BBM Premium Batal Dihapus dari Peredaran, Jokowi: Distribusi Dapat Dilakukan di Seluruh Indonesia
Jokowi batal hapus Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Premium dari peredaran, pembatalan ini secara tertulis telah disahkan Jokowi 31 Desember 2021
Penulis: Galuh Widya Wardani
Editor: Inza Maliana
TRIBUNNEWS.COM - Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Premium batal dihapus dari peredaran.
Pembatalan ini secara tertulis telah disahkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 31 Desember 2021 lalu.
Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) RI Nomor 117 tahun 2021 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 191 tahun 2014 terkait Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar.
Untuk diketahui, sebelumnya pemerintah menetapkan pendistribusian Premium tetap dapat dilakukan di wilayah Indonesia.
Kecuali di provinsi seperti Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Bali.
Jokowi lantas merevisi aturan tersebut, hingga pada akhirnya pendistribusian bahan bakar minyak jenis Premium masih dapat dilakukan di seluruh wilayah Indonesia, tanpa terkecuali.
Baca juga: Teken Perpres Baru Soal BBM, Jokowi Serahkan Urusan Premium ke Menteri ESDM
Baca juga: Komite Penghapusan Bensin Bertimbal Dorong Pemerintah Hapus BBM Jenis Premium
Terlihat dari salinan Perpres Nomor 117, ada poin penegasan bahwa BBM jenis Premium dengan Research Octane Number (RON) 88 yang masih dapat didistribusikan ke seluruh Indonesia.
Hal itu terlihat pada Pasal 3 ayat 2 yang mengalami perubahan.
"Jenis BBM khusus penugasan sebagaimana dimaksud (yang) merupakan BBM jenis Bensin (Gasoline) RON minimum 88 untuk didistribusikan di wilayah penugasan."
"Wilayah penugasan sebagaimana dimaksud, meliputi seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia," penggalan aturan Perpres Nomor 117 tahun 2021.
Dianggap Bisa Membebani Masyarakat
Sebelumnya, Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi Demokrat, Syarief Hasan turut menanggapi rencana pemerintah untuk menghapusan BBM jenis premium pada tahun 2022 mendatang.
Menurut Syarief, penghapusan secara terburu-buru BBM jenis premium ini berpotensi menambah beban ekonomi masyarakat kecil.
Baca juga: Jelang Pergantian Tahun, Konsumsi BBM Per Hari Naik 6 Persen
Apalagi saat ini banyak masyarakat terdampak pandemi Covid-19.
Syarief Hasan menilai, rencana penghapusan BBM jenis premium ini kurang tepat dilakukan dalam waktu dekat.
“Saat ini, daya beli masyarakat masih lemah akibat dampak dari Pandemi Covid-19."
"Penghapusan BBM jenis premium secara terburu-buru dapat semakin mempersulit masyarakat kecil yang selama ini banyak menggunakan BBM jenis premium,” ungkap Syarief dikutip dari Tribunnews.com, Selasa (3/1/2022).
Pemerintah, kata Syarief, seharus memiliki solusi sebelum menghapuskan BBM jenis premium.
“Pemerintah harus memiliki solusi terlebih dahulu terkait BBM ataupun energi alternatif yang bisa menggantikan premium dengan harga yang murah dan dapat diakses oleh masyarakat kecil sebelum menghapuskan BBM jenis premium,” tegas Syarief Hasan.
Baca juga: Pertamina International Shipping Kerahkan 258 Kapal Tanker untuk Amankan Distribusi BBM
Dampak Jika Premium Dihapus
PMengutip Tribunnews.com, terdapat dua dampak jika bahan bakar minyak (BBM) jenis Premium dan Pertalite jadi dihapuskan dari peredaran.
Dampak tersebut yakni memicu kenaikan harga dan turunnya daya beli masyarakat.
Hal tersebut diungkap oleh pengamat ekonomi dari Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS) Retno Tanding, Rabu (29/12/2021).
"(Dampak tersebut) karena bahan bakar ini dipakai dalam kegiatan produktif dan konsumtif masyarakat, saya yakin yang pertama akan kelihatan adalah pada harga-harga."
"Kalau kita bicara tentang kenaikan harga transportasi, berarti ada kenaikan harga logisitik yang akan berpengaruh pada harga akhir dari produk yang didistribusikan pada masyarakat," ungkap Retno, Rabu (29/12/2021).
Baca juga: Pertamina International Shipping Kerahkan 258 Kapal Tanker untuk Amankan Distribusi BBM
Ini karena alat transportasi masyarakat masih menggunakan BBM, terutama kendaraan umum yang masih menggunakan BBM bersubsidi.
Apabila dipaksakan masyarakat menggunakan Pertamax untuk BBM kendaraan, maka yang terjadi akan ada kenaikan harga atau ongkos transportasinya.
Dampak selanjutnya adalah turunnya daya beli masyarakat.
"Dengan kenaikan harga nanti yang harus ditanggung masyarakat, akan mengurangi daya beli mereka."
"Karena terserap pada pembelian BBM, jadi katakanlah peningkatan harganya di kisaran selisih harga Pertalite dengan Pertamax kira-kira Rp 1.500, berarti ada persentase income masyarakat yang terserap di sana, sehingga menurunkan daya beli," tambah Retno.
(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani/Wahyu Gilang Putranto)