Soal Guru Pesantren Rudapaksa 12 Santri, Waketum MUI Anwar Abbas: Terkutuk dan Biadab
Waketum MUI Anwar Abbas sebut aksi bejat guru pesantren merudapaksa 12 santrinya terkutuk dan biadab.
Penulis: Shella Latifa A
Editor: Arif Fajar Nasucha
TRIBUNNEWS.COM - Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas ikut menanggapi kasus guru pesanten di Bandung, Jawa Barat yang merudapaksa 12 santriwati.
Adapun pelaku rudapaksa sekaligus guru itu bernama Herry Wirawan alias HW.
Ia menyebut aksi bejat HW ini menghancur masa depan para santri yang menjadi korbannya.
"Ini sebuah perbuatan terkutuk dan biadab, sangat menghancurkan masa depan anak," kata Anwar dikutip dari tayangan YouTube TV One, Minggu (12/12/2021).
Baca juga: Pelaku Rudapaksa Santriwati di Bandung Diusulkan Dihukum Kebiri, Ini Kata KPAI
Diketahui, pondok pesantren yang diasuh HW ini tertutup dengan sekitar.
Untuk itu, Anwar Abbas meminta pemerintah untuk lebih mengawasi lembaga pendidikan yang ada.
"Ini kan tertutup sekali, orang tua tidak bisa mengunjungi."
"Menurut saya pemerintah harus turus tangan. Kalau ada pesantren pesantren yang begini. Sikap dan tindakannya harus diperingatkan," tambah dia.
Selain itu, ia juga mengimbau P2TP2A yang mendampingi korban berkonsultasi dengan MUI setempat untuk bisa diberi pendampingan keagamaan.
Baca juga: PBNU Kecam Kasus Rudapaksa Belasan Santri di Bandung, Minta Pelaku Dihukum Kebiri
Anwar menekankan, santri yang menjadi korban perlu didampingi dan diberi semangat kembali.
Demi memulihkan kejiwaan korban sehingga bisa kembali membangun masa depannya lagi.
"Jadi mereka (korban) ini statusnya bukan pezina tapi orang yang ditipu disiasati guru sehingga terlibat dalam praktek tercela."
"Secara keagamaan, didampingi diberi semangat kembali sehingga mereka bisa pulih kejiwaannya, masa depan mereka menjadi cerah," tuturnya.
Fakta Baru Aksi Bejat Herry Wirawan
Kasus guru bejat yang merudapaksa para santriwatinya di Pesantren Manarul Huda Antapani masih jadi perbincangan publik.
Aksi bejat guru tersebut dilakukan sejak 2016 di Pesantren Manarul Huda dan di Madani Boarding School di Cibiru.
Jumlah korbannya bertambah menjadi 21 santri dan delapan di antaranya hamil.
Kasus ini mulai terungkap pada bulan Mei 2021 lalu dan kini sedang dalam proses persidangan di Pengadilan Negeri Bandung.
Berikut beberapa fakta baru mengenai perilaku biadab Herry Wirawan, dikutip dari Tribun Jabar.
Korban Dipekerjakan sebagai kuli bangunan
Diah Kurniasari, Ketua P2TP2A Kabupaten Garut mengatakan, para korban dipaksa dan dipekerjakan sebagai kuli bangunan saat membangun gedung pesantren di daerah Cibiru.
Saat ini, Diah mengatakan mendampingi dan memberikan perlindungan pada 29 orang di mana 12 orang di antaranya di bawah umur.
"Dari 12 orang santriwati di bawah umur, 7 di antaranya melahirkan anak pelaku," kata dia.
Baca juga: Kisah Orangtua Santriwati yang Ditawari Sejumlah Uang oleh Herry: Pelaku Terus Menerus Telpon
Diah juga menyebut Program Indonesia Pintar (PIP) untuk para korban juga diambil pelaku.
Salah satu saksi memberikan keterangan bahwa ponpes mendapatkan dana BOS yang penggunananya tidak jelas.
Tempat khusus bagi korban yang hamil
Herry Wirawan juga memperlakukan korban-korbannya tak manusiawi.
Korban yang kebanyakan masih di bawah umur harus melakukan hal-hal baru yang seharusnya tak dialami oleh anak seusianya.
Ternyata korban yang hamil di minta tinggal di suatu tempat khusus sampai kondisinya pulih kembali.
Menurut Diah, selain tempat mereka belajar di Cibiru yang juga jadi tempat mereka tinggal, pelaku juga menyediakan satu rumah khusus yang biasa disebut basecamp.
Tempat ini jadi tempat bagi anak-anak yang baru melahirkan hingga pulih dan bisa kembali kumpul.
"Jadi di lingkungannya, saat ditanya bayi-bayinya anak siapa mereka bilang anak yatim piatu yang dititipkan," katanya.
Menurut Diah, dirinya mendampingi langsung kasus ini dan bicara langsung dengan para korban hingga detail bagaimana kehidupan mereka sehari-hari di tempat tersebut.
Makanya, Diah merasakan betul kegetiran yang dialami anak-anak.
"Merinding saya kalau ingat cerita-cerita mereka selama di sana diperlakukan oleh pelaku," katanya.
Doktrin dan bisikan agar korban menurut
Dalam berkas dakwaan, Herry Wirawan kerap melakukan perbuatannya di kamar rumah tersebut.
Herry memang memiliki kamar tidur di lantai bawah.
Saat melancarkan aksinya, Herry Wirawan selalu melakukan dengan bujuk rayu dan berpura-pura memanggil santriwatinya ke kamar.
Harry meminta dipijat atau sekadar berbincang.
Meski korbannya sudah menangis ketakutan, Herry tetap merudapaksa korbannya.
Herry Wirawan, yang mengaku sebagai guru ngaji itu, selalu membisikkan sesuatu bila korbannya menolak.
Baca juga: Ini Alasan Polisi Sengaja Tidak Umumkan Kasus Guru Pesantren Rudapaksa 12 Santriwati
"Kalau menurut keterangan dari anak-anak. Mereka itu awalnya menolak, tapi setelah si pelaku itu memberikan bisikan di telinga, korban jadi mau."
"Ada bisikan ke telinga korban dari pelaku setiap mau melakukan itu," ujar Yudi Kurnia saat di wawancarai Tribunjabar.id.
Setelah dibisikkan, korban lalu mau melayani Herry.
Tak sampai di situ saja, bila korban tetap menolak, Herry selalu melontarkan ucapan manis.
"Jangan takut, enggak ada seorang ayah yang akan menghancurkan masa depan anaknya," rayu Herry seperti yang tercantum dalam dakwaan.
Karena perbuatan bejatnya itu, empat korbannya hamil dan melahirkan.
Ada sembilan bayi yang dilahirkan akibat pemerkosaan yang dilakukan Herry Wirawan.
Dia meyakinkan korban yang hamil akibat nafsu bejatnya dengan berjanji akan merawat anak-anak hasil perudapaksaan.
"Biarkan dia lahir ke dunia, Bapak bakal biayai sampai kuliah, sampai dia sudah mengerti, kita berjuang bersama-sama," katanya.
Kepada para korbannya, Herry Wirawan menanamkan doktrin bahwa guru harus selalu ditaati.
"Guru itu Salwa Zahra Atsilah, harus taat kepada guru," kata Herry seperti dikutip dari berkas dakwaan.
(Tribunnews.com/Shella Latifa, TribunJabar.id)