Nusron Wahid Desak Erick Thohir Tegur Manajer yang Jual Meterai Digital di Atas Nilai Nominal
Nusron mengungkapkan, yang namanya digitalisasi seharusnya membuat lebih efisien dan lebih murah.
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR Nusron Wahid mendesak Menteri BUMN Erick Thohir menegur manajer Penum Peruri terkait dengan masih bervariasinya harga penjualan meterai yang beredar di masyarakat dan nominalnya di atas angka yang telah ditetapkan.
Sesuai Undang-undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai, disebutkan bahwa meterai adalah Rp 10.000.
Menurut Nusron, berdasarkan PP 86 Tahun 2021 Tentang Pengadaan, Pengelola dan Penjualan Meterai bahwa Perum Peruri ditunjuk pihak yang melakukan pembuatan dan distrubusi meterai.
Baca juga: Peruri Digital Security Tunjuk BPD Net Jadi Distributor Meterai Elektronik
Dalam mendistribusikan materai Perum Peruri harus menujuk distrubutor.
“Dalam kenyataannya Perum Peruri menjual harga materai di atas nilai nominal meterai elektronik. Hal ini disebabkan Peruri mengambil provisi dari negara yang seharusnya dibagi juga dengan distributor. Akibatnya banyak yang jual di atas nilai nominal meterai,” kata Nusron dalam Raker dengan Menteri BUMN, Kamis (2/11/2021).
Nusron mengungkapkan, yang namanya digitalisasi seharusnya membuat lebih efisien dan lebih murah.
Baca juga: Gandeng Digiprimatera, Meterai Elektronik Peruri Bisa Dibeli di Platform Dimensy
“Ini malah justru lebih mahal. Ada yang keliru dalam pola investasi teknologi. Kasihan rakyat. Biasanya beli meterai Rp 10.000, sekarang menjadi lebih mahal. Ada yang jual Rp 11.500 ada Rp 10.800. Ini harus ditertibkan. Harus menggunakan single price. Tidak boleh lebih dari Rp 10.000 kepada konsumen. Masak Peruri nyekik rakyatnya,” tegas mantan Ketua Umum GP Ansor ini.
Selain itu, lanjut Nusron, Peruri memaksakan kepada distributor untuk menjual e-signing dalam distribusi digital meterai.
Baca juga: Dokumen yang Wajib Pakai Meterai Elektronik Rp 10.000: Surat Perjanjian hingga Akta Notaris
Artinya, yang tidak menggunakan aplikasi e-signing tidak dilayani oleh Peruri.
Padahal banyak konsumen terutama lembaga keuangan dan perkantoran sudah terlanjur investasi teknologi dengan providder e-signing lainnya.
“Sudah kayak gitu, e-signing di Peruri mahal. Sekali tanda tangan Rp 1.300,” ujar Nusron.
Padahal, tambah Nusron, dulu ketika meterai manual pakai pulpen seharga Rp 5.000 bisa tanda tangan minimal 500 kali tanda tangan. Itu pun tintanya belum habis.
“Lho ini bagaimana? Masak teknologi lebih mahal daripada manual. Kalau begitu, mending balik saja ke manual. Nyari untung boleh. Tapi istilahnya, ngono yo ngono, tapi ojo ngono. Mentang-mentang monopoli, mendapatkan penunjukan negara, terus mewajibkan sesuatu yang seharusnya tidak wajib,” pungkasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.