KSP: IKN di Kalimantan, Jadikan Indonesia Tak Lagi Jawa Sentris
Ali Mochtar Ngabalin mengatakan bahwa gagasan pemindahan ibu kota negara (IKN) ke Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews Taufik Ismail
TRIBUNNEWS. COM, JAKARTA - Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin mengatakan bahwa gagasan pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) ke Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur adalah bukti keseriusan Pemerintah dalam memeratakan pembangunan agar tidak terpusat di Pulau Jawa.
"Sebagian besar APBN hanya berputar di Jawa. Jadi gagasan pertama dan utama dari pemindahan IKN ini adalah agar indonesia tidak menjadi Jawa Sentris," kata Ali Ngabalin dalam keterangannya, Minggu, (30/1/2022).
Hal ini bukan tanpa alasan, Pulau Jawa selalu menjadi penyumbang terbesar bagi Perekonomian Indonesia.
Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), Pulau Jawa mencatatkan angka 57,55 persen untuk besaran Produk Domestik Bruto (PDB) pada kuartal III-2021.
Ini artinya perputaran ekonomi terbesar terjadi di Pulau Jawa.
Sementara itu, PDB di Pulau Kalimantan hanya tercatat sebesar 8,32 persen, Pulau Sulawesi sebesar 6,98 persen, serta Pulau Maluku dan Papua sebesar 2,45 persen.
Baca juga: PKS Berharap Kepala Otorita Ibu Kota Negera Baru Tak Miliki Beban Masa Lalu
"Dengan pemindahan IKN ini perputaran APBN, alokasi keuangan, dan kebijakan yang tadinya berpusat di Pulau Jawa dapat bergeser dan merata ke Pulau di luar Jawa. Ini akan memutus mata rantai 'apa-apa Orang Jawa'," lanjut Ali.
Dr. Septinus Saa, seorang akademisi dari Universitas Cenderawasih di Papua, juga mendukung langkah visioner Pemerintah.
Dirinya juga mencontohkan bagaimana tata kelola Pemerintahan di Australia menjadi lebih baik setelah Ibu Kota Negara berpindah dari Sydney ke Melbourne.
Baca juga: Kemenhub: Pembangunan Transportasi di Ibu Kota Baru Butuh Dana Rp 582,6 Miliar
"Kita melihat kepadatan penduduk di Pulau Jawa terutama Jakarta. Selain itu, faktor lingkungan juga terbengkalai dimana sekarang banyak terjadi musibah. Hal ini menjadikan Jakarta tidak ideal lagi sebagai Ibu Kota," kata Septinus.