Pimpinan MPR: Keterpaduan Penanggulangan Bencana Perlu Pemahaman Kebencanaan dari Semua Pihak
Keterpaduan penanggulangan bencana perlu pemahaman yang sama dari para pemangku kepentingan dan masyarakat.
Editor: Hasanudin Aco
Direktur Pemetaan dan Evaluasi Bencana BNPB, Udrekh mengungkapkan, upaya penanggulangan bencana ditujukan untuk menekan tingkat kerugian dan kematian dampak dari bencana tersebut.
Pada 2019, ujar Udrekh, Presiden Jokowi menegaskan perlu perencanaan, pelibatan pakar, sinergi untuk upaya pencegahan, mitigasi dan meningkatkan kesiapsiagaan dalam upaya menghadapi ancaman bencana.
Untuk memenuhi keterpaduan dalam penanggulangan bencana, tambah Udrekh, perlu edukasi dan literasi yang masif terkait upaya peningkatan pemahaman masyarakat tentang bencana.
Udrekh berpendapat, saat ini kita memerlukan tata kelola penanggulangan bencana yang operasional dan bukan hanya pada tataran aturan semata.
Sehingga, tambahnya, masyarakat mampu menjadi subjek dalam upaya penanggulangan bencana. Karena saat ini, diakui Udrekh, pelaksana penanggulangan bencana di pusat dan daerah kapasitas skil dan pengetahuannya masih terbilang rendah.
Ahli Tsunami dan Perekayasa BRIN, Widjo Kongko mengungkapkan tiga lempengan besar yang melintas di Indonesia selalu bergerak 7 cm-11 cm per tahun dan dalam 400 tahun terakhir tercatat 200 kali tsunami di tanah air.
Separuh dari tsunami yang terjadi di Nusantara itu, tegas Widjo Kongko, terjadi di Indonesia Timur.
Peristiwa gempa dan tsunami yang berdampak menimbulkan kerugian yang besar, menurut Widjo Kongko, karena banyak hal yang tidak diketahui oleh para pemangku kepentingan.
Dengan kondisi tersebut, tegasnya, upaya mitigasi dan edukasi terkait potensi bencana di tanah air harus konsisten dilakukan oleh semua pihak.
Bupati Bojonegoro Periode 2008-2018, Suyoto menegaskan sinergi terpadu dalam penanggulangan bencana bisa terwujud kalau ada kerja sama dan memiliki visi yang sama antar pemangku kepentingan.
"Sehingga antar para pelaksana penanggulangan bencana harus memiliki kapasitas yang memadai dalam menghadapi ancaman bencana," ujar Suyoto.
Karena, tegasnya, ketidaktahuan adalah musuh dalam menghadapi bencana. Sehingga, tambah Suyoto, kesadaran sosial untuk menanggulangi bencana harus terus ditumbuhkan di masyarakat.
Jurnalis senior, Saur Hutabarat mengusulkan perlunya reorganisasi kelembagaan dalam penanggulangan bencana di tanah air.
"Siapakah yang bertanggung jawab bila terjadi erupsi gunung api, gempa tektonik, dan tsunami secara bersamaan?" tanya Saur.
Menurut dia, penggabungan BMKG yang menangani data cuaca dan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) yang menangani kegempaan dalam satu atap diharapkan mampu memberikan deteksi dini terpadu terhadap ancaman bencana di tanah air. *