Santy Saptari Ceritakan Proses Penyusunan Buku 'Sultan Agung dalam Goresan S. Sudjojono'
Santy Saptari, mengaku mendapat banyak materi dan dokumentasi dari banyak pihak untuk menyusun Buku 'Sultan Agung dalam Goresan S. Sudjojono'.
Penulis: Faryyanida Putwiliani
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Konsultan Seni dan Kurator Pameran Mukti Negeriku, Santy Saptari, mengaku mendapat banyak materi dan dokumentasi dari berbagai pihak untuk menyusun Buku 'Sultan Agung dalam Goresan S. Sudjojono'.
Salah satu di antaranya, Santy mengaku mendapat banyak dokumentasi dari Sudjojono Center.
Santy merasa cukup beruntung karena bisa mendapat dokumentasi yang sangat baik terkait Lukisan Sultan Agung karya S. Sudjojono di Sudjojono Center.
Pasalnya, di Sudjojono Center terdapat banyak sekali surat dan tulisan tangan langsung dari S. Sudjojono.
Sehingga bisa memudahkannya untuk memahami pemikiran dan pandangan dari S. Sudjojono.
"Pengumpulan materi-materi ya. Kita cukup beruntung sebenarnya karena di Sudjojono Center itu dokumentasinya sangat baik ya. Dan banyak sekali seperti surat-surat dan tulisan dari Pak Sudjojono langsung."
Baca juga: Pameran Mukti Negriku Gelar Acara Puncak Peluncuran Buku Sultan Agung dalam Goresan S Sudjojono
"Jadi kita bisa langsung mengerti pemikirannya beliau pandangannya, dan segala macam," kata Santy dalam acara peluncuran buku 'Sultan Agung dalam Goresan S Sudjojono' yang digelar secara virtual pada Sabtu (22/1/2022).
Selain itu, Santy juga medapatkan dokumentasi dari tim DKI yang memesan lukisan Sultan Agung karya S, Sudjojono.
Namun, untuk materi terkait Sultan Agung dan peristiwa pertempuran yang pernah dialaminya, harus Santy dapatkan dari Belanda.
Karena, arsip sejarah tentang Sultan Agung kebanyakan memang hanya ada di Belanda.
"Dan juga dokumentasi-dokumentasi dari tim DKI yang memesan lukisan ini. Cuma mungkin seperti tentang Sultan Agung dan peristiwa pertempuran itu sendiri kita harus mencari jauh sekali ke Belanda. Jadi banyak sekali email-email segala macam, itu arsip-arsip kebanyakan dari Belanda," terangnya.
Baca juga: Pameran Mukti Negeriku! Kupas Perjuangan Sultan Agung melalui Mahakarya Lukisan S Sudjojono
Buku 'Sultan Agung dalam Goresan S. Sudjojono'
Diketahui buku 'Sultan Agung dalam Goresan S. Sudjojono' ini mengupas lengkap latar belakang, makna, nilai dan konteks sejarah salah satu mahakarya Sudjojono “Sejarah Perjuangan Sultan Agung” (1974: koleksi Museum Sejarah Jakarta).
Pada buku ini juga diuraikan mengenai riset mendalam S. Sudjojono dalam persiapannya membuat lukisan tersebut yang dituangkannya dalam ke-38 sketsa studi.
Buku ini menelusuri hasil riset, kunjungan ke museum dan institusi di Indonesia maupun Belanda, wawancara narasumber dan pembacaan buku sejarah serta pemikiran, pertanyaan dan berbagai tantangan yang dihadapi Sudjojono dalam proses pembuatan yang dituangkannya dalam ke sketsa-sketsa tersebut.
Salah satu contoh risetnya terlihat dalam penggambaran sketsa-sketsa yang secara khusus mengeksplorasi cara berpakaian, posisi duduk, posisi tangan, dan suasana singgasana Sultan Agung, termasuk orang-orang di sekitarnya, benda-benda pusaka, dan bentuk, desain serta warna panji-panji pasukan Kesultanan Mataram Islam.
Sudjojono mendapatkan referensi mengenai panji-panji Jawa dari buku yang diberikan oleh Pemda DKI berjudul “History of Java” oleh Thomas Stamford Raffles, 1812.
Buku ini ditutup dengan pembahasan mengenai lukisan Sultan Agung sebagai perwujudan sikap dan semangat nasionalisme S. Sudjojono yang penting untuk digunakan sebagai cara untuk terus digaungkan keseluruh generasi muda Indonesia.
Baca juga: Lestarikan Warisan Budaya, Jawara Patra Gelar Kompetisi ‘Pentas Harmoni Pencak Silat & Musik’
Workshop Sketsa Bertajuk Sketch Like Sudjojono
Diwartakan Tribunnews.com sebelumnya, S. Sudjojono dikenal bukan hanya sebagai seniman pembaru dengan karya-karya terbilang maesterpiece, namun juga seorang pemikir kesenian dan kebudayaan.
Ia melahirkan sebuah rumusan perihal "jiwa kethok" atau jiwa tampak, di mana menurutnya kesenian adalah jiwa.
Bagi pelukis yang dijuluki Bapak Seni Lukis Indonesia Baru ini, goresan seseorang di dalam lukisan memperlihatkan atau menyiratkan watak dan karakter sesungguhnya.
Seturut upaya memaknai serta merespons kembali karya-karya S. Sudjojono, diselenggarakan sebuah Workshop Sketsa bertajuk “Sketch Like Sudjojono”, pada Minggu, 23 Januari 2022.
Agenda yang berlangsung di Tumurun Private Museum, Surakarta, Jawa Tengah, tersebut menghadirkan narasumber Jevi Alba, seorang sketcher yang tergabung dalam Komunitas Solo Sketcher dan Komunitas Cat Air (KOLCAI) Solo.
Baca juga: Kampung Adat Miduana yang Terlupakan Padahal Terdapat Peninggalan Kebudayaan Sunda 2000 Tahun Lalu
Sebagai sketcher atau seniman sketsa, Jevi Alba kerap kali melakukan workshop keliling untuk memperkenalkan karya sketsa dan seni lukis cat air.
Termasuk mengenalkan water color sketching hingga ke Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan.
Peralatan yang diperlukan untuk workshop terbilang sederhana, berupa kertas sketsa, dan penghapus.
Namun, menurut Jevi, hal utama dalam proses membuat sketsa justru adalah teknik menggaris yang dapat mencerminkan kejujuran para peserta sewaktu melihat sebuah objek kemudian bagaimana mereka mendokumentasikan atau menggoreskannya ke dalam bentuk sketsa.
Hal mana itu selaras pula dengan pandangan Sudjojono yang berkeyakinan bahwa dengan mengenali getaran sapuan kuas pada suatu lukisan, kita akan mengetahui watak si pelukis.
Baca juga: Budaya Betawi Hiasi Ibadah Misa di Gereja Katolik Santo Servatius
Sapuan kuas tidak lain adalah segala sesuatu yang dituangkan seorang pelukis secara sadar atau tidak sadar, ke dalam seluruh ruang kanvas (garis-garis, titik-titik, noda-noda, ruang hampa, atau diisi).
Melalui workshop ini, peserta tidak hanya diajak belajar perihal teknik gambar, namun sesungguhnya menelusuri kembali jejak dan riwayat cipta seorang S. Sudjojono yang terefleksikan melalui karya-karya sketsanya.
Workshop yang terbuka bagi peserta terbatas ini merupakan buah kerja sama S. Sudjojono Center, Tumurun Private Museum, dan Kompas Gramedia.
Kegiatan ini masih serangkaian pameran bertajuk ‘Mukti Negeriku! Perjuangan Sultan Agung Melalui Goresan S. Sudjojono’ diselenggarakan di Tumurun Private Museum sedari 28 Agustus 2021 sampai 28 Februari 2022 mendatang.
"Mukti Negeriku! Perjuangan Sultan Agung Melalui Goresan S.Sudjojono" adalah pameran yang menampilkan reproduksi salah satu mahakarya Sudjojono, lukisan Pertempuran antara Sultan Agung dan Jan Pieterszoon Coen, koleksi Museum Sejarah Jakarta.
Baca juga: Workshop Sketsa Bertajuk Sketch Like Sudjojono, Minggu 23 Januari 2022 di Tumurun Museum Solo
Lukisan ini dipesan oleh Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin untuk peresmian pembukaan museum tersebut pada tahun 1974.
Untuk menghasilkan lukisan dan memperoleh data historis yang akurat, S. Sudjojono melakukan riset di Jakarta, Solo, dan Belanda selama 3 bulan.
Hasil dari riset tersebut, ia merampungkan lukisan berukuran 3x10 meter, terdiri dari tiga panel besar, yang dikerjakan selama 7 bulan.
Dalam proses tersebut, Sudjojono juga menghasilkan puluhan sketsa dalam persiapan pembuatan lukisan tersebut.
Sejumlah 38 buah sketsa-sketsa studi lukisan Sultan Agung, yang kini menjadi koleksi Tumurun Private Museum, untuk pertama kalinya dipamerkan secara lengkap di Indonesia.
Selaras pameran tersebut diselenggarakan pula Peluncuran Buku “Sultan Agung dalam Goresan S. Sudjojono” Sabtu, 22 Januari 2022.
(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Arif Fajar Nasucha)