Soal Kasus Asabri, Pakar Hukum: Seharusnya Penyelenggara Negara Dituntut Lebih Berat
Nur menegaskan hampir mustahil kejahatan korupsi tidak melibatkan penyelenggara negara atau PNS.
Editor: Hasanudin Aco
Dihubungi secara terpisah, Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti Dian Adriawan dengan tegas menilai tuntutan jaksa dari Kejagung terhadap para terdakwa kasus Asabri tidak adil.
Pasalnya, terdakwa Heru Hidayat dituntut dengan pidana mati, sementara mantan dirut dan direksi PT Asabri dituntut dengan pidana penjara 10-15 tahun.
“Kalau mengenai ancaman pidana tergantung dari peran-peran yang dilakukan. Tetapi kalau misalnya ada yang dituntut dengan pidana mati sedangkan yang lain tidak dituntut dengan pidana mati, itu sesuatu yang menurut saya tidak adil. Dalam kasus ini (kasus Asabri), pasal yang diterapkan pasal yang sama dan di-junto-kan dengan Pasal 55 KUHP kan. Nah, kalau dijunto dengan pasal 55 dan terbukti berarti di sini tidak mungkin ada yang dipidana mati karena pasal yang didakwakan itu Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor,” tutur Dian.
Dian mengaku aneh karena aktor penting dalam perkara korupsi adalah pejabat atau penyelenggara negara.
Keterlibatan pihak swasta, umumnya, kata Dian, dikaitkan dengan Pasal 55 KUHP, yakni turut serta melakukan perbuatan pidana.
“Karena begini, dituntut dengan Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor junto Pasal 55 KUHP, Pasal 55 itulah yang mengkaitkan keberadaan pihak swasta di dalam kasus ini. Kok malah swasta yang diperberat ancaman pidananya, tuntutan pidananya,” jelas Dian.
Dian mengibaratkan kasus korupsi ini dengan permainan bulutangkis ganda. Jika satu pemain salah, maka yang lain juga salah dan hukumannya juga berdampak untuk semua dan sama.
“Kalau kasus Asabri ini, justru yang utama dilihat itu pihak penyelenggara negara, baru pihak swasta Pasal 55 KUHP. Tetapi kemudian kenapa yang Pasal 55 (swasta) justru lebih tinggi ancaman hukumannya. Itu kan nggak logis, justru penyelenggara negaranya yang harus lebih tinggi karena ketentuan korupsi kan untuk penyelenggara negara sebenarnya. Aneh ini,” pungkas Dian.
Dalam kasus dugaan korupsi Asabri ini, Presiden Direktur PT Trada Alam Minera Heru Hidayat dituntut jaksa dengan pidana hukuman mati karena jaksa meyakini Heru bersama-sama sejumlah pihak lainnya telah melakukan korupsi dalam pengelolaan dana PT Asabri yang merugikan keuangan negara sekitar Rp 22,78 triliun.
Selain itu, Heru Hidayat dituntut hukuman uang pengganti Rp 12,434 triliun. Berbeda dengan Heru Hidayat, sejumlah pihak lain yang diyakini jaksa bersama-sama melakukan korupsi dalam kasus Asabri khususnya dari jajaran direksi PT Asabri mendapat ancaman hukuman yang lebih ringan.
Sejumlah pihak lain ini adalah Dirut PT Asabri periode 2012-Maret 2016 Mayjen Purn Adam Rachmat Damiri dituntut jaksa dengan hukuman penjara 10 tahun ditambah denda Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan serta uang pengganti Rp 17,9 miliar.
Lalu, Direktur Investasi dan Keuangan PT Asabri periode 2012-Juni 2014 Bachtiar Effendi dituntut dengan hukuman penjara 12 tahun ditambah denda Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan serta uang pengganti Rp 453,7 juta.
Kemudian, Direktur Investasi dan Keuangan PT Asabri periode Juli 2014-Agustus 2019 Hari Setianto dituntut dengan hukuman penjara 14 tahun ditambah denda Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan.
Sementara Dirut PT Asabri periode Maret 2016-Juli 2020 Letjen Purn Sonny Widjaya dituntut dengan hukuman penjara 10 tahun ditambah denda Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan serta uang pengganti Rp 64,5 miliar.