DJSN: 81 Persen RS Siap Terapkan Aturan Kelas Perawatan Standar BPJS Kesehatan
KRIS JKN sesuai prinsip asuransi sosial dan ekuitas yang tertuang di beberapa pasal dalam PP 47 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - BPJS Kesehatan merencanakan implementasi regulasi kelas rawat inap standar pada awal tahun 2022. Artinya, akan meniadakan pemberlakukan klasifikasi kelas perawatan.
Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) unsur Tokoh dan/ atau Ahli Muttaqien mengatakan, 81 persen rumah sakit menyatakan siap menerapkan konsep Kebijakan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tersebut
Hal itu didasari pada self assessment secara daring kepada 1.916 rumah sakit yang diselenggarakan DJSN yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.
"Hasil dari self assessment, 81% rumah sakit dikategorikan siap, meskipun diperlukan penyesuaian infrastruktur dalam skala
kecil. Kami juga melihat kendala penyesuaian infrastruktur rumah sakit umumnya ditemui pada rumah sakit yang lebih dari 20 tahun masa guna," ujar Muttaqien dalam Webinar pada Sabtu, 14 November 2021.
Ia memaparkan, konsep penerapan KRIS adalah mengutamakan keselamatan pasien, letak ruang rawat inap berada di lokasi yang tenang, aman, dan nyaman, ruang rawat inap harus memiliki akses yang mudah ke ruang penunjang layanan lainnya, ruang rawat inap harus dipisahkan berdasarkan jenis kelamin, usia, dan jenis penyakit.
Baca juga: Cara Klaim Dana JHT BPJS Ketenagakerjaan bagi Pensiunan maupun Setelah Berhenti Bekerja
Rumah sakit tentunya perlu bersiap menghadapi perubahan ini, sehingga pada saat pelaksanaan regulasi tersebut tidak terjadi kendala yang dapat mengganggu keberlangsungan pelayanan kesehatan terhadap pasien.
KRIS JKN itu sesuai dengan prinsip asuransi sosial dan ekuitas yang tertuang di beberapa pasal dalam PP 47 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perumahsakitan.
Ia menjelaskan, kebijakan dan aturan tersebut tentunya akan berdampak pada pola tarif rumah sakit, standar akreditasi rumah sakit, dan rencana implementasi KRIS itu.
Dampak terhadap pola tarif JKN adalah akurasi costing, tarif (overprice dan underprice) dan fairness tarif Model pembayaran dengan tarif Indonesia Case Base Groups (INA-CBGs) yang digunakan oleh BPJS Kesehatan sebagai standar pembiayaan untuk mengganti klaim yang ditagihkan oleh rumah sakit saat ini.
"Konsekuensi PP 47 tersebut adalah perbaikan pola tarif tidak berdasarkan Kelas RS dan kelas rawat inap. Tetapi tetap bisa dilakukan adjusment factor (kota-desa, pendidikan-non pendidikan), biaya medis yang sama untuk PBI dan Non PBI, pada tahap transisi terdapat perbedaan tarif rawat inap A dan rawat inap B dengan 12 kriteria, nilai tarif yang rasional dan berkeadilan" jelas Muttaqien.
Baca juga: BPJS Kesehatan Kerja Sama dengan 22.965 Fasilitas Kesehatan Tekan Kasus Diabetes
Kemudian, dari sisi rujukan, konsekuensinya pola rujukan JKN akan berbasis kepada kompetesi, sarana dan prasarana.
"Untuk itu dibutuhkan pemetaan, kemampuan dan kompetensi rumah sakit dalam pelayanannya," tambahnya.
Ia juga menjelaskan, KRIS JKN adalah amanah UU SJSN, Pasal 23 ayat 4 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN menyebutkan dalam hal peserta membutuhkan rawat inap di rumah sakit, maka pelayanan di rumah sakit diberikan berdasarkan kelas standar.