Said Aqil: Gerakan 212 Bukan Kebangkitan Umat Islam Melainkan Gerakan Politik yang Atasnamakan Islam
Said Aqil mengatakan PBNU memahami radikalisme disebabkan akibat pemahaman keagamaan yang sempit dan kaku.
Penulis: Reza Deni
Editor: Hasanudin Aco
"Kiprah NU dalam menangkal rongrongan kelompok-kelompok yang ingin mengganti ideologi bangsa mendapat pengakuan dari Indonesia. Sejumlah negara mengapresiasi peran dan eksistensi NU dalam menjaga kedamaian dalam kebhinekaan, toleransi dalam keberagaman, keharmonisan, serta keutuhan bangsa-bangsa," ujar dia.
Dalam konteks keindonesiaan, Said menyebut NU menjadi organisasi yang berperan penting dalam integrasi Islam dan negara.
Terbukti hingga kini, lanjutnya, NU berkomitmen menjaga eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan konsisten menjaga ideologi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945.
"NU dengan konsisten menolak setiap kelompok mana pun yang hendak merubah bentuk negara, baik negara agama maupun negara sekuler," kata dia.
"NU mendukung pemerintah membubarkan organisasi yang berkeinginan mengusung khilafah di Indonesia. NU juga menilai bahwa gerakan 212 bukanlah kebangkitan umat Islam melainkan gerakan politik. Penggagasnya jelas memiliki tujuan dan motif politik mengatasnamakan agama Islam," tutur Said Aqil.
Suasana Muktamar
Muktamar ke-34 Nahdlatul Ulama kini tengah memasuki rapat pleno laporan pertanggungjawaban dan pemilihan Ketua Umum PBN.
Diketahui rangkaian agenda tersebut hingga nanti malam akan berjalan tertutup.
"Mayoritas agenda muktamar pada umumnya dapat diakses secara publik. Adapun sidang tata tertib, laporan pertanggungjawaban, dan sidang pemilihan pucuk pemimpin NU digelar secara tertutup karena internal organisasi," ujar Imam kepada wartawan, Kamis (23/12/2021).
Adapun sidang laporan pertanggungjawaban dilakukan oleh kepengurusan PBNU yang bakal demisioner.
Mereka di antarnya Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj dan Katib Aam PBNU KH Yahya Cholil Staquf.
Kedua nama di atas juga sebagai kandidat Ketua Umum PBNU.
Sebagai informasi jiga, pada Rabu malam, rapat pleno 1 yang membahas tata tertib pu berjalan tertutup.
"Memang ada perbedaan pendapat yang cukup tajam saat perumusan tatib (tata tertib), tapi kondisi perbedaan aspirasi itu masih jauh dari kata ricuh, apalagi sampai main fisik," kata Imam.
Untuk selanjutnya, agenda Muktamar akan diisi sidang-sidang komisi yang terbagi dalam enam komisi.
Keenam komisi tersebut adalah komisi qanuniyah yang membahas persoalan perundang-undangan, komisi maudhu’iyah yang fokus pada isu-isu tematik, komisi waqi’iyah yang fokus pada status hukum fiqih kasus-kasus aktual, komisi organisasi, komisi program, dan komisi rekomendasi.