Raffles Panjaitan: Sistem Pencegahan dan Sinergi Para Pihak, Indonesia Mampu Turunkan Karhutla
Sebelumnya, penanganan kebakaran hutan sebelum 2015 lebih fokus pada penanggulangan/pemadaman.
Penulis: Johnson Simanjuntak
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perubahan kebijakan dalam penanganan masalah kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) pada tahun 2016 dari semula dengan pendekatan pemadaman menjadi pencegahan, telah berhasil menurunkan jumlah karhutla dan hotspot yang sangat siginifikan.
Jumlah hotspot tahun 2021 jika dibandingkan pada 2015 terjadi penurunan 98,47 persen atau turun sebanyak 87.845 titik hotspot.
Sedangkan penurunan karhutla juga sangat drastis, dari 2,6 juta ha pada 2015, menjadi 229 ribu ha ada Oktober 2021.
Sebelumnya, penanganan kebakaran hutan sebelum 2015 lebih fokus pada penanggulangan/pemadaman.
Begitu juga penegakan hukum masih belum intensif dan data peringatan dan deteksi dini belum terkoordinir dan terintegrasi, termasuk data luas karhutla.
Baca juga: Pemerhati Lingkungan Kritik COP26 Konferensi Iklimnya Negara Kaya
Posko siaga Satgas Daerah belum terlalu diintensifkan.
Selanjutnya, pengerahan dana DSP oleh BNPB hanya bisa pada saat tanggap darurat tidak bisa untuk siaga darurat.
Juga patroli udara dan pemadaman udara belum terlalu intensif.
Pada periode ini belum dilaksanakan pencegahan dengan operasi TMC dan sinergi penanganan karhutla belum berjalan baik. Saat itu belum dibentuk Masyarakat Peduli Api Berkesadaran Hukum (MPA – Paralegal).
“Sejak 2016, setelah karhutla yang besar di tahun 2015, kita melakukan pendekatan pencegahan dengan serangkaian perubahan dalam perencanaan, sumber daya manusia, penganggaran dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, pelibatan para pihak atau stake holder, dan pelibatan masyarakat d tingkat tapak atau desa,” ungkap Tenaga Ahli Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Bidang Manajemen Landscape Fire , Dr Raffles, B. Panjaitan dalam keterangan tertulis dari arena COP 26, Glasgow, Inggris, Minggu (7/11/2021).
Raffles mengatakan, sebelum 2016 tidak pernah dilakukan pencegahan di tingkat tapak atau desa.
Dengan strategi pencegahan mulai di tingkat tapak /desa dan kita memiliki database potensi karhutla di 13 provinsi rawan karhutla (bekerja sama dengan Kementerian Desa maka penanganan karhutla jadi lebih efektif.
Mantan Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan 2013-2019 ini lebih lanjut mengatakan, menajemen pengendalian karhutla selama periode 2016-2021 dilakukan di tingkat tapak dengan Patroli Terpadu, patroli Rutin, Patroli Mandiri, dengan para Babinkamtibmas (Polri), BABINSA (TNI) menggandeng organisasi keagamaan dalam kampanye pencegahan karhutla, koordinasi dan komunikasi intensif antar stake holde, dan pelaksanaan operasi TMC.
“Untuk Penanggulangan saat terjadi karhutla, dilakukan monitoring dan deteksi dini groundcheck hotspot, pemadaman darat, pemadaman udara. Sedangkan penanganan pasca karhutla dilakukan dengan penghitungan luas areal terbakar dan emisi karhutla, kemudian penegakan hukum oleh KLHK dan Polri, ” ujar Raffles.
Lebih lanjut Raffles menjelaskan langkah besar yang dilakukan sejak 2016 juga meluncurkan aplikasi kebakaran dini hutan bernama SiPongi.
Aplikasi tersebut bisa dilihat dalam laman web http://sipongi.menlhk.go.id/ guna meminimalisasi bencana tersebut, pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
SiPongi bertujuan untuk mengantisipasi dan melakukan upaya pencegahan karhutla dengan lebih cepat sehingga bencana tersebut dapat dikurangi.
Ini membantu pemerintah mengurangi titik api yang berpotensi menyumbang karbon.
Sebelumnya laporan karhutla hanya via email.
Pada kesempatan acara tanggal 4 November lalu, Kepolisian Republik Indonesia juga menyampaikan kedunia bahwa sistem monitoring hotspots dengan program "ASAP" yang di Wakapolri melalui Keynote Speech pada pembukaan acara dan materi yang disampaikan oleh Kapolda Jambi mendukung semua upaya pengendalian kebakaran hutan dan lahan di Indonesia.
Diungkapkan Raffles, sejak 2016, Menteri LHK mengeluarkan Surat Keputusan MENLHK No. 32 tahun 2016 (SE) yang berisi setiap perusahana harus mempunyai divisi atau brigade khusus yang bertugas melakukan pencegahan dan pengendalian karhutla dan kita membantu melatih mereka.
“Kementerian lain juga bergerak. Setiap tahun Presiden memberikan arahan pada gubernur, kapolda, pangdam, danrem, Kapolres di setiap provinsi rawan karhutla (13 Propinsi) tentang bagaimana melakukan pengendalian karhutla. Dengan demikian penanganan karhutla dilakukan terpadu.
Sebagai tenaga ahli Menteri LHK Bidang Manajamen Lancape Fire dan telah bekerja di Kementerian LHK selama 35 tahun, Raffles Panjaitan menjelaskan, dalam 2 tahun terakhir ini ada kebijakan Menteri LHK yang ikut membuat karhutla menurun drastis yakni pertama, analisis iklim dan langkah-langkah yang kegiatannya melakukan monitoring cuaca dan analisis wilayah potensi karhutla dan modifikasi cuaca.
Kedua, pengendalian terpadu, seperti pemerintah Daerah (Gubernur/bupati melakukan deteksi dini karhutla di daerah dan segera melakukan pemadaman.
Ketiga, pengelolaan landscape, sebab Indonesia banyak sumber mineral dan gambut. Di gambut inilah dilakukan perubahan regulasi agar penanganan masalah gambut lebih efektif.
Semua keberhasilan pecegahan dan pengendalian karhutla ini, juta telah dipaparkan Raffles di forum COP 26 di Glasgow, Inggris. Semua ini untuk menunjukkan pada dunia bahwa Indonesia sangat serius dalam upaya pengendalian perubahan iklim.
Penghargaan pada Prof Johann Goldammer
Dalam keterangan tertulis ini, Raffles Panjaitan juga menyinggung peran dan jasa besar dari Prof Johann Goldammer, Direktur Global Fire Monitoring Center (GFMC) dalam ikut membantu Indonesia mengendalikan karhutla. Banyak hasil riset dan saran dari Goldammer yang menginspirasi Indonesia untuk menangani masalah karhutla lebih baik.
Goldammer mendapat Penghargaan Bintang Jasa Utama dari Presiden Joko Widodo yang diserahkan Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Alue Dohong dalam rangkaian acara di Paviliun Indonesia pada COP 26 Climate Change Conference tanggal 4 November 2021, dan dihadiri Dubes RI untuk Jerman, Arif Havas Oegroseno.
Menurut Raffles yang ikut hadir dalam acara penyerahan penghargaan pada Goldammer ini , peran dan jasa Goldammer sangat besar mengingat sejak tahun 1977, dia melakukan monitoring kebakaran hutan atau sekarang karhutla di Indonesia, khususnya di wilayah-wilayah potensial terjadi kebakaran hutan.
“Melalui Goldammer dan lembaga yang dipimpinnya, kita terus menjalin sinergi dan bekerjasama dengan PTN di Tanah Air/IPB University dengan pemerintah Jerman, dan pihak lain yang satu visi dalam pengendalian karhutla. Kita mengadopsi sistem pencegahan yang disarankan Goldammer yakni fokus di tingkat tapak atau dasar. Ini yang membuat kita sekarang lebih maju dalam pengendalian karhutla,” papar Raffles.