5 Ketentuan Hukum Pinjaman Online atau Pinjol Menurut Ijtima Ulama MUI, Simak Penjelasannya
Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menggelar ijtima ulama komisi fatwa se-Indonesia di Jakarta pada 9-11 November 2021 lalu.
Penulis: Devi Rahma Syafira
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menggelar ijtima ulama komisi fatwa se-Indonesia di Jakarta pada 9-11 November 2021 lalu.
Ijtima Ulama yang diikuti oleh 700 peserta ini terdiri dari unsur Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia Pusat, anggota Komisi Fatwa MUI Pusat, dan pimpinan komisi/badan/lembaga di MUI Pusat.
Dalam ijtima tersebut membahas beberapa hal terkait hukum dan rekomendasi masalah-masalah terkini, salah satunya pinjaman online (pinjol).
Saat ini, banyak masyarakat yang terjebak pinjaman online ilegal hingga terjerat utang dalam jumlah banyak.
Baca juga: Hukum Pinjol Menurut Ijtima Ulama MUI: Pinjaman Mengandung Riba Hukumnya Haram
Baca juga: Waspada! Pinjol Ilegal Banyak Beralih ke Koperasi Simpan Pinjam
Berikut keterangan hasil pembahasan terkait pinjol yang dikutip dari mui.or.id:
1. Pada dasarnya, perbuatan pinjam meminjam atau utang-piutang merupakan bentuk akad tabarru' (kebajikan) atas dasar tolong menolong yang dianjurkan selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.
2. Haram hukumnya bagi orang yang mampu membayar uutang, namun sengaja menunda pembayarannya.
3. Memberikan ancaman fisik atau membuka rahasia (aib) seseorang yang tidak mampu membayar utang adalah haram.
4. Memberikan penundaan atau keringanan dalam pembayaran utang bagi yang mengalami kesulitan dianjurkan (mustahab).
5. Layanan pinjaman baik offline maupun online mengandung riba hukumnya haram meskipun dilakukan atas dasar kerelaan.
Rekomendasi Ijtima Ulama
Ijtima Ulama merekomendasikan beberapa hal sebagai berikut:
1. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Kominfo, Polri, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk terus meningkatkan perlindungan kepada masyarakat.
Selain itu, melakukan pengawasan serta menindak tegas penyalahgunaan pinjaman online atau financial technologi peer to peer lending (fintech lending) yang meresahkan masyarakat.
2. Pihak penyelenggara pinjaman online hendaknya menjadikan fatwa MUI sebagai pedoman dalam semua transaksi yang dilakukan.
3. Umat Islam hendaknya memilih jasa layanan keuangan yang sesuai prinsip syariah.
Poin Bahasan Lainnya
Ketua MUI Bidang Fatwa, KH Asrorun Niam Sholeh, yang juga Ketua Panitia Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia menjelaskan, dalam Ijtima ini membahas pelbagai persoalan strategis kebangsaan, masalah fikih kontemporer, masalah hukum, dan perundangan-undangan.
1. Untuk masalah strategis kebangsaan di antaranya:
- Dhawabith dan kriteria penodaan agama;
- Jihad dan khilafah dalam bingkai NKRI;
- Panduan pemilu yang lebih maslahat;
- Distribusi lahan untuk pemerataan dan kemaslahatan;
- Masalah perpajakan.
2. Masalah lain yang dibahas adalah masalah fikih kontemporer, yaitu:
- Nikah online;
- Cyptocurrency;
- Pinjaman online;
- Transplantasi rahim;
- Zakat perusahaan;
- Penyaluran dana zakat dalam bentuk qardh hasan;
- Zakat saham.
3. Masalah hukum dan perundang-undangan, Ijtima membahas:
- Tinjauan atas RUU Minuman Beralkohol;
- Tinjauan atas RKUHP terkait perzinaan;
- Tinjauan atas peraturan tata kelola sertifikasi halal.
(Tribunnews.com/Devi Rahma)
Artikel Lain Terkait Aplikasi Pinjaman Online