Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas Beberkan Alasan Pentingnya Rekontekstualisasi Fikih

Yaqut Cholil Qoumas mengatakan rekontekstualisasi sejumlah konsep fiqih atau ortodoksi Islam penting dilakukan dalam rangka merespons tantangan zaman.

Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas Beberkan Alasan Pentingnya Rekontekstualisasi Fikih
Tribunnews.com/ Dennis Destryawan
Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas. 

Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengatakan rekontekstualisasi sejumlah konsep fiqih atau ortodoksi Islam penting dilakukan dalam rangka merespons tantangan zaman.

Hal tersebut diungkapkan Yaqut dalam pembukaan Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) ke-20 di Surakarta, Jawa Tengah, Senin (25/10/2021).

“Penting bagi kita saat ini untuk membuka ruang bagi pemikiran dan inisiatif yang diperlukan untuk membangun peran konstruktif bagi Islam dalam kerja sama menyempurnakan tata dunia baru ini," ujar Yaqut.

Menurut Yaqut, ada empat alasan atau asumsi dasar pentingnya rekontekstualisasi ortodoksi Islam.

Pertama, bahwa pengamalan Islam adalah operasionalisasi dari nilai-nilai substansialnya atau pesan-pesan utamanya, yaitu tauhid, kejujuran, keadilan, dan rahmah.

Baca juga: Klarifikasi Menteri Agama Yaqut Soal Pernyataan Kemenag Adalah Hadiah untuk NU

Kedua, bahwa model operasionalisasi tersebut harus dikontekstualisasikan dengan realitas aktual agar praktek-praktek yang diklaim sebagai pengamalan Islam tidak justru membawa akibat yang bertentangan dengan pesan-pesan utama Islam itu sendiri.

Berita Rekomendasi

"Dalam hal ini, para pemikir Islam sepanjang sejarah telah membuka ruang dan menyediakan perangkat-perangkat intelektual untuk keperluan itu dengan khazanah ilmu-ilmu tafsir, hadits, ushul fiqh, dan sebagainya," kata Yaqut.

Norma-norma agama, kata Yaqut ada yang bersifat universal dan tidak berubah (kesempurnaan moral dan spiritual), serta ada yang bersifat fleksibel jika dihadapkan pada masalah spesifik yang muncul dalam situasi, waktu, dan tempat yang selalu berubah.

Baca juga: Sekjen PBNU Nilai Pernyataan Menag Yaqut Soal Kemenag Hadiah untuk NU Kurang Bijaksana

Seiring perubahan realitas, fleksibilitas norma agama yang bertentangan dengan norma agama universal juga harus berubah untuk mencerminkan keadaan kehidupan yang terus berubah di bumi.

Hal ini sebenarnya dimulai pada awal abad Islam, pada saat berbagai aliran hukum Islam (madzhab) muncul dan berkembang.

Selama lima abad terakhir, praktik ijtihad (penalaran hukum independen, yang digunakan untuk menciptakan norma-norma agama baru) pada umumnya telah berakhir di seluruh dunia Muslim Sunni.

Ketika muslim kontemporer mencari bimbingan agama, maka sumber referensinya adalah (yurisprudensi) produk Abad Pertengahan.

Baca juga: Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas: Saya Jamin Tidak ada Radikalisme di Pesantren, Catat itu!

“Di tengah perubahan yang demikian pesat, dunia membutuhkan sebuah ortodoksi atau Fikih Islam alternatif, yang akan dirangkul dan diikuti oleh sebagian besar umat Islam di dunia,” jelas Yaqut.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas