Dijerat Tuntutan Pidana Mati Oleh Jaksa, Hakim Tipikor Beberkan Dasar Vonis Nihil untuk Heru Hidayat
Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menjatuhkan vonis nihil pada terdakwa kasus tindak pidana korupsi di PT ASABRI Heru Hidayat.
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Wahyu Aji
Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menjatuhkan vonis nihil pada terdakwa kasus tindak pidana korupsi di PT ASABRI Heru Hidayat.
Padahal dalam tuntutan jaksa penuntut umum (JPU), Heru dituntut pidana mati karena perkara tersebut dinilai sebagai extra ordinary crime atau kejahatan luar biasa.
Adapun putusan itu dijatuhkan karena Majelis Hakim berpandangan jika vonis hukuman mati yang merujuk pada Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang Tipikor, tidak tertuang dalam dakwaan jaksa.
Sebab, sejak perkara ini masuk dalam persidangan, jaksa mendakwa Heru Hidayat dengan Pasal 2 Ayat 1 UU Tipikor dengan hukuman maksimalnya seumur hidup.
"Sehingga majelis hakim tidak dapat membuktikan unsur Pasal 2 Ayat 2 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi, akan tapi majelis hanya membuktikan Pasal 2 Ayat 1," kata Hakim Anggota Ali Muhtarom saat sidang pembacaan putusan, Selasa (18/1/2022).
Baca juga: BREAKING NEWS Hakim PN Tipikor Vonis Nihil Heru Hidayat dalam Perkara Korupsi di PT ASABRI
Lebih lanjut, Ali menjelaskan jika berdasar pada pasal 182 ayat 4 KUHAP, keputusan suatu perkara atau musyawarah harus didasarkan surat dakwaan dan segala sesuatu yang terbukti di sidang.
Dalam aturan tersebut tertuang kalau dakwaan dari jaksa merupakan batasan dan rujukan dalam pembuktian.
"Dengan adanya kata harus, maka putusan yang dijatuhkan tidak boleh keluar dari dakwan dan segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di sidang," kata majelis
Sementara, dari pertimbangan penuntut umum soal pemakaian Pasal 2 Ayat 2 perihal hukuman mati, dengan alasan keadaan tertentu.
Baca juga: Jelang Putusan Kasus Asabri, Hukuman Mati Heru Hidayat Dinilai Langgar Hak Hidup
Satu di antaranya, karena Heru juga terlibat dalam perkara korupsi lain yakni di PT Jiwasraya.
Majelis hakim berpandangan kalau alasan keadaan tertentu bisa dijadikan pemberantan bagi tindak pidana korupsi nika negara dalam keadaan bahaya.
"Sebagaimana undang-undang yang berlaku pada waktu bencana alam nasional, pengulangan tindak pidana korupsi dan pada waktu negara dalam krisis ekonomi dan moneter. Keadaan yang dapat dijadikan alasan pemberatan sebagaimana Pasal 2 Ayat 2," kata Ali.
Dengan begitu, kondisi pemberat yang dinyatakan jaksa dalam perkara ini tidak bisa dijadikan alasan hukuman mati, karena perkara korupsi yang dilakukan Heru pada Pengelolaan Keuangan dan Dana Investasi di PT. ASABRI berlangsung pada periode tahun 2012-2019.