Alasan Jokowi Anugerahkan Gelar Pahlawan Nasional Kepada Haji Usmar Ismail
Jokowi mengungkapkan alasan dirinya menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Almarhum Haji Usmar Ismail
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews Taufik Ismail
TRIBUNNEWS. COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan alasan dirinya menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Almarhum Haji Usmar Ismail dalam peringatan Hari Pahlawan, Rabu (10/11/2021).
Menurutnya penganugerahan tersebut merupakan wujud penghargaan tertinggi untuk para pejuang kebudayaan.
Kata Jokowi, pada 66 tahun lalu, Haji usmar Ismail dan Jamaludin Malik memprakarsai penyelenggaraan Festival Film Indonesia, sebagai perayaan dan apresiasi tertinggi bagi industri perfilman Indonesia
"Atas nama bangsa dan negara saya menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada Bapak Haji Usmar Ismail Bapak perfilman Indonesia. Baru tadi pagi," kata Jokowi dalam acara Pembukaan Malam Anugerah Piala Citra Festival Film Indonesia 2021, di Assembly Hall, Jakarta Convention Center, Jakarta, Rabu, malam, (10/11/2021).
Presiden mengatakan, semangat kejuangan para pahlawan, pejuang kebudayaan, dan bapak perfilman Indonesia harus terus dijaga.
Baca juga: Presiden Jokowi Umumkan Usmar Ismail sebagai Pahlawan Nasional
Salah satunya dengan menciptakan karya karya film berkualitas yang menunjukkan keunggulan dan karakter jati diri bangsa Indonesia.
"Sebagai bangsa dengan kekayaan budaya yang tidak tertandingi," katanya.
Presiden mengaku bangga dengan industri perfilman Indonesia.
Baca juga: Joko Anwar Sebut Karya Usmar Ismail Menjadi Acuan Sutradara Tanah Air
Meskipun dilanda Pandemi Covid-19, film-film Indonesia mampu meraih berbagai macam penghargaan internasional.
"Saya bangga di masa pandemi industri film Indonesia, meraih banyak prestasi yang gemilang di dunia film internasional. Prestasi yang mengungguli negara-negara lain di Asia Tenggara," katanya.
Profil Usmar Ismail
Dilansir laman resmi badanbahasa.kemdikbud.go.id, Usmar lahir di Bukittinggi, Sumatera Barat, pada tanggal 20 Maret 1921.
Ayahnya adalah Datuk Tumenggung Ismail, guru Sekolah Kedokteran di Padang, dan ibunya, Siti Fatimah.
Ternyata Usmar juga memiliki seorang kakak yang juga menggeluti dunia sastra.
Kakaknya bernama Dr. Abu Hanifah yang lebih sering menggunakan nama pena, El Hakim.
Usmar mengawali pendidikannya di HIS (sekolah dasar) di Batusangkar, lalu melanjutkan ke MULO (SMP) di Simpang Haru, Padang, dan kemudian ke AMS (SMA) di Yogyakarta.
Setelah lulus dari AMS, ia melanjutkan lagi pendidikannya ke University of California di Los Angeles, Amerika Serikat.
Baca juga: Bamsoet Dukung Usmar Ismail Diangkat Sebagai Pahlawan Nasional
Bakat Sasta Usmar Ismail Sudah Terlihat Sejak SMP
Bakat Usmar di bidang sastra sudah terlihat sejak ia masih duduk di bangku SMP.
Saat itu, ia bersama teman-temannya, antara lain Rosihan Anwar, ingin tampil dalam acara perayaan hari ulang tahun Putri Mahkota, Ratu Wilhelmina, di Pelabuhan Muara, Padang.
Usmar ingin menyajikan suatu pertunjukan dengan penampilan yang gagah, unik, dan mengesankan.
Sayangnya pertunjukkan yang sudah direncanakan Usmar harus gagal, karena ia baru sampai saat matahari tenggelam.
Baca juga: Usmar Ismail Akan Dianugerahi Gelar Pahlawan Nasional, Rudi Soedjarwo: Harusnya Sudah Sejak Lama
Meski demikian acara yang gagal itu dicatat Rosihan Anwar sebagai tanda bahwa Usmar Ismail memang berbakat menjadi sutradara.
Setelah duduk di bangku SMA, di Yogyakarta, Usmar semakin banyak terlibat dengan dunia sastra.
Ia memperdalam pengetahuan dramanya dan aktif dalam kegiatan drama di sekolahnya.
Tak hanya itu, Usmar juga mulai mengirimkan karangan-karangannya ke berbagai majalah.
Baca juga: Hari Pahlawan, Presiden Joko Widodo Berikan Anugerah Gelar Pahlawan Nasional untuk Empat Tokoh
Perjalanan Karir Usmar Ismail hingga Pernah Dijebloskan ke Penjara oleh Belanda
Bakat Usmar semakin berkembang saat ia bekerja di Keimin Bunka Sidosho (Kantor Besar Pusat Kebudayaan Jepang).
Bersama dengan Armijn Pane dan budayawan lainnya, Usmar pun bekerja sama untuk mementaskan drama.
Kemudian pada Pada tahun 1943, Usmar Ismail bersama abangnya, El Hakim, dan bersama Rosihan Anwar, Cornel Simanjuntak, serta HB Jassin mendirikan kelompok sandiwara yang diberi nama Maya.
Maya adalah sebuah sandiwara yang dipentaskan berdasarkan teknik teater barat.
Baca juga: Presiden Jokowi Pimpin Upacara Ziarah Nasional Hari Pahlawan
Kehadiran Maya ini pun dianggap sebagai tonggak lahirnya teater modern di Indonesia.
Sandiwara yang dipentaskan Maya, antara lain, “Taufan di Atas Asia (El Hakim)”, “Mutiara dari Nusa Laut (Usmar Ismail)”, “Mekar Melati (Usmar Ismail)”, dan “Liburan Seniman (Usmar Ismail).”
Usmar pernah dijebloskan ke penjara oleh Belanda saat ia bekerja sebagai wartawan politik di kantor berita Antara.
Saat itu Usmar dituduh terlibat kegiatan subversi karena meliput perundingan Belanda RI di Jakarta, pada tahun 1948.
Baca juga: Tiba di TMP Kalibata, Presiden Jokowi Langsung Pimpin Upacara Peringatan Hari Pahlawan
Serius di Bidang Perfilman
Setelah terjun ke dunia teater, Usman mulai menaruh minatnya yang lebih serius pada perfilman.
Sewaktu masih di Yogya pun, Usmar hampir setiap minggu bersama teman-temannya berkumpul di suatu gedung di depan Stasiun Tugu untuk berdiskusi mengenai seluk-beluk film.
Teman berdiskusinya itu, antara lain, Anjar asmara, Armijn Pane, Sutarto, dan Kotot Sukardi.
Anjar Asmara itulah orang pertama yang menawarinya menjadi asisten sutradara dalam film “Gadis Desa.”
Setelah itu, berlanjut pada penggarapan film berikutnya, seperti “Harta Karun,” dan “Citra.”
Baca juga: Sejarah Peringatan Hari Pahlawan, Dilengkapi Pesan dari Para Pahlawan, dan Kumpulan Link Twibbon
Hingga akhirnya Usman berhasil membuat film karyanya sendiri, di antaranya:
- Darah dan Doa (1950)
- Enam jam di Yogya (1951)
- Dosa Tak Berampun” (1951)
- Krisis (1953)
- Kafedo (1953)
Baca juga: Sejarah Hari Pahlawan yang Diperingati Setiap Tanggal 10 November
- Lewat Jam malam (1954)
- Tiga Dara (1955)
- Pejuang (1960)
Atas jasa Usman di bidang perfilman, namanya pun diabadikan di sebuah gedung perfilman, yaitu Pusat Perfilman Usmar Ismail yang terletak di daerah Kuningan, Jakarta.
Usmar Ismail meninggal pada tanggal 2 Januari 1971 karena sakit (stroke), dalam usia hampir genap lima puluh tahun.