ungkap Helmy.
Baca juga: Menag Yaqut Sebut Kementerian Agama Hadiah untuk Nahdlatul Ulama
Meski demikian, Helmy mengatakan NU tidak memiliki motivasi untuk menguasai ataupun memiliki semacam "privelege" dalam pengelolaan kekusaan dan pemerintahan, karena NU adalah jamiyyah diniyah ijtimaiyyah (organisasi keagamaan dan kemasyarakatan).
"Karena prinsip bagi NU adalah siapa saja boleh memimpin & berkuasa dengan landasan, "Tashorroful imam 'alarroiyyah manutun bil maslahah", kepemimpinan harus melahirkan kesejahteraan dan kemaslahatan," pungkas Helmy.
Seperti diketahui, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menyebut Kementerian Agama (Kemenag) merupakan hadiah khusus untuk Nahdlatul Ulama (NU).
Kemenag, menurut Yaqut, bukan diperuntukan kepada umat Islam secara umum.
Hal tersebut diungkapkan oleh Yaqut pada di webinar "Santri Membangun Negeri dalam Sudut Pandang Politik, Ekonomi, Budaya, dan Revolusi Teknologi" yang ditayangkan di kanal YouTube TVNU, Rabu (20/10/2021).
Yaqut awalnya menceritakan perbincangan dirinya dengan sejumlah stafnya terkait tagline Kemenag yang berbunyi "Ikhlas Beramal".
Dirinya menilai tagline tersebut kurang cocok.
Salah satu stafnya, kata Yaqut, berpendapat bahwa Kemenag merupakan hadiah dari negara untuk Umat Islam di Indonesia.
"Karena waktu itu kan perdebatannya bergeser ke kementerian ini adalah kementerian semua agama, melindungi semua umat beragama. Ada yang tidak setuju, kementerian ini harus kementerian Agama Islam, karena kementerian agama adalah hadiah negara untuk umat Islam," kata Yaqut.
Kemudian Yaqut menanggapi bahwa Kemenag merupakan hadiah negara untuk NU.
"Saya bilang bukan. Kementerian Agama adalah hadiah negara untuk NU, bukan untuk umat Islam secara umum, spesifik NU. Jadi wajar kalau sekarang NU memanfaatkan banyak peluang di Kemenag untuk NU," tambah Yaqut.