Dari Balik Lapas Terpidana Seumur Hidup Kasus Narkoba Jadi Otak Penipuan Online
Ternyata, AAS mengendalikan kegiatannya tersebut dari balik lembaga pemasyarakatan (Lapas).
Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terpidana seumur hidup kasus narkoba berinisial AAS menjadi otak penipuan online.
Ternyata, AAS mengendalikan kegiatannya tersebut dari balik lembaga pemasyarakatan (Lapas).
Adapun tindakan kejahatannya itu terendus oleh Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri.
Kasus itu diusut setelah korban berinisial RO melaporkan kasus tersebut ke kepolisian.
"Pelaku saat ini sebagai warga binaan dan atau narapidana yang masih menjalani hukuman. Pelaku merupakan napi yang saat ini menjalani hukuman penjara seumur hidup terkait kasus narkoba," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (18/1/2022).
Selain AAS, kata Ramadhan, dua tersangka lain yaitu H dan AZP juga diduga terlibat kasus penipuan online tersebut.
Keduanya yang juga eks narapidana diduga turut membantu AAS dalam menjalankan aksi kejahatan tersebut.
"Tersangka utamanya adalah AAS, kemudian dibantu H dan AZP. Ada dua temannya yang juga nanti akan menjadi tersangka yang merupakan mantan daripada warga binaan. Jadi pelakunya adalah warga binaan yang turut membantu adalah mantan warga binaan," jelas Ramadhan.
Baca juga: Istri Seorang Polisi di Sumatera Utara Dilaporkan Terkait Dugaan Penipuan Arisan Online
Dijelaskan Ramadhan, kasus penipuan online itu terjadi pada September 2021 lalu.
Tersangka AAS yang berada di dalam lapas berkenalan dengan salah satu korban berinisial RO secara online.
"Salah satu tersangkanya inisial AAS tersangka tersebut melakukan pencarian pertemanan secara acak atau random di media sosial kemudian setelah berkenalan dengan korban atas nama RO. Setelah berteman saling meminta nomor telepon dan nomor WhatsApp," terang Ramadhan.
Dalam perkenalan itu, kata Ramadhan, AAS mengaku sebagai anggota Polri yang bertugas di Medan. Hal itu untuk meyakinkan korbannya agar bisa diperdaya.
"Setelah itu yang bersangkutan mengaku salah satu anggota Polri kemudian mengaku bertugas di Kota Medan yang akan pindah ke Jakarta. Kemudian untuk meyakinkan kepada korbannya dia mengirimkan dokumen-dokumen mutasi atau perpindahan untuk meyakinkan dan juga merayu korban," beber Ramadhan.
Ramadhan menuturkan pelaku AAS kemudian meminta bantuan korban untuk mengirimkan sejumlah uang. Total, korban telah mentransfer hingga ratusan juta secara bertahap.
"Setelah lebih akrab tersangka meminta bantuan kepada korban dengan berbagai alasan. Kemudian tersangka mengirimkan rekening salah satu bank kemudian meminta transfer kepada korban tersebut dan uang tersebut dikirim kepada korban ke rekening yang telah diberikan dimana menggunakan rekening temannya," terang dia.
Adapun ketiga tersangka berhasil ditangkap di Rokan Hilir, Riau. Sebaliknya, penyidik Polri juga menyita sejumlah barang bukti dari tangan para tersangka.
"Jadi barang bukti yang disita ada handphone, KTP, buku tabungan, kertas catatan dan beberapa pin rekening ya," pungkas Ramadhan.
Atas perbuatannya tersebut, ketiga tersangka disangkakan melanggar pasal 51 ayat 1 dan 2 Jo pasal 35 dan atau UU nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU 11 tahun 2008 tentang ITE dan atau pasal 263 KUHP dan atau pasal 55 ke 1 juncto 378 KUHP dan atau pasal 5 dan pasal 10 UU 8 tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberatasan TPPU dan atau pasal 82 juncto pasal 85 nomor 3 tahun 2011 tentang transfer dana.