Amandemen di Indonesia Lebih Masif dari Amerika-India: Timbulkan Kerusakan Sendi Kehidupan Berbangsa
La Nyalla pun membandingan amandemen konstitusi di Indonesia dengan negara Amerika Serikat dan India.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) La Nyalla Mahmud Mattalitti menyebut bahwa amendemen konstitusi yang terjadi di Indonesia dalam kurun waktu 1999-2002 lebih brutal dan masif.
Bahkan, menurut La Nyalla, amendemen yang terjadi pascareformasi itu telah merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Hal itu disampaikan La Nyalla dalam sambutan diskusi yang mengambil tema 'Urgensi UUD 1945 Dalam Rangka Menuju Indonesia Maju' secara virtual, Senin (13/12/2012).
"Kita harus sudahi kerusakan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara yang merupakan imbas dari amandemen konstitusi yang dilakukan secara brutal dan masif pada kurun waktu 1999-2002," kata La Nyalla.
La Nyalla pun membandingan amandemen konstitusi di Indonesia dengan negara Amerika Serikat dan India.
Dimana, konstitusi asli Amerika Serikat terdiri dari 4.500 kata. Lalu dilakukan amendemen sebanyak 27 kali yang hanya menambah 2.500 kata.
Baca juga: Pengamat: Pimpinan MPR Harus Bisa Yakinkan Publik Amandemen UUD 1945 Bebas Dari Penumpang Gelap
Sedangkan, konstitusi India yang terdiri lebih dari 117.000 kata serta dilakukan amendemen 104 kali dengan hanya menambah 30.000 kata.
Lalu, UUD 1945 asli yang terdiri dari sekitar 1.500 kata, dilakukan amandemen sebanyak empat tahap menjadi 4.500 kata. Namun, secara substansi juga berbeda dengan aslinya.
"Artinya terjadi perubahan besar-besaran dan tidak dilakukan dengan cara adendum. Inilah yang saya sebut kecelakaan konstitusi," ucap La Nyalla.
La Nyalla juga menyebut, jika sejak amendemen 2002, Indonesia telah meninggalkan Demokrasi Pancasila menjadi Demokrasi Liberal.
Tak hanya itu, sistem ekonomi nasional sejak amendemen 2002 telah meninggalkan sistem ekonomi Pancasila yang menitikberatkan kepada pemisahan yang jelas antara wilayah koperasi, BUMN dan swasta menjadi sistem ekonomi kapitalistik.
Hal itu sebagaimana tertuang dalam konstitusi amendemen 2002 yang telah menambah 2 ayat di pasal 33.
Akibatnya, membuka peluang kepada swasta nasional maupun asing untuk menguasai cabang-cabang produksi yang penting bagi hajat hidup orang banyak, dengan dalih efisiensi.
"Tidak heran, bila mereka yang kaya semakin kaya, dan yang miskin akan tetap miskin. Dan, mereka yang kaya raya adalah segelintir orang yang menguasai hampir separo kekayaan Indonesia," beber La Nyalla.
"Padahal negeri ini kaya raya. Sejatinya tidak ada kemiskinan akut di negeri ini selama tidak ada segelintir orang yang dengan brutal dan rakus menumpuk kekayaan untuk kemudian dibawa keluar Indonesia," jelasnya.