Mengingat Kasus M Aris, Terpidana Pertama di Indonesia yang Divonis Kebiri Kimia, Perkosa 9 Anak
Inilah M Aris, terpidana pertama di Indonesia yang divonis kebiri kimia oleh Pengadilan Negeri Mojokerto. Ia terlibat kasus pemerkosaan sembilan anak.
Penulis: Sri Juliati
Editor: Arif Tio Buqi Abdulah
TRIBUNNEWS.COM - Terdakwa kasus pemerkosaan 13 santriwati, Herry Wirawan dituntut hukuman mati oleh jaksa dari Kejaksaan Tinggi, Jawa Barat, Selasa (11/1/2022).
Guru pesantren itu juga dituntut membayar denda Rp 500 juta serta hukuman tambahan berupa kebiri kimia.
Selain itu, jaksa menuntut supaya identitas guru pesantren itu disebarluaskan. Hal ini untuk memberikan efek jera bagi terdakwa dan pelaku kejahatan serupa lainnya.
"Kami juga menjatuhkan atau meminta kepada hakim untuk menjatuhkan pidana tambahan berupa tindakan kebiri kimia," kata Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat, Asep N Mulyana di Pengadilan Negeri (PN) Bandung.
Baca juga: Tak hanya Hukuman Mati dan Kebiri, JPU Minta Herry Wirawan Dimiskinkan serta Identitasnya Disebar
Baca juga: Herry Wirawan Dituntut Kebiri Kimia, Bagaimana Mekanisme Hukumnya? Ini Kata Pakar
Andaikan Majelis Hakim PN Bandung mengabulkan tuntutan jaksa, maka Herry Wirawan akan menjadi terpidana kesekian yang divonis hukuman kebiri kimia.
Diketahui, Herry Wirawan bukanlah orang pertama di Indonesia yang dihukum kebiri kimia jika tuntutan dari jaksa dikabulkan hakim.
Hukuman kebiri kimia di Indonesia pertama kali dijatuhkan kepada Muhammad Aris, terpidana kasus pemerkosaan terhadap sembilan anak di Mojokerto, Jawa Timur.
Selain kebiri kimia, terpidana kasus pelecehan dan kekerasan anak itu juga harus mendekam di penjara selama 12 tahun.
Dia juga dikenai denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan berdasarkan putusan pengadilan.
Sosok M Aris
Nama Muhammad Aris sempat mendominasi sejumlah pemberitaan Tanah Air medio 2019 terkait vonis kebiri kimia.
Saat itu, majelis hakim PN Mojokerto memvonis Aris bersalah karena telah melakukan kejahatan seksual terhadap anak-anak.
Pada 2 Mei 2019, lelaki yang kini berusia 22 tahun itu dihukum 12 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan.
Hakim juga memberikan pidana tambahan yaitu kebiri kimia terhadap warga Mengelo Tengah, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto tersebut.
Pemuda yang sehari-hari bekerja sebagai tukang las ini diputuskan bersalah melanggar Pasal 76 D junto Pasal 81 Ayat (2) Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Aris memang sempat mengajukan banding. Namun, keputusan Pengadilan Tinggi Surabaya pada 18 Juli 2019 justru menguatkan vonis PN Mojokerto.
Kini, vonis penjara 12 tahun dan hukuman kebiri kimia sudah inkrah alias berkekuatan hukum tetap.
Baca juga: Apa Itu Kebiri? Ahli Psikolog Sebut Kebiri Bukan Hukuman Tetapi Pengobatan
Baca juga: PP Kebiri Kimia: Jenis Bahan Kimia Apa yang Disuntik ke Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Anak?
Perjalanan Kasus Aris
Kasus Aris yang dijuluki predator anak ini bermula setelah ia dilaporkan orangtua bocah perempuan, korban perbuatan tak senonohnya.
Dikutip dari Surya.co.id, Aris ditangkap polisi pada 26 Oktober 2018.
Aksi keji terhadap bocah yang masih duduk di bangku TK itu terjadi setelah Aris pulang kerja pada 25 Oktober 2018.
Dalam perjalanan pulang, Aris bertemu korban yang sedang bermain sendirian di depan rumah.
Aris lantas menarik paksa korban ke rumah kosong tak jauh dari lokasi dan sempat membekap mulut korban.
Di sanalah aksi bejat terjadi hingga mengakibatkan alat kelamin bocah itu berdarah.
Polisi pun dapat dengan mudah menangkap pelaku setelah menemukan petunjuk dari rekaman CCTV di gang rumah korban.
Kapolres Mojokerto saat itu, AKBP Sigit Dany Setiyono mengatakan, Aris semula mengaku melakukan tindakan tak senonoh itu sebanyak satu kali.
"Setelah dilakukan penyidikan, dia berterus terang sudah melakukan ke 11 anak," kata AKBP Sigit.
Kepada penyidik, Aris juga mengaku sudah melakukan kejahatannya selama tiga tahun.
Aksi itu, kata Sigit, dilakukan Aris di empat lokasi berbeda, yaitu di Masjid Mengelo, Masjid Sooko, serta rumah dan lahan kosong di wilayah Kecamatan Prajurit Kulon.
Ketika itu Aris mengaku melakukan perbuatan tersebut terpengaruh film dewasa.
"Saya sebetulnya juga suka dengan wanita dewasa, tapi tidak ada yang mau."
"Akhirnya saya coba ke anak-anak untuk melampiaskan," kata Aris kepada SURYA.co.id pada Senin (29/10/2018).
Divonis Kebiri Kimia
Dalam perjalanan kasusnya ke tingkat pengadilan, Aris lantas disidang di PN Mojokerto.
Rupanya, pelecehan seksual terhadap anak-anak telah dilakukan Muhammad Aris sejak 2015 lalu.
Ada sembilan anak di bawah umur yang tersebar di wilayah Mojokerto menjadi korbannya.
Modusnya, sepulang kerja menjadi tukang las dia mencari mangsa.
Kemudian membujuk korbannya dengan iming-iming dan membawanya ke tempatnya sepi untuk melancarkan niat asusilanya.
Atas perbuatannya, Aris divonis penjara 12 tahun dan hukuman tambahan berupa kebiri kimia.
Dikutip dari Kompas.com, vonis kebiri kimia terhadap Aris karena mempertimbangkan jumlah dan usia korban.
Ketua Pengadilan Negeri Mojokerto saat itu, Muslim mengungkapkan, berdasarkan fakta persidangan, korban Aris yang berjumlah sembilan anak rata-rata berusia 6-7 tahun.
"Dari fakta hukum dan hati nurani hakim, sehingga memutuskan vonis itu."
"Karena korbannya anak-anak di bawah umur, usianya 7-6 tahun dan korbannya tidak hanya satu," kata Muslim, Senin (26/8/2019).
Dijelaskan, putusan majelis hakim sedikit berbeda dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU).
JPU sebenarnya tidak menyertakan tuntutan hukuman kebiri kimia.
Jaksa kala itu menuntut Aris dengan hukuman penjara 17 tahun dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan.
Namun, kata Muslim, berdasarkan pertimbangan dan fakta persidangan, hakim memiliki kewenangan untuk menentukan apa yang paling adil dalam memutuskan vonis perkara pidana.
"Majelis hakim itu punya independensi. Jadi tidak harus mengikuti tuntutan dari penuntut umum," katanya.
Tolak Kebiri Kimia
Sementara itu, saat ditemui di Lapas Mojokerto, Senin siang (26/8/2019), Aris menolak hukuman kebiri kimia itu.
Ia lebih memilih dihukum penjara atau dihukum mati.
"Saya keberatan dengan hukuman suntik kebiri. Saya menolak karena efek kebiri berlaku sampai seumur hidup."
"Mending saya dihukum dua puluh tahun penjara atau dihukum mati. Setimpal dengan perbuatan saya," kata Aris, dikutip dari Surya.co.id.
Dalam keterangannya, Aris juga mengaku menyesal telah melakukan pemerkosaan terhadap anak-anak di bawah umur.
Namun, dia memilih tambahan hukuman 20 tahun penjara atau dihukum mati dibandingkan disuntik kebiri kimia.
"Tetap saya tolak. Saya tidak mau. Kalau disuruh tanda tangan saya tidak mau tanda tangan," ucapnya saat itu.
Terkait kapan hukuman kebiri kimia itu dilakukan, Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur saat itu, Sunarta mengatakan, Aris baru akan menerima hukuman kebiri setelah menjalani hukuman penjara.
Diberitakan Kompas.com, Aris masih akan menjalani hukuman penjara selama 20 tahun ke depan.
Diketahui, selain divonis 12 tahun oleh hakim Pengadilan Tinggi Kabupaten Mojokerto dalam kasus pemerkosaan terhadap anak, ternyata Aris juga divonis 8 tahun oleh PN Kota Mojokerto dalam perkara yang sama.
"Jika menjalani sepenuhnya, akumulasinya menjadi 20 tahun," kata Sunarta, Jumat (30/8/2019).
Sementara hukuman tambahan berupa kebiri kimia akan dijalani terpidana Aris setelah menjalani hukuman pokok penjara.
"Jadi sebelum dia bebas, dia harus sudah menjalani hukuman kebiri kimia," ujar Sunarta
(Tribunnews.com/Sri Juliati) (Surya.co.id/Danendra Kusuma/Febrianto Ramadhani) (Kompas.com)