Mengenang Soeharto: Aksi Blusukannya Saat Itu Bikin Para Pejabat Daerah Pucat dan Keringat Dingin
Soeharto wafat pada 27 Januari 2008 pukul 13.10 WIB di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP), Jakarta Selatan.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto meninggal dunia pada 27 Januari 2008, tepat pada hari ini 14 tahun lalu.
Soeharto wafat pada 27 Januari 2008 pukul 13.10 WIB di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP), Jakarta Selatan.
Setelah menjalani perawatan selama 23 hari, Soeharto mengalami kegagalan multiorgan dan dinyatakan wafat di usianya 86 tahun.
Presiden Soeharto kemudian dimakamkan di komplek pemakaman Astana Giribangun yang berlokasi di lereng barat Gunung Lawu, Kecamatan Matesih, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.
Untuk mengenang presiden ke-2 RI tersebut, berikut sejumlah kisah tentangnya:
Bukan soal asing jika selama ini Presiden Joko Widodo (Jokowi) dikenal dengan aksi blusukannya.
Namun, generasi milenial mungkin tak banyak yang tahu jika kebiasaan itu sudah dilakukan Soeharto dan bahkan sering bikin pejabat daerah kalang kabut.
Kumpulan kisah ini pernah dikupas oleh sebuah channel di YouTube.
Kanal dengan nama Lagi Rame mengunggah video sekitar 6 menit yang menguak aksi blusukan Soeharto dan apa yang dilakukannya saat itu.
Apa saja? Berikut ceritanya:
1. Pantang makan di restoran atau minta dijamu pejabat.
Soeharto yang melakukan blusukan di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur tak pernah makan di restoran.
Baca juga: 14 Tahun Soeharto Wafat: Ini Kisah sang Jenderal Bintang 5 yang Justru Takut saat Disoraki Bocah SD
Ia membawa rombongan kecil untuk memasak sendiri dan bawa beras dari Jakarta.
2. Dibekali Bu Tien dengan sambal teri dan kering tempe
Selain rombongan yang memasakkan makanan untuk Soeharto, ia juga dibawakan bekal dari Tien Soeharto atau sering dikenal dengan sebutan Bu Tien.
Bekalnya adalah sambal teri dan kering tempe.
3. Kondisi blusukan sangat memprihatinkan tapi Soeharto menikmatinya
Saat itu kondisi Indonesia sedang terpuruk maka dalam perjalanan Soeharto sering menemukan kondisi yang memprihatinkan.
Baca juga: Tutut Soeharto Gugat Jasa Marga dan 10 Pihak Lain Senilai Rp600 Miliar
Menurut penuturan Jenderal Purnawirawan Tri Sutrisno mantan ajudan yang kemudian menjadi Wakil Presiden Soeharto melalui buku 'Soeharto The Untold Stories' terbitan Gramedia menjelaskan tentang hal ini.
Kondisi saat blusukan sangat memprihatinkan, Tri heran kenapa seorang presiden kok nerimo saja.
Bahkan Soeharto terlihat senang blusukan.
"Saya melihat pak Harto menikmati perjalanan keliling desa itu," kata Tri Sutrisno dalam buku tersebut.
4. Mengorek informasi dari petani
Tahun 1965 inflasi capai 500 persen harga beras naik 900 persen defisit anggaran belanja mencapai 300 persen dari pemasukannegara indonesia di ambang kebangkrutan.
Setelah dilantik jadi pejabat presiden 1967 Soeharto keliling daerah dan kumpulkan informasi dari petani.
Soeharto sadar petani dan swasembada pangan menjadi kunci untuk perbaiki perekonomian Indonesia.
Dari berkeliling Soeharto tahu apa yang dibutuhkan untuk memperbaiki kondisi pangan.
Ini cikal bakal Repelita atau Rencana Pembangunan Lima Tahun.
Baca juga: Tutut Soeharto Gugat Jasa Marga dan 10 Pihak Lain Senilai Rp600 Miliar
Tahun 1969 hingga 1974 pembangunan fokus pada pertanian dan industri yang mendukungnya.
Slogan Soeharto sederhana, cukup pangan, cukup papan, cukup sandang, cukup lapangan pekerjaan dan pendidikan.
5. Penyamaran fenomenal bikin pejabat daerah kalang kabut
Soeharto sering keliling daerah terpencil untuk melihat hasil pembangunan.
Tak jarang aksi ini bikin para pejabat seperti menteri ataupun pejabat daerah tak berkutik kalau hanya sekedar menceritakan hasil yang manis.
Lantaran Soeharto langsung ke bawah untuk membuktikannya.
Saat berkeliling Soeharto hanya ditemani ajudan atau satu dua pengawal dan dokter pribadi kata Tri Sutrisno masih dari buku tadi.
"Pak Harto selalu melakukan Incognito, Pak Harto selalu berpesan tidak boleh ada satupun yang tahu kalau Pak Harto mau melakukan incognito," kata Tri.
Apa yang dilakukan Soeharto bikin pejabat daerah kalang kabut karena benar-benar tak tahu.
Wajah pucat dan bikin keringat dingin mengucur deras karena Soeharto membuktikan sendiri hasil pembangunan atau kemungkinan-kemungkinan bila terjadi penyimpangan.
6. Tidur di rumah penduduk
Dalam blusukannya Soeharto tak pernah tidur di hotel.
Ia memilih tidur di rumah penduduk atau tidur di rumah kepala desa.
Soeharto lalu berbincang tanpa perantara dan mencatat.
Daerah mana yang berhasil dan daerah mana yang perlu ditingkatkan.
7. Limbah kotor Teluk Jakarta
Presiden Soeharto pernah mengajak Emil Salim dan menunjukkan Teluk Jakarta.
Sarwendah Curhat soal Perlakuan Ruben Onsu, Bahkan di Atas Ranjang Sebelum Tidur
Ia memperlihatkan bagaimana limbah mengotori teluk Jakarta bahkan daerah lain.
Soeharto mencontohkan dulu bisa mencuci kerbau sampai bersih kini sudah tak bisa.
Ia menunjukkan teluk tersebut dan mengatakan kalau teluk tersebut sudah dibangun 10 tahun lalu, bisa dibayangkan 20 tahun nanti bagaimana kondisinya.
Soeharto lalu bertanya pada Emil apakah ia bisa membantunya memperbaiki kondisi tersebut.
Ternyata itu permintaan Soeharto pada Emil agar bersedia menjadi Menetri Lingkungan Hidup.
8. Mencatat di punggung ajudan dan pantang menyerah
Soeharto yang gemar blusukan untuk pastikan pembangunan apakah berjalan sesaui rencana atau tidak membuatnya harus melakukan pencatatan secara detail.
Ia bahkan mencatat segala informasi dengan menggunakan punggung ajudannya bila tak ada meja yang bisa digunakan.
Soeharto di awal kekuasaan rajin melakukan blusukan, hal ini seperti yang dicatat pada 'Otobiografi Seoharto, Pikiran, Ucapan dan Tindakan.'
"Tentu saja saya pun kadang-kadang merasa capek, karena hilir mudik dari sana ke mari lewat daratan, terbang dari satu tempat ke tempat lainnya untuk memulai dengan pembangunan yang baru dan mengontrol pembangunan yang sedang berjalan, dan lelah pula karena memeras otak."
"Tetapi saya tidak boleh mengeluh, apalagi menyerah. Pembangunan adalah perjuangan yang sengit," kata Soeharto melalui buku tersebut.