Santy Saptari Ceritakan Proses Penyusunan Buku 'Sultan Agung dalam Goresan S. Sudjojono'
Santy Saptari, mengaku mendapat banyak materi dan dokumentasi dari banyak pihak untuk menyusun Buku 'Sultan Agung dalam Goresan S. Sudjojono'.
Penulis: Faryyanida Putwiliani
Editor: Pravitri Retno W
Buku ini menelusuri hasil riset, kunjungan ke museum dan institusi di Indonesia maupun Belanda, wawancara narasumber dan pembacaan buku sejarah serta pemikiran, pertanyaan dan berbagai tantangan yang dihadapi Sudjojono dalam proses pembuatan yang dituangkannya dalam ke sketsa-sketsa tersebut.
Salah satu contoh risetnya terlihat dalam penggambaran sketsa-sketsa yang secara khusus mengeksplorasi cara berpakaian, posisi duduk, posisi tangan, dan suasana singgasana Sultan Agung, termasuk orang-orang di sekitarnya, benda-benda pusaka, dan bentuk, desain serta warna panji-panji pasukan Kesultanan Mataram Islam.
Sudjojono mendapatkan referensi mengenai panji-panji Jawa dari buku yang diberikan oleh Pemda DKI berjudul “History of Java” oleh Thomas Stamford Raffles, 1812.
Buku ini ditutup dengan pembahasan mengenai lukisan Sultan Agung sebagai perwujudan sikap dan semangat nasionalisme S. Sudjojono yang penting untuk digunakan sebagai cara untuk terus digaungkan keseluruh generasi muda Indonesia.
Baca juga: Lestarikan Warisan Budaya, Jawara Patra Gelar Kompetisi ‘Pentas Harmoni Pencak Silat & Musik’
Workshop Sketsa Bertajuk Sketch Like Sudjojono
Diwartakan Tribunnews.com sebelumnya, S. Sudjojono dikenal bukan hanya sebagai seniman pembaru dengan karya-karya terbilang maesterpiece, namun juga seorang pemikir kesenian dan kebudayaan.
Ia melahirkan sebuah rumusan perihal "jiwa kethok" atau jiwa tampak, di mana menurutnya kesenian adalah jiwa.
Bagi pelukis yang dijuluki Bapak Seni Lukis Indonesia Baru ini, goresan seseorang di dalam lukisan memperlihatkan atau menyiratkan watak dan karakter sesungguhnya.
Seturut upaya memaknai serta merespons kembali karya-karya S. Sudjojono, diselenggarakan sebuah Workshop Sketsa bertajuk “Sketch Like Sudjojono”, pada Minggu, 23 Januari 2022.
Agenda yang berlangsung di Tumurun Private Museum, Surakarta, Jawa Tengah, tersebut menghadirkan narasumber Jevi Alba, seorang sketcher yang tergabung dalam Komunitas Solo Sketcher dan Komunitas Cat Air (KOLCAI) Solo.
Baca juga: Kampung Adat Miduana yang Terlupakan Padahal Terdapat Peninggalan Kebudayaan Sunda 2000 Tahun Lalu
Sebagai sketcher atau seniman sketsa, Jevi Alba kerap kali melakukan workshop keliling untuk memperkenalkan karya sketsa dan seni lukis cat air.
Termasuk mengenalkan water color sketching hingga ke Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan.
Peralatan yang diperlukan untuk workshop terbilang sederhana, berupa kertas sketsa, dan penghapus.
Namun, menurut Jevi, hal utama dalam proses membuat sketsa justru adalah teknik menggaris yang dapat mencerminkan kejujuran para peserta sewaktu melihat sebuah objek kemudian bagaimana mereka mendokumentasikan atau menggoreskannya ke dalam bentuk sketsa.