Gelar Kongres Nasional XVIII di Semarang, Pemuda Katolik Songsong Tahun Politik 2024
Karena situasi pandemi Covid-19 yang melanda dunia, Pengurus Pusat Pemuda Katolik menggelar Kongres dengan konsep hybrid (perpaduan daring dan luring)
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemuda Katolik akan menggelar Kongres Nasional XVIII di Semarang, Jawa Tengah, pada 12-14 November mendatang.
Presiden RI Joko Widodo diagendakan membuka Kongres ini, serta dihadiri Ketua MPR RI, para Menteri, Gubernur Jawa Tengah, dan Walikota Semarang.
Selain itu, misa pembukaan akan dipimpin oleh Uskup Agung Semarang, Mgr Robertus Rubiyatmoko.
Kongres ini akan diikuti oleh 31 Komda dan lebih dari 200 Komcab.
Namun, karena situasi pandemi Covid-19 yang melanda dunia, Pengurus Pusat Pemuda Katolik menggelar Kongres dengan konsep hybrid (perpaduan daring dan luring).
"Pengurus Komisariat Daerah (Komda-tingkat provinsi) akan mengikuti kongres secara luring. Sementara, Pengurus Komisariat Cabang akan mengikuti secara daring," ujar Ketua Steering Comittee Kongres Maskendari, dalam keterangannya, Senin (8/11/2021).
Baca juga: Eriko Sotarduga: Pemuda Hendaknya Punya Kesadaran Politik Dan Harus Punya Cita-cita
Maskendari menggarisbawahi, kongres Nasional XVIII ini setidaknya memiliki beberapa arti penting. Antara lain sebagai ajang redefining moment, di mana melalui kongres ini Pemuda Katolik ingin mengevaluasi serentak mendefenisikan ulang eksistensinya bagi gereja, bangsa dan tanah air.
Pemuda Katolik menyadari, perubahan internal organisasi adalah syarat bagi laju dan gerak organisasi ke luar. Karena itu tim Steering Committee (SC) telah menyusun draft-draft konsep perubahan organisasi untuk penyempurnaan Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga.
"Pemuda Katolik menyesuaikan diri dengan tuntutan jaman yang terus berubah. Poin-poin perubahan itu antara lain: Pembentukan Kepengurusan Luar Negeri, Pembentukan Organisasi Sayap, hingga soal Sekretariat Organisasi," katanya.
Baca juga: Dari Tanah Papua, Gusma Deklarasi Maju sebagai Caketum Pemuda Katolik
Di sisi lain, Sekjen Pengurus Pusat Pemuda Katolik Christopher Nugroho menambahkan Pemuda Katolik dalam konteks perannya ingin fokus sebagai bagian dari sosial politik Indonesia terutama Tahun Politik 2024.
Dalam konteks demokrasi, kata Christopher, penyelenggaraan Pemilu langsung sangat bagus dalam menumbuhkan kehidupan demokrasi yang lebih partisipatif. Namun, Pemilu Serentak juga telah menimbulkan ekses baru yang berpotensi mengurai keberagaman negara bangsa ini.
Beberapa pesta demokrasi paska reformasi 1999, kerap kali menghadirkan friksi dan fragmentasi karena politik identitas. Hal ini, tentu menjadi ancaman bagi negeri Bhinneka Tunggal Ika ini.
"Contoh yang paling melekat dalam memori publik adalah adalah pilkada DKI tahun 2017 silam. Indonesia menyaksikan wajah demokrasi yang bisa mengurai, memecah belah kehidupan berbangsa dan bernegara. Pada pemilu 2019 silam, potret itu kembali disajikan di hadapan publik," jelas dia.
Tahun Politik 2024 disebut Christoper merupakan tahun maha penting. Melihat tren politik pada masa ini, Pemuda Katolik menetapkan beberapa kebijakan organisasi.
Antara lain penyelesaian sengketa Pemilu Serentak melalui jalur-jalur yang sudah disediakan lewat DKPP, Bawaslu, maupun melalui gugatan ke Mahkamah Konstitusi.
Kemudian kerjasama aparat (Polisi dan TNI) dengan lintas sektoral untuk mengkawal keamanan dan ketertiban jelang, selama dan paska pilpres, pileg dan pilkada.
"Lalu, kerjasama yang konkrit antara ormas-ormas berbasis keagamaan dan tokoh agama. Serta mempelopori kampanye media sosial melalui konten-konten posisitif dan anti hoax. Tahun Politik 2024 akan menjadi salah satu rekomendasi utama kongres," tandasnya.