Kata Advokat soal Kasus Istri Dituntut Bui karena Marahi Suami: Hukum Bukan Alat Balas Dendam
Berikut tanggapan advokat soal kasus istri yang dituntut 1 tahun penjara karena marahi suami: Hukum Bukan Alat Balas Dendam.
Penulis: Shella Latifa A
Editor: Wahyu Gilang Putranto
TRIBUNNEWS.COM - Kasus seorang istri di Karawang, Jawa Barat yang dituntut satu tahun penjara lantaran memarahi suaminya pulang dalam keadaan mabuk, mendapat sorotan publik.
Tuntutan tersebut diberikan karena sang istri dinilai terbukti melakukan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) secara psikis kepada suaminya.
Menanggapi hal itu, advokat sekaligus Ketua Young Lawyers DPC Peradi Surakarta, Priyanggo Tri Saputro menekankan pentingnya restorative justice (keadilan restoratif) yang bisa dilakukan para penegak hukum.
Menurut dia, dalam kasus ini, penegak hukum bisa berupaya semaksimal mungkin agar kasus tak perlu dibawa ke jalur pengadilan.
Baca juga: Valencya yang Dituntut 1 Tahun Bui karena Marahi Suami Dapat Ancaman: Biar Saja, Saya Pasrah
Terlebih, KDRT merupakan delik pidana aduan, yang artinya hanya korban saja yang berhak melaporkannya ke kepolisian.
Sifat delik ini membuat kasus KDRT seharusnya tidak menjadi konsumsi publik.
"Catur wangsa meliputi advokat, penyidik atau dari kepolisian, jaksa penuntut umum,kemudian hakim. Inilah 4 pilar bisa mencoba memberi solusi baik itu kepada terlapor maupun pelapor, seberapa berat efek dari KDRT."
"Ketika efek KDRT cenderung kepada efek yang ringan, kenapa tidak lebih menggunakan restorative justice."
"Seperti mediasi. Ketika konsepnya adalah melakukan restorative justice, kita tidak mengedepankan hukum materiil. Dalam konsep hukum pidana, ada asas Ultimum remedium artinya pidana itu langkah akhir," ucap pria yang akrab disapa Angga, dalam program Kacamata Hukum Tribunnews.com, Senin (22/11/2021).
Baca juga: Tuntutan 1 Tahun Bui Ditarik, Jaksa Agung Perintahkan Anak Buahnya Supaya Valencya dapat Vonis Bebas
Ia pun mengingatkan sejatinya hukum janganlah dipergunakan sebagai alat balas dendam antarpihak.
Melainkan, hukum dimanfaatkan sebagai instrumen menyadarkan pelaku.
"Seperti apa yang disampaikan oleh Prof Satjipto Raharjo dalam konsep hukum progresif. Beliau menekankan bahwa hukum bukan untuk alat balas dendam, tapi alat untuk menyadarkan diri. "
"Kemudian dalam perkara ini, hukum terkesan untuk alat balas dendam," tuturnya.
Baca juga: Awal Mula Viralnya Kasus Istri Dituntut 1 Tahun Bui karena Marahi Suami Mabuk, Sempat Saling Lapor
Angga berharap cara pernyelesaian perkara tanpa jalur sidang bisa digunakan lebih maksimal.
"Ini lah yang menjadi PR bersama antara penegak hukum yang tergabung dnegan catur wangsa."
"Tidak hanya tugas penyidik, jaksa penuntut umum dan hakim. Pengacara yang mendampingi perkara ini wajib menasehati."
"Ketika perkara itu bisa diselesaikan tanpa adanya peradilan, kenapa tidak?," jelasnya.
Baca juga: Soal Kasus Istri Dituntut Penjara karena Marahi Suami, Komnas Perempuan Singgung Restorative Justice
Dikatakannya, setiap jenis KDRT termasuk kekerasan verbal bisa saja dilaporkan ke pihak berwajib.
Namun, analisis penegak hukum perlu melakukan analisis secara mendalam karena tidak semua perkara harus diselesaikan di meja hijau.
"Apakah kondisi seperti itu dijadikan suatu permasalahan hukum atau perkara pidana? Tentu dari sudut pandang mana dulu kita bisa melihat."
"Berbicara terkait materi tentu bisa dilaporkan, namun apakah itu nanti layak disidangkan atau tidak. Ini yang akan menjadi analisa berikutnya," kata Angga.
(Tribunnews.com/Shella Latifa)