Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

MUI Bandung Kutuk Keras Pelaku Rudapaksa 12 Santri, Sebut Pelaku Bukan Bagian dari Lembaganya

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Bandung mengkutuk keras pelaku rudapaksa 12 satri di sebuah pondok pesantren Kota Bandung, Provinsi Jawa Barat.

Penulis: Galuh Widya Wardani
Editor: Whiesa Daniswara
zoom-in MUI Bandung Kutuk Keras Pelaku Rudapaksa 12 Santri, Sebut Pelaku Bukan Bagian dari Lembaganya
Istimewa via Tribun Jabar
Herry Wirawan, guru pesantren yang rudapaksa puluhan santriwatinya - MUI Bandung Kutuk Keras Pelaku Rudapaksa 12 Santri, Sebut Pelaku Bukan Bagian dari Lembaganya 

TRIBUNNEWS.COM - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Bandung mengutuk keras pelaku rudapaksa 12 satri di sebuah pondok pesantren Kota Bandung, Provinsi Jawa Barat.

Dikutip dari TribunJabar.id, untuk menghindari adanya prasangka buruk terhadap nama lembaganya, MUI Kota Bandung pun mengeluarkan keterangan tertulis.

Dari keterangan tertulis itu, MUI Kota Bandung keluarkan 7 poin pernyataan, yaitu:

1. MUI mengutuk keras peristiwa tersebut, karena bukan saja telah menodai ketulusan lembaga pendidikan dalam membina moral anak didiknya, tapi juga telah mengorbankan masa depan sejumlah anak yang menjadi anak asuhannya;

2. Perlu pula dijelaskan bahwa pelaku perbuatan terkutuk itu bukan merupakan bagian dari lembaga MUI, ataupun lembaga keagaman lainnya, termasuk bukan bagian dari lembaga Forum Pondok Pesantren Kota Bandung;

Baca juga: Buntut Guru Pesantren Rudapaksa Santri, Izin Pesantren yang Lakukan Pelanggaran Asusila akan Dicabut

3. MUI juga menyerahkan sepenuhnya kepada lembaga hukum untuk menangani dan bahkan untuk memberikan hukuman seberat-beratnya kepada pelaku perbuatan bejat itu;

4. Untuk tidak memperkeruh situasi, perlu pula diklarifikasi bahwa tidak ada pihak manapun yang ikut terlibat memberikan advokasi ataupun bantuan pendampingan lainnya atas peristiwa dimaksud.

Berita Rekomendasi

Pihak berwenang pun dalam hal ini pemerintah telah menyerahkan langsung kepada UPTD-PPA Jawa Barat bersama dengan PPA Polda Jabar untuk ditangani melalui jalur hukum; 

5. Perlu pula menjadi perhatian semua pihak, untuk menjaga ketulusan, kemurnian lembaga pendidikan, dan agar tidak terjadi kembali peristiwa serupa di masa yang akan datang;

6. Selaku bagian dari warga masyarakat, kita perlu ikut terlibat menyelamatkan masa depan anak-anak yang telah menjadi korban perbuatan bejad itu; stop menyebarluaskan berita buruk ini; dan bahkan kita tutup aib perbuatan buruk ini.

7. Karena diduga, bahwa perbuatan bejat ini, salah satunya, diinspirasi oleh beragam tayangan di media khususnya media sosial, maka perlu menjadi perhatian seluruh pihak untuk berhati-hati dalam menayangkan, menyebarluaskan tayangan-tayangan yang tidak sesuai dengan norma sosial maupun agama.

Baca juga: Ini Kelakuan Guru Rudapaksa Santri: Eksploitasi Bayi hingga Rampas Dana Bantuan Pendidikan Santri

Indonesia Darurat Kekerasan Seksual

Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai NasDem Bidang Hubungan Legislatif, Atang Irawan menyebut Indonesia saat ini darurat kekerasan seksual.

Untuk itu, pihaknya meminta masyarakat mengawal penetapan Draft RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) untuk dibawa ke Sidang Paripurna.

Menurut Atang, negara tidak boleh tinggal diam melihat banyaknya kasus kekerasan seksual yang terjadi di masyarakat.

"Ini adalah kewajiban asasi bagi kita dan ditengah-tengah darurat kekerasan seksual."

"Negara memiliki kewajiban untuk bertindak (obligation to conduct), yaitu melakukan langkah-langkah tertentu untuk melaksanakan pemenuhan suatu hak dan kewajiban untuk berdampak (obligation to result), yaitu mencapai tujuan yang diamanatkan dalam konstitusi."

"Karena diamnya negara (by omission) atau tidak melakukan sesuatu tindakan atau bahkan gagal mengambil kebijakan yang menjadi kewajiban hukum, merupakan pelanggaran," jelas Atang dikutip dari Tribunnews.com, Sabtu (11/12/2021).

Baca juga: Soal Hukuman Kebiri Bagi Pelaku Rudapaksa Santri, Ahli Sebut Kebiri Bukan Hukuman, Justru Pengobatan

Menurut Atang, ancaman kekerasan dan tindak kekerasan oleh siapapun dan dalam bentuk apapun harus segera diperangi.

Karena perlindungan terhadap rakyat (social defence) adalah marwah kebangsaan Indonesia yang jelas-jelas disebutkan pertama dalam alinea keempat UUD 1945.

Untuk itu, pihaknya akan terus mengawal penetapan RUU tersebut demi kepentingan bangsa. 

Terkait adanya kabar tentang Badan Legislasi DPR akan membawa draf RUU TPKS ke Sidang Paripurna, Atang pun mengapresiasi langkah tersebut.

"Namun tetap RUU ini harus dikawal dari mulai pembahasan Daftar Inventaris Masalah (DIM) dengan pemerintah hingga ditetapkan sebagai UU," ujar Atang.

Menurutnya, RUU TPKS adalah langkah progresif yang harus dikawal oleh seluruh elemen bangsa.

Dan bahan pembahasannya pun tidak perlu menunggu RUU KUHP karena derajatnya sama sebagai UU.

Baca juga: 3 Santri Korban Herry Wirawan Dikeluarkan dari Sekolah, Ada Orangtua yang Sempat Ingin Bunuh Pelaku

Apalagi dalam sistem peraturan perundang-undangan di Republik ini (UU No. 12 Tahun 2011) tidak mengenal UU Payung, maka Atang menilai derajatnya sama.

8.000 Aduan Kekerasan Seksual dalam Setahun

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menteri PPPA) Bintang Puspayoga mengabarkan selama periode tahun 2021, tercatat lebih dari 8 ribu aduan terkait tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Bintang menyebut, aduan tersebut didominasi laporan tindak kekerasan dalam rumah tangga.

Baca juga: Ketahuan Punya Bayi, 2 Santri Korban Rudapaksa di Bandung Dikeluarkan Usai 2 Minggu Kembali Sekolah

Data tersebut diperoleh dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI-PP) yang diterima sejak Januari hingga 2 Desember 2021.

"Januari sampai tanggal 2 Desember, kasus kekerasan dalam rumah tangga mendominasi bentuk kekerasan yang paling banyak dilaporkan yakni sebanyak 74 persen dari total laporan 8.803 kasus," kata Bintang dikutip dari Tribunnews.com.

Apalagi, kata Bintang, selama masa pandemi, kasus kekerasan terhadap anak juga meningkat.

"Di masa pandemi ini anak juga tidak bebas dari ancaman kekerasan, masih dari sumber data yang sama terdapat 12.559 kasus kekerasan terhadap anak selama masa pandemi 2021."

"Adapun kasus kekerasan terhadap anak yang paling banyak dilaporkan adalah kasus kekerasan seksual yakni sebanyak 60 persen dari total kasus," ucap Bintang.

(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani/Fransiskus Adhiyuda Prasetia/Fransiskus Adhiyuda Prasetia) (TribunJabar.id/Mega Nugraha)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas