Kemendikbud Ristek: Angka Pengangguran Lulusan SMK Alami Penurunan
Kemendikbud Ristek sebut angka pengangguran terbuka lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) mengalami penurunan dalam setahun terakhir.
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Endra Kurniawan
Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kemendikbud Ristek, Wikan Sakarinto mengungkapkan, angka pengangguran terbuka lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) mengalami penurunan dalam setahun terakhir.
Badan Pusat Statistik, kata Wikan, mencatat persentase pengangguran terbuka SMK pada year on year Agustus 2020 hingga 2021 turun dari 13 persen menjadi 11 persen.
“Secara tren ini sudah sangat baik. Walaupun pandemi ini belum selesai, kita bisa menurunkan tingkat pengangguran,” kata Wikan dalam Webinar Peran Strategis Industri Dalam Pembangunan SDM Vokasi, Selasa (23/11/2021).
Baca juga: Kemendikbudristek Minta Perguruan Tinggi Negeri BLU Akselerasi Kinerja Anggaran
Menurut Wikan dari segi program, Kemendikbud Ristek sudah menjalankan amanat Presiden Joko Widodo agar para lulusan vokasi bisa terserap oleh dunia usaha dan dunia industri (DUDI).
Meski begitu, Wikan mengatakan persoalan vokasi tidak harusnya melulu difokuskan pada penyerapan lulusan.
Dirinya meminta, lulusan vokasi nantinya tidak sekadar terserap, tapi juga harus berkualitas.
“Yang jadi tantangan itu kan tidak sekadar terserap, tapi memuaskan atau tidak secara kualitas. Itu yang menurut saya harus dievaluasi. Kalau keterserapan atau tingkat presentasi, bisa kita tingkatkan. Karena industri pasti butuh tenaga kerja,” tutur Wikan.
Baca juga: Kemendikbudristek: Kampus Harus Bangun Ruang Diskusi dan Ruang Dialektikal
Wikan menginginkan kualitas lulusan vokasi dapat memuaskan DUDI. Dirinya mengakui selama ini Industri mengeluhkan masih kurangnya kecakapan softskill lulusan vokasi.
Sehingga DUDI masih harus memberikan tambahan pelatihan pada lulusan vokasi yang terserap, karena kurangnya kecakapan softskill seperti leadership, komunikasi, dan kreativitas.
“Oleh karena itu, link and match mulai dari kurikulum, Project Based Learning sampai dengan softskill itu harus dilakukan. Jadi, secara kuantitas memang kita sudah on the track. Tetapi, kita masih harus tetap work harder disoal kualitasnya,” pungkas Wikan.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.