Jaksa Agung : Lebih Baik Kehilangan Anak Buah yang Buruk untuk Menyelamatkan Institusi
Menghukum anak buah yang menyalahgunakan jabatan merupakan keputusan yang berat bagi seorang pemimpin, tapi harus dijalankan.
Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Agung RI ST Burhanuddin mengakui bahwa menghukum anak buah yang menyalahgunakan jabatan merupakan keputusan yang berat bagi seorang pemimpin.
Namun, menurut Burhanuddin, hukuman harus tetap dijalankan untuk tetap menjaga marwah Kejaksaan RI di mata masyarakat.
"Perlu saudara ketahui, keputusan terberat yang diambil oleh seorang pimpinan adalah ketika harus menghukum anak buahnya. Namun bagi saya, lebih baik kehilangan anak buah yang buruk untuk menyelamatkan institusi,” ujar Burhanuddin dalam keterangannya, Senin (1/11/2021).
Baca juga: Kejagung Tetapkan Eks Dirut Perum Perindo Sebagai Tersangka Kasus Dugaan Korupsi
Baca juga: Bakal Dibubarkan Kapolda, Iptu Winam Kenang 7 Tahun Jadi Kepala Tim Jaguar, Buru Kejahatan di Depok
Ia menyampaikan bahwa memang masih banyak oknum Jaksa yang diduga terlibat dalam penyalahgunaan wewenang dalam proses penegakan hukum.
"Dalam upaya memulihkan marwah Kejaksaan, sangat disayangkan masih ditemukannya oknum aparat penegak hukum yang menyalahgunakan jabatan dan kewenangannya," jelas Burhanuddin.
Karena itu, Ia selalu mengingatkan pentingnya integritas pada setiap insan korps Adhyaksa.
Sebaliknya, ia meminta Jaksa untuk menjaga integritas di masyarakat.
"Saya tidak butuh jaksa pintar tapi tidak berintegritas, melainkan saya butuh jaksa pintar yang berintegritas. Untuk itu, bagi siapa saja yang tidak mau berubah, silahkan mengundurkan diri sebelum saya undurkan," ungkap dia.
Baca juga: Jaksa Agung: Jangan Segan Menghukum Pegawai yang Tidak Bisa Dibina
Burhanuddin kemudian menjelaskan kiprah Kejaksaan dalam menangani perkara-perkara besar yang diklaim berhasil meningkatkan kepercayaan publik.
Namun di sisi lain, kata dia, terdapat pihak yang diklaim tidak senang atau terganggu akan torehan prestasi tersebut.
Fenomena ini dikenal dengan istilah Corruptors Fight Back.
"Oleh karena itu kita harus selalu waspada dalam melaksanakan tugas dan berperilaku sesuai norma yang ada, begitupun dalam aktivitas di sosial media. Hindari unggahan yang bertentangan dengan kebijakan institusi dan pemerintah," ungkap dia.
"Kita tidak akan pernah tahu akan ditempatkan dimana dan akan menangani kasus apa, terkait hal tersebut apabila kita menangani kasus yang sensitif, maka pihak yang berseberangan dengan kita akan dengan mudah mencari segala macam informasi dari diri kita bahkan keluarga kita," sambung dia.
Baca juga: Jaksa Agung: 314 Perkara Diselesaikan Dengan Restorative Justice
Ia menerangkan media sosial merupakan instrumen yang paling mudah untuk mencari informasi diri maupun kehidupan pribadi orang lain.
Karena itu, hal ini rentan dimanfaatkan oleh orang tidak bertanggung jawab.
"Rentan dimanfaatkan pihak yang berseberangan dengan kita untuk mem-framing atau membuat opini miring tentang diri pribadi, maupun institusi kita. Oleh karena itu bijaksanalah dalam bermedia sosial. Sadarilah bahwa kita adalah abdi negara, abdi masyarakat. Maka sudah sepatutnya memberikan contoh sikap, adab, etika dan sopan santun kepada masyarakat, serta turut mensosialisasikan kebijakan pemerintah maupun institusi," tukasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.