Sidang Lanjutan Gugatan Demokrat, Kemenkumham Hadirkan Kepala Seksi Pendaftaran Parpol Jadi Saksi
Partai Demokrat pimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) kembali menjalani sidang lanjutan gugatan perkara nomor 154/G/2021/PTUN-JKT di Pengadilan Tata
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Demokrat pimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) kembali menjalani sidang lanjutan gugatan perkara nomor 154/G/2021/PTUN-JKT di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) DKI Jakarta.
Adapun dalam perkara ini turut terlibat pihak Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat Deli Serdang yakni tiga mantan kader partai sebagai penggugat dan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) selaku tergugat serta DPP Partai Demokrat sebagai tergugat II intervensi.
Sidang hari ini sendiri beragendakan mendengar keterangan saksi bernama Rahmiana dari pihak tergugat yakni Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).
"Hari ini Kementerian akan menghadirkan saksi fakta yang memproses permohonan pengesahan kedua surat keputusan menteri itu," kata Kuasa Hukum Partai Demokrat Heru Widodo saat ditemui awak media sebelum persidangan, Kamis (4/11/2021).
Heru menyebut, kesaksian dari Rahmiana akan dijadikan bukti terkait prosedur pengesahan serta perubahan anggaran dasar/anggaran rumah tangga (AD/ART).
Sebab kata Heru, Rahmiana sendiri menjabat sebagai Kepala Seksi Pendaftaran Partai Politik di Kementerian Hukum dan HAM.
"Jadi akan dibuktikan apakah prosedur permohonan yang diajukan AHY dulu untuk perubahan kepengurusan, perubahan anggaran dasar sesuai apa nggak dengan peraturan menteri hukum dan HAM prosedurnya apakah sesuai dengan substansinya sehingga keputusan itu memang beralasan hukum," kata Heru.
Baca juga: Partai Demokrat Sebut Cara PKN Lebih Terhormat Dibanding Kubu Moeldoko, Begini Respons PKN
"Jadi nanti kita berharap teka-teki itu akan terjawab dengan hadirnya saksi kepala seksi yang memproses permohonan pendaftaran yang diajukan oleh mas AHY tahun 2020," tukasnya.
Sedangkan rencananya pada agenda persidangan ini akan turut dihadiri ahli dari pihak tergugat Kemenkumham, namun kata Heru, yang bersangkutan urung untuk hadir karena keterbatasan waktu.
Sehingga persidangan dengan beragendakan mendengar keterangan ahli itu akan dijadwalkan kembali pada pekan depan.
Gugatan Hanya Akal-Akalan Mantan Kader
Anggota Kuasa hukum Partai Demokrat Bambang Widjojanto menyatakan gugatan yang dilayangkan tiga mantan kader Partai Demokrat terhadap Surat Keputusan (SK) Menkumham terkait hasil kongres Partai ke lima tahun 2020 hanya sebuah akal-akalan saja.
Diketahui gugatan itu dilayangkan oleh mantan kader ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dengan nomor perkara 154/G/2021/PTUN-JKT.
Dirinya mengatakan, mekanisme keputusan atau aturan yang dipakai Kemenkumham untuk mengesahkan hasil kongres tersebut dinilai sudah jelas. Kata dia, dengan mengajukan gugatan ini maka berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum
"Jadi kalau aturan aturan itu kemudian dichalange melalui persidangan seperti ini, padahal aturan itu aturan yang clear, maka akan menimbulkan ketidakpastian hukum.," kata Bambang saat ditemui awak media di PTUN, Kamis (21/10/2021).
Pria yang karib disapa BW itu menyayangkan langkah mantan kader yang membawa hal ini ke pengadilan.
Sebab kata dia, jika para kader ingin mempersoalkan hasil kongres, seharusnya bisa disampaikan ke mahkamah partai.
"Kalau kau mau mempersoalkan itu waktu nya harus ada. caranya mekanismenya juga harus melakukan keberatan harus mengajukan banding, itu semua aturan," kata dia.
Akan tetapi upaya itu tidak ditempuh oleh para mantan kader yang malah membawanya ke pengadilan.
Padahal kata dia, persoalan yang dibawa ke pengadilan merupakan suatu hal yang bukan main-main.
"Nah, persoalannya itu tidak ditempuh. Jadi, saya menggunakan istilah akal-akalan, nggak bisa pengadilan dipakai untuk akal-akalan bermain main dan ini bisa berbahaya sekali," ucapnya.
Dalam kesempatan yang sama, anggota kuasa hukum Partai Demokrat lainnya Heru Widodo, juga menyoroti terkait gugatan pengesahan kongres kelima Partai yang didalamnya juga diatur tentang AD/ART Partai.
Seharusnya kata dia, AD/ART itu dipahami sebagai konsensus produk aturan internal Partai.
Di mana jika ada keberatan dalam pengesahannya harusnya diselesaikan di internal Partai melalui Mahkamah Partai Demokrat.
"Kalau penggugat itu hadir dalam kongres 2020, ternyata di situ tidak ada keberatan, tentunya menjadi pertanyaan. Kenapa baru mempersoalkan sekarang? Itu kan konsensus," ucapnya.
Terlebih kata dia, Mahkamah Partai selalu memberi ruang untuk berdiskusi dan mengevaluasi segala macam aturan atau produk internal partai.
Sehingga seharusnya seluruh kader Demokrat dapat memanfaatkan ruang diskusi tersebut jika ada yang merasa keberatan bukan membuat gugatan ke Peradilan Tata Usaha Negara.
"Kalau pun ada keberatan, ada untuk menyehatkan demokrasi di internal partai, UU Parpol sudah memberikan ruang, yang merupakan kompetisi absolut selesaikan di Mahkamah Partai," kata dia.
"Kalau seandainya enggak puas dengan hasil keputusan Mahkamah Partai, melalui peradilan umum, bukan pengadilan tata usaha negara. Jadi itu dua titik krusial yang nanti akan kita coba tanyakan kepada ahli yang diajukan oleh penggugat," tukasnya.
Sebelumnya, tiga orang mantan kader Partai Demokrat di bawah kepemimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menggugat partai berlambang bintang mercy itu ke Pengadilan Tata Usaha Negara, Jakarta.
Gugatan dengan nomor perkara 154/G/2021/PTUN-JKT dilayangkan lantaran ketiga kader tersebut menilai terpilihnya AHY sebagai ketua umum pada kongres ke-5 Partai Demokrat tidak sesuai dengan undang-undang partai politik (Parpol).