Panja DPR Tegaskan RUU TPKS Tak Atur Ranah Privat: yang Diatur Tindak Kekerasan
Ketua Panja RUU TPKS Willy Aditya mengatakan RUU tersebut tidak mengatur soal urusan pribadi seks masyarakat luas.
Penulis: Reza Deni
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Panja Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) Willy Aditya mengatakan RUU tersebut tidak mengatur soal urusan pribadi seks masyarakat luas.
"Seksualitas itu privasi itulah puncaknya private. Yang diatur oleh negara ini adalah tindakan kekerasan yang kebetulan objeknya seksualitas jadi biar clear kita semua ini," kata Willy kepada wartawan, Rabu (24/11/2021).
Willy meminta keberadaan RUU TPKS harus dilihat secara objektif.
Dia menyebut memang tidak ada aturan yang melewati ranah-ranah privasi publik berkaitan seksualitas.
"Seksualitas itu kan hal yang privasi kebetulan objeknya itu. Kalau hal lain itu enggak bisa negara intervensi. Nah ini yang kemudian menjadi biar kita tidak menyatukan minyak dan air ya sama-sama melihat secara objektif dan profesional," tutur Willy.
Baca juga: Isu RUU TPKS Legalkan Seks Bebas dan LGBT, Ketua Panja: Jangan Berasumsi dan Memainkan Emosi Publik
Sementara itu terkait pembahasan RUU TPKS, Willy berujar hal itu hampir selesai.
Direncanakan sebelumnya, RUU TPKS sendiri akan disahkan menjadi RUU inisiatif DPR pada 25 November 2021 untuk kemudian dilakukan pembahasan kembali menjadi undang-undang.
"Kalau perdebatan (judul) hampir selesai ya tinggal bagaimana teman-teman meminta masukan. Kita tidak hanya mengatur kekerasan seksual, kita juga mengatur kebebasan seksual dan penyimpangan seksual itu dua hal yang berbeda," tandasnya.
Willy sebelumnya juga menegaskan RUU tersebut bukan aturan yang melegalkan seks bebas serta perilaku lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT).
"Saya selaku Ketua Panja mengatakan ini bukan RUU yang melegalisasi seks bebas, bukan melegalisasi LGBT," kata Ketua Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang (RUU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) Willy Aditya kepada wartawan di kompleks DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (18/11/2021) lalu
Baca juga: Fraksi PKS dan PPP Tak Setuju Nama RUU TPKS
Meski demikian, dia menyebut sangat terbuka soal timbal balik dari publik atas tudingan muatan RUU TPKS yang melegalkan seks bebas dan LGBT.
"Tolong sampaikan kepada kami mana materi muatan yang memberikan legalitas kepada seks bebas dan LGBT. Jangan kita selalu bermain asumsi, mengeksploitasi emosi publik. Akhirnya yang menjadi korban publik itu sendiri juga," katanya.
Lebih lanjut, RUU TPKS, dikatakan Willy, berfokus pada penanganan kekerasan seksual.
"Jadi kehadiran Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual ini merupakan jawaban dari peradaban kita yang masih brutal itu dan keadilan bagi si korban yang selama ini mereka cari. Kepastian hukum itu harus kita hadirkan," kata Willy.
Selain bagi korban, politisi NasDem itu mengatakan RUU TPKS juga akan menjadi aturan acuan bagi aparat hukum dalam bertindak menangani kasus-kasus kekerasan seksual.
"Polisi dan jaksa itu perlu hukum yang tertulis. Jadi aparat penegak hukum, ya polisi, ya jaksa, ketika ada kasus-kasus kekerasan seksual dengan beberapa kategori dan jenisnya itu, dia bisa bertindak," pungkasnya.
Sebelumnya, sebanyak tujuh fraksi yang terdapat dalam panitia kerja (Panja) menyepakati nama rancangan undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS).
Tercatat, hanya Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang tak menyetujui nama tersebut.
Baca juga: Fraksi PKS Sebut Kekerasan Seksual Online Perlu Diakomodasi Dalam RUU TPKS
Anggota Panja Fraksi PKS Al Muzzammil Yusuf menjelaskan pihaknya mengusulkan nama RUU Tindak Pidana Kesusilaan.
Pasalnya, ada sejumlah pasal terkait kekerasan seksual terdapat dalam rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).
"Artinya barangnya (pasal terkait kekerasan seksual) ada, jadi kami usul kalau kita tetap mau seperti ini, dia harus disandingkan. Maka pasal penyeimbang yang kami sebut itu dia ada di RKUHP," ujar Al Muzzammil dalam rapat panja RUU TPKS, Rabu (17/11/2021).
Muzamil menjelaskan, pasal-pasal soal kesusilaan dan kekerasan seksual sudah dibahas dalam RKUHP oleh Komisi III DPR, tetapi belum disahkan, karena polemik dari hadirnya pasal penghinaan terhadap presiden.
"Maka kami anggap apa yang kita lakukan sekarang menyisakan satu norma berbahaya, yaitu aspek non kekerasan menjadi satu yang tidak diatur. Kalau tidak diatur artinya itu menjadi sesuatu yang ditolerir, tidak ada sanksi," ujar Al Muzzammil.
Muzamil memastikan PKS sangat mendukung upaya untuk mencegah tindak pidana kekerasan seksual.
"Tapi kita tidak boleh menyisakan satu ruang yang menjadi konsen sila pertama Pancasila," sambungnya.
Sementara itu, anggota Panja Fraksi PPP Illiza Sa'aduddin Djamal mengatakan, pihaknya mengusulkan nama RUU Tindak Pidana Seksual.
"Judul mengenai tindak pidana seksual ini bisa gunakan yurisprudensi dari judul UU Tipikor yang di dalamnya mengatur pencegahan, peran serta masyarakat, jenis pidana seksual, dan lainnya," ujar Illiza.
Meski Fraksi PKS dan PPP tak menyetujui, Badan Legislasi (Baleg) DPR tetap menyepakati nama RUU TPKS.
Ketua Panja RUU TPKS Willy Aditya menjelaskan, tujuh fraksi telah menyepakati nama tersebut.
"Pada akhirnya panja sepakat kalau judulnya rancangan undang-undang tindak pidana kekerasan seksual," ujar Willy.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.