Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

RUU TPKS Harus Mampu Melindungi Anak Korban Kekerasan Seksual  

Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) telah disahkan menjadi RUU usul inisiatif Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.

Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Wahyu Aji
zoom-in RUU TPKS Harus Mampu Melindungi Anak Korban Kekerasan Seksual  
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Massa yang tergabung dalam Jaringan Pembela Hak Perempuan Korban Kekerasan Seksual melakukan aksi unjuk rasa didepan Gedung DPR, Jakarta, Rabu (22/12/2021). Dalam aksinya mereka mendesak DPR RI mengesahkan rancangan undang-undang Tindak Pidana Kekerasa Seksual (RUU TPKS) sebagai RUU Inisiatif DPR RI pada sidang paripurna DPR pembukaan masa sidang 13 Januari 2022 sebagai bentuk perempuan Indonesia bebas dari kekerasan dan pelecehan seksual. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

Laporan Wartawan Tribunnews.com Aisyah Nursyamsi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) telah disahkan menjadi RUU usul inisiatif Badan Legislasi (Baleg) DPR RI pada Selasa, (18/01/2022). 

Menanggapi pengesahan ini, Indonesia Joining Forces (IJF), aliansi enam organisasi hak anak bersama-sama Aliansi PKTA serta Jaringan AKSI, mengadakan kegiatan terkait hal ini.

Kegiatan tersebut bertajuk ‘Sejauh Mana RUU TPKS Melindungi Anak Korban Kekerasan Seksual’ secara daring.

Tujuannya untuk menyuarakan upaya kolaborasi dalam mengupayakan RUU PKS yang mengakomodir perlindungan anak.

Pengesahan RUU TPKS menjadi RUU Usul Inisiatif Baleg DPR RI adalah satu capaian penting dari perjuangan panjang untuk menghadirkan instrumen hukum yang komprehensif.

Sekaligus, berperspektif pada korban dalam menangani kekerasan seksual yang sudah berlangsung sejak lama.
Ketua Eksekutif Komite IJF, Dini Widiastuti dalam media briefing mengungkapkan bahwa IJF mengapresiasi inisiatif dari DPR, menjadikan RUU TPKS ini sebagai RUU Usul Inisiatif Baleg DPR RI kemarin.

Baca juga: PKS Tegaskan Tolak Segala Bentuk Kekerasan Seksual Tapi Harus Diatur Secara Komprehensif

Berita Rekomendasi

Selain itu IJF pun ingin mengapresiasi Presiden Joko Widodo yang telah menunjukkan komitmennya dalam mendorong percepatan pembahasan RUU TPKS.

"Pengesahan RUU ini menjadi milestone yang penting, namun, perjuangan untuk menghapus kekerasan seksual ini masih panjang," ungkapnya pada pers rilis, Jumat (21/1/2022).

Di sisi lain IJF juga masih mencatat beberapa temuan hasil yang belum diakomodir oleh RUU dalam isu perlindungan anak. 

Mengingat bahwa proses penyusunan RUU selanjutnya akan dilakukan oleh pemerintah melalui penyusunan DIM (daftar inventaris masalah). 

Beberapa diantaranya adalah belum adanya semua bentuk kekerasan seksual yang diatur seperti pemaksaan perkawinan, penjelasan lebih rinci terkait pencegahan dan penindakan kekerasan seksual lewat teknologi digital.

Baca juga: Semua Pihak Harus Berkomitmen Kuat Kawal Percepatan Proses Legislasi RUU TPKS

Dan lagi, ada tantangan perlindungan korban dan pelaku kekerasan seksual anak dan masih belum diakomodir di dalam RUU TPKS

Beberapa diantaranya adalah saat ini di dalam Pasal 26 RUU TPKS, kewajiban melapor hanya diberikan kepada tenaga kesehatan, padahal harusnya keluarga, tenaga pendidik, masyarakat juga memiliki kewajiban yang sama. 

Selain itu, beberapa poin lain yang perlu diperhatikan. Hal ini diungkapkan oleh Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) DKI Jakarta, Dr Margaretha Hanita S.H, M.Si.

Yaitu, belum adanya poin aborsi dan pencegahan kehamilan bagi korban pemerkosaan.

Selanjutnya rumah aman dinas sosial yang masih terbatas bagi korban.

Dan yang paling penting, anak korban kekerasan seksual tidak mendapatkan rehabilitasi secara paripurna sehingga ada potensi menjadi pelaku kekerasan seksual.

Baca juga: Kementerian PPPA Komitmen Kawal RUU TPKS Sampai Jadi Undang-Undang

"Hal-hal ini tentunya perlu menjadi pertimbangan juga, “ tegas Margaretha.

Lalu, pendapat lain datang dari Dosen Tetap Program Sarjana Ilmu Hukum Universitas Bina Nusantara Dr. Ahmad Sofian, S.H., M.A.

Menurutnya perumusan RUU TPKS masih belum mampu memberikan perlindungan bagi anak korban kekerasan seksual karena perumusannya masih mencampurkan norma untuk orang dewasa dan anak-anak. 

Sehingga, ketika menyusun pasal RUU TPKS, harus ada pemisahan antara hukum untuk anak-anak dan dewasa, yang bisa dilakukan dengan pemilahan ayat.

Selain itu, terkait dengan alat bukti, anak-anak juga harus bisa diberi kekhususan dan tidak mengacu pada pasal pasal 184 KUHAP atau pasal pembuktian RUU TPKS.

Baca juga: Komnas Perempuan Minta Jokowi Segera Keluarkan Surpres RUU TPKS

Hal ini dikarenakan anak-anak sering tidak bisa menyatakan, merasakan, melihat, dan menceritakan pelaku kekerasan seksual. 

"Sehingga sering, keterangan anak tidak bisa menjadi alat bukti. Dengan adanya pemilahan, proses hukum kekerasan seksual terhadap anak bisa naik ke proses pengadilan," kata Ahmad Sofian.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas