Jaksa Agung: Vonis Nihil Heru Hidayat di Kasus Korupsi Asabri Tidak Memenuhi Rasa Keadilan
Jaksa Agung ST Burhanuddin memerintahkan jaksa penuntut umum di kasus korupsi mengajukan banding atas vonis terhadap Heru Hidayat.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Agung ST Burhanuddin memerintahkan jaksa penuntut umum di kasus korupsi mengajukan banding atas vonis terhadap Heru Hidayat.
Menurut Burhanuddin, vonis yang dijatuhkan hakum belum memenuhi rasa keadilan.
"Saya telah perintahkan JAMPidsus, tak ada kata lain selain banding," kata Burhanuddin di kantornya, Rabu (19/1/2022).
Dalam vonis yang dibacakan pada Selasa (18/1) malam, hakim menjatuhkan pidana nihil kepada Heru Hidayat.
Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera itu tidak dihukum penjara atau denda.
Baca juga: Pakar Hukum Pidana: Putusan Heru Hidayat di Kasus Asabri Ciderai Nalar Hukum
Vonis nihil dijatuhkan hakim Pengadilan Tipikor Jakarta karena Heru sudah divonis penjara seumur hidup dalam perkara Jiwasraya.
Menurut hakim, terdakwa yang sudah dijatuhi hukuman pidana mati atau penjara seumur hidup tidak boleh dijatuhi pidana selain itu.
"Undang-undang secara imperatif menentukan jika orang dijatuhi pidana mati atau seumur hidup di samping tidak boleh dijatuhi pidana selain pengumuman hukuman lain oleh majelis hakim, sehingga majelis hakim mengatakan ketentuan tersebut mutlak harus dipedomani. Berdasarkan pertimbangan tersebut, meski terdakwa bersalah, tapi karena terdakwa telah dijatuhi hukuman seumur hidup, maka pidana yang dijatuhi dalam perkara a quo adalah nihil," ungkap hakim Ali Muhtarom saat membacakan vonis terhadap Heru.
Majelis hakim yang terdiri Ignatius Eko Purwanto, Saifuddin Zuhri, Rosmina, Ali Muhtarom, Mulyono Dwi Purwanto pun menegaskan tidak setuju dengan tuntutan hukuman mati terhadap Heru.
Selain menjatuhkan vonis nihil, hakim juga meminta jaksa penuntut umum (JPU) mengembalikan beberapa barang bukti yang disita dalam perkara terdakwa Heru Hidayat, karena dinilai tidak diperoleh oleh Heru dari hasil korupsinya.
Barang bukti yang diminta untuk dikembalikan berupa kapal laut yang dibeli jauh sebelum Heru terjerat dalam perkara ini.
Total ada 18 unit kapal yang diperintahkan hakum dikembalikan kepada Heru.
"Barang bukti berupa kapal LNG Aquarius milik PT Hanochem Shipping, beserta seluruh dokumen kapal terbukti dimiliki PT Hanochem Shipping jauh sebelum tindak pidana korupsi dalam perkara ini, dibeli 3 konsorsium sejak tanggal 14 Desember 2011 harga USD 33 juta," kata hakim hakim anggota Ali Muhtarom.
Namun ada juga barang bukti yang diperintahkan untuk disita dan dirampas untuk negara.