Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kasus NWR ini Menjadi Momentum Bahwa RUU TPKS Harus Disahkan

Indonesia khususnya sosial media kembali ramai terhadap kasus kekerasan perempuan di Mojokerto. Korban yaitu NWR pun memutuskan untuk mengakhiri hidup

Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Wahyu Aji
zoom-in Kasus NWR ini Menjadi Momentum Bahwa RUU TPKS Harus Disahkan
YouTube KompasTV/Tangkapan Layar
Anggota DPR Gerebek Prostitusi Online, Komnas Perempuan: Tidak Sesuai Aturan Hukum! (YouTube KompasTV/Tangkapan Layar) 

Laporan Wartawan Tribunnews.com Aisyah Nursyamsi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia khususnya sosial media kembali ramai terhadap kasus kekerasan perempuan di Mojokerto.

Korban yaitu NWR pun memutuskan untuk mengakhiri hidup, Kamis (2/12/2021). 

Menurut Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyatakan bahwa NWR adalah korban kekerasan yang bertumpuk dalam durasi hampir dua tahun sejak 2019.

Kasus NWR merupakan salah satu dari 4.500 kasus kekerasan terhadap perempuan yang diadukan ke Komnas Perempuan dalam periode Januari-Oktober 2021. 

Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi menyebutkan kasus ini naik hingga dua kali lipat lebih banyak daripada jumlah kasus yang dilaporkan ke Komnas Perempuan pada 2020. 

Dengan sumber daya yang sangat terbatas, Komnas Perempuan berpacu untuk membenahi sistem untuk penyikapan pengaduan.

Berita Rekomendasi

Mulai dari verifikasi kasus, pencarian lembaga rujukan dan pemberian rekomendasi.

Baca juga: Komnas Perempuan: Kisah Tragis NWR Alarm Darurat Kekerasan Seksual, Sahkan RUU TPKS

"Namun, lonjakan kasusnya sendiri mengakibatkan antrian kasus yang panjang, sehingga keterlambatan penyikapan merupakan kekhawatiran yang terus kami pikul," ungkapnya pada konferensi pers virtual, Senin (6/12/2021).

Kekhawatiran tersebut kata Komnas Perempuan semakin menjadi sejak kwartal kedua 2021. Ini dikar tidak lagi mendampingi kasus secara langsung. 

Di sisi lain, pada pertengahan tahun 2021 semakin banyak lembaga layanan yang menyatakan diri kewalahan menerima rujukan.

Sementara banyak kasus-kasus pengaduan langsung yang berdatangan. 

"Sumber daya yang terbatas. Terlebih, masa pandemi mempengaruhi daya lembaga layanan sehingga tidak mampu melakukan layanan seperti yang diharapkan,"katanya.  

Sementara itu, hanya 30% kebijakan daerah yang mengadakan sistem pemulihan.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas