Politisi PKB Sebut Penurunan Presidential Threshold Bisa Cegah Politik Identitas
PKB mendorong adanya penurunan ambang batas pencalonan presiden (Presidential Threshold/PT) dari 20 persen menjadi 5 sampai 10 persen saja.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mendorong adanya penurunan ambang batas pencalonan presiden (Presidential Threshold/PT) dari 20 persen menjadi 5 sampai 10 persen saja.
Wakil Ketua Umum Bidang Pemenangan Pemilu DPP PKB Jazilul Fawaid mengatakan, pihaknya mengajak parpol lainnya untuk bersama-sama menyuarakan adanya revisi terbatas Undang-Undang Pemilu, khususnya soal besaran PT.
"Jika presidential threshold diturunkan, hal itu memungkinkan tercegahnya politik identitas dan munculnya calon-calon yang diturunkan. Tapi, terbatas pada presidential threshold, jangan juga kepada parliamentary threshold," katanya saat menjadi pembicara pada diskusi 4 Pilar MPR RI dengan tema ”Refleksi Politik Kebangsaan Tahun 2021” di Media Center Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (15/12/2021).
Dikatakan Gus Jazil, selain mencegah politik identitas dan polarisasi seperti yang terjadi pada Pemilu 2019 lalu, penurunan presidential threshold juga membuat pilihan publik semakin beragam sehingga lebih kompetitif.
Menurutnya, melihat solidnya koalisi parpol saat ini, jika dikehendaki bersama maka revisi terbatas UU Pemilu sanat mungkin dilakukan.
Baca juga: Nawawi Pomolango: Omongan Firli Bahuri Soal Presidential Threshold Bukan Hasil Kajian KPK
Gus Jazil mengatakan, pada 2022, iklim politik akan semakin hangat. Nama-nama bakal calon presiden juga akan semakin banyak bermunculan.
"Kalau istilah di NU itu, 2022 hilal sudah mulai tampak sekian derajat. Calon presiden itu sudah mulai kelihatan, tetapi belum bisa berbuka, baru kelihatan. Ini masih ikhtilaf (beda pendapat) ini hilal beneran atau bukan? Tetapi kalau terjadi revisi (UU Pemilu), PT diturunkan itu akan lebih tampak," ucapnya.
Baca juga: Respons Fraksi PPP Terkait Wacana Presidential Threshold 0 Persen
Gus Jazil menyoroti fenomena aneh yang terjadi saat ini, banyak nama capres dideklarasikan padahal mereka tidak memiliki partai politik.
Sementara untuk bisa maju sebagai capres, diperlukan tiket dari parpol dengan minimal 20 persen PT.
"Saya pikir tahun 2022 kalau betul agendanya pemilu itu Februari tahun 2024, maka Februari tahun 2023 itu sudah pendaftaran maka tahun 2022 kita bisa disebut sebagai tahun politik,” katanya.
Pada tahun politik 2022 mendatang, kesolidan koalisi yang ada di parlemen perlu ditingkatkan dan dikelola lebih baik lagi.
Sebab jika tidak maka berpotensi terjadi tarik menarik kepentingan politik masing-masing parpol dan mengganggu kedolidan koalisi parpol di parlemen.
Baca juga: Masinton Pasaribu: Ketua KPK Firli Bahuri Offside karena Bicara Presidential Threshold
"Saya berharap betul, tahun politik 2022 ini betul-betul ditandai dengan kompetisi yang tidak merugikan rakyat. Saya berharap partai-partai juga mengedepankan kepentingan bersama karena kita mau bangkit pasca Covid-19," ucapnya.
"Kalau ternyata nanti di tahun 2022 itu ditandai dengan egoisme masing-masing partai, itu bahaya, merusak pada 2023 dan 2024. Apalagi kalau terjadi politik identitas, saling fitnah, saling jegal. Karena itu, PKB menekankan kendati 2022 adalah tahun kulminasi politik, hal yang harus dikedepankan adalah kepentingan bersama," tandasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.