Stempel Hoaks, dan Iklan Digital Programatik Mengandung Konten Informasi Palsu Mendapat Sorotan
Stempel hoaks pada karya jurnalistik yang dikeluarkan aparat menjadi sorotan dalam Indonesia Fact-checking Summit 2021.
Editor: Wahyu Aji
Heru menyatakan, pihaknya memutus kerjasama dengan MGID Indonesia karena konten-konten programmatic ads dari perusahaan tersebut kental dengan hoaks.
Pelatih pengecek fakta ini memberikan contoh konten iklan produk penurun berat badan yang menggunakan foto hasil comotan dari internet dan narasi yang difabrikasi.
Baca juga: Tingkatkan Kepercayaan Publik, AMSI Rumuskan Indikator Kepercayaan Media Digital
Pengiklan membalut produknya dengan cerita fiksi terkait temuan produk penurun berat badan hingga 15 kilogram dalam satu pekan oleh Rini Kusumastuti.
“Yang brutal, sampai-sampai (konten dibuat seolah-olah) Menteri Sosial Risma memberikan penghargaan dan mendukung produk itu,” tegas Heru sembari menegaskan hasil pengecekan fakta tidak menemukan informasi soal temuan perempuan tersebut tidaklah benar adanya.
Alih-alih memutus kerjasama dengan MGID, pengelola programmatic ads, Fakhrurrodzi Baidi menyatakan, pihaknya terus memberikan kritik dan masukan kepada MGID.
“Kami kirim via email kepada mereka. Kalau tidak membaik juga maka kredibilitas media juga ikut memburuk. Kalau begitu mungkin kami akan putus kerjasama sementara,” kata Fakhrurrodzi menambahkan.
Menyoal praktik buruk programmatic ads tersebut, Lilik Dwi Mardjianto mengusulkan agar pengiklan, agensi periklanan, perusahaan penyedia teknologi iklan, serta publisher atau media berkolaborasi guna membahas penyelesaiannya.
“Ini klise dan pasti lama,” ujar Lilix.
Pihak media, sambung Lilix, mau tidak mau perlu melakukan terobosan dengan mengedepankan prinsip konten aman baru memikirkan profit.
Bisa dengan membentuk tim guna verifikasi konten programmatic ads. Selain itu mengedepankan kerjasama dengan perusahaan teknologi yang mengutamakan kualitas konten iklan.
Baca juga: 27 Juli AMSI Luncurkan Crisis Center Covid-19
Dewan Periklanan Indonesia juga perlu memastikan seluruh penyelenggara periklanan tunduk pada etika pariwara Indonesia.
Prinsip swakrama yang dasarnya dibentuk oleh komunitas periklanan itu sendiri perlu dipegang teguh.
“Sudah ada anjuran agar pelaku periklanan melakukan konfirmasi ulang jika menemui informasi yang diduga tidak benar atau tidak tepat,” tambah Lilix.
Menanggapi berbagai kritikan tersebut, Moch. Rifki sebagai perwakilan MGID mengaku sudah melakukan pembenahan bertahap ke manajemen dan tim kontennya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.