Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Soal Kerangkeng Manusia Milik Bupati Langkat, Pakar Ingatkan Pidana Merampas Kemerdekaan Orang

Simak tanggapan pakar hukum soal kerangkeng manusia mili Bupati Langkat nonaktif, ingatkan jeratan pidana merampas kemerdekaan orang lain.

Penulis: Shella Latifa A
Editor: Arif Fajar Nasucha
zoom-in Soal Kerangkeng Manusia Milik Bupati Langkat, Pakar Ingatkan Pidana Merampas Kemerdekaan Orang
H/O via TribunMedan
Penjara manusia di rumah Bupati Langkat Terbit Rencana Peranginangin. -Simak tanggapan pakar hukum soal kerangkeng manusia mili Bupati Langkat nonaktif, ingatkan jeratan pidana merampas kemerdekaan orang lain. 

TRIBUNNEWS.COM - Temuan kerangkeng berisi manusia di kediaman rumah Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Peranginangin masih ramai diperbincangkan.

Kerangkeng itu disebut-sebut sebagai tempat rehabilitasi bagi pecandu narkoba.

Namun pada kenyataannya, ruangan tersebut tak memiliki izin alias ilegal sebagai tempat rehabilitasi.

Dalam perkembangan kasus ini, terkuak pula berbagai fakta soal kerangkeng manusia tersebut.

Baca juga: Kesaksian 2 Wanita Penyedia Makanan Penghuni Kerangkeng Bupati Langkat, Bantah Beri Makan 2 Kali

Seperti temuan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), yang mengatakan puluhan orang hidup di dalam kerangkeng secara terkunci dan diperlakukan seperti tahanan.

Bahkan, manusia yang ditahan tersebut dipekerjakan tanpa upah.

Atas hal itu, pakar hukum asal Surakarta, T Priyanggo Saputro memberi tanggapannya.

Berita Rekomendasi

Priyanggo pun mengingatkan, pengelola kerangkeng bisa berpotensi terjerat dugaan tindak pidana merampas kemerdekaan orang lain.

Penjara manusia di rumah Bupati Langkat, Terbit Rencana Peranginangin.
Penjara manusia di rumah Bupati Langkat, Terbit Rencana Peranginangin. (H/O via TribunMedan)

Baca juga: Poin Perjanjian Keluarga Penghuni Kerangkeng Manusia Bupati Langkat, Tak Boleh Menuntut & Menjemput

Hal itu tertuang dalam pasal 333 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

"Perbuatan dengan sengaja membuat sebuah ruangan atau rumah yang dipergunakan untuk menghimpun seseorang tapi mereka tidak diberi kebebasan, tentunya dari kacamata hukum ini melanggar pasal 333 KUHP."

"Pasal ini merupakan konteks pemalsuan kemerdekaan. Artinya dalam hal ini, patut diduga merampas kemerdekaan seseorang," jelas Priyanggo dalam program Kacamata Hukum Tribunnews.com, Senin (31/1/2022).

Adapun ancaman sanksi dari tindak pidana merampas kemerdekaan, yakni pidana penjara paling lama 8 tahun penjara.

Baca juga: LPSK Desak Kepolisian Lakukan Penyelidikan Terkait Adanya Kerangkeng Manusia di Rumah Bupati Langkat

Berikut bunyi pasal 333 KUHP:

"(1) Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum merampas kemerdekaan seseorang, atau meneruskan perarnpasan kemerdekaan yang demikian, diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun.

(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan luka-luka berat maka yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.

(3) Jika mengakibatkan mati diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.

(4) Pidana yang ditentukan dalam pasal ini diterapkan juga bagi orang yang dengan sengaja dan melawan hukum memberi tempat untuk perampasan kemerdekaan," demikian bunyi pasal itu.

Apa saja ancaman hukuman bagi oknum pejabat yang berselingkuh ? Begini penjelasan dari ahli hukum, T Priyanggo Trisaputro pada program siaran langsung Kacamata Hukum Tribunnews, Senin (29/3/2021).
Ahli hukum, T Priyanggo Trisaputro pada program siaran langsung Kacamata Hukum Tribunnews, Senin (29/3/2021). (Tangkapan Layar Youtube Tribunnews)

Baca juga: LPSK Duga Ada Pembiaran Terstruktur Terkait Kerangkeng Manusia di Rumah Bupati Langkat

Sebagai advokat, Priyanggo mengaku baru pertama kali ini melihat kasus temuan kerangkeng dimiliki secara perseorangan.

Menurutnya, tak ada aturan yang memperbolehkan seseorang membangun penjara manusia di kediaman pribadi.

Priyanggo juga menyoroti temuan LPSK mengenai adanya pernyataan dari pihak penghuni kerangkeng tak boleh menuntut pengelola jika sakit atau meninggal.

Dia menilai pernyataan tersebut telah bertentangan dengan hukum, sehingga tak berkekuatan apa-apa.

"Isi dari pernyataan tersebut apabila terjadi suatu hal dalam hal ini meninggal dunia, keluarga tidak boleh menuntut si pengelola pembinaan."

"Ini sangat aneh ketika ini pernyataan bertentangan dengan hukum, ini tidak berguna," tutur Ketua Young Lawyers DPC Peradi Solo itu.

Baca juga: Kuasa Hukum Bupati Langkat Heran Temuan Tahanan Meninggal di Kerangkeng: Ada Oknum yang Diuntungkan

Sehingga, menurut dia, dalam kasus ini tak hanya perihal tindak pidana yang terjadi.

Melainkan juga pada dugaan pelanggaran HAM.

Ia pun berharap pihak pengelola kerangkeng bisa-bisa betuk mengungkapkan tujuan dibangunnya penjara manusia itu.

"Tujuannya seperti apa? Kalau memang ini tujuan rehabilitasi, ada hal-hal yang harus mereka jelaskan, soal legalitas tempat rehabilitasi."

"Dari kacamata hukum, ini sudah ada tidak hanya dugaan perbuatan pidana saja, tetapi juga dugaan pelanggaran HAM," katanya.

17 Temuan LPSK soal Kerangkeng Manusia di Rumah Bupati Langkat

Diberitakan Tribunnews.com sebelumnya, Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Edwin Partogi Pasaribu, menjelaskan 17 temuan terkait adanya kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat, Terbit Rencana Perangin Angin.

Dari 17 temuan tersebut, kata Edwin Partogi, yang pertama tidak semua tahanan merupakan pencandu narkoba.

Informasi tersebut dihimpun oleh LPSK setelah sebelumnya mendapatkan informasi dari para mantan tahanan.

Pernyataan itu disampaikan oleh Edwin dalam keterangan pers pada Senin (31/1/2022) yang kemudian disiarkan Kompas TV, Selasa (1/2/2022).

"Dari yang kami temui mantan tahan itu ternyata yang ditahan di sana bukan semuanya pencandu narkoba."

"Jadi kalau kata-kata untuk penyintas narkoba itu kurang tepat," jelas Edwin Partogi.

Baca juga: Pihak Keluarga Bupati Langkat Sikapi Temuan Komnas HAM Ada Warga Tewas Disiksa di Dalam Kerangkeng

Kedua, tidak semua tahanan merupakan warga dari Kabupaten Langkat.

"Kami menemui tidak semua berasal dari Kabupaten Langkat," sambung Edwin.

Edwin Partogi juga mengatakan temuan ketiganya yakni tidak aktivitas rehabilitasi, tidak ada schedule, dan tidak ada modul.

Jadi aktivitas para tahanan menyesuaikan perintah pembina atau pengelolanya saja.

Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Hasto Atmojo (tengah) saat konferensi pers di Kantor LPSK Jakarta Timur, Senin (31/1/2022).
Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Hasto Atmojo (tengah) saat konferensi pers di Kantor LPSK Jakarta Timur, Senin (31/1/2022). (Rizki Sandi Saputra)

Temuan yang keempat, Edwin menyebut bahwa tempatnya sangat tidak layak.

Terdapat satu bangunan yang terdiri dari tiga ruangan.

Dua di antaranya adalah sel dan satu lainnya dikatakan sebagi dapur.

"Ruangan itu tidak layak lagi, mungkin dengan ukuran 6x6 meter itu digunakan lebih dari dua puluh orang dalam satu ruangan."

"Itu ruangan jorok dan kotor."

"Dalam ruangan tersebut terdapat sebuah toilet yang hanya dibatasi dinding setinggi setengah badan yang digunakan untuk MCK dan cuci piring, kata Edwin sambil menunjukkan foto-foto hasil tinjauannya," kata Edwin Partogi.

Baca juga: KPK Sebut Bupati Langkat Terbit Rencana Terima Uang Usai Mengatur Pemenang Proyek

Kondisi para korban yang masih berada dalam kerangkeng di rumah Bupati nonaktif Langkat Terbit Rencana Perangin-angin yang kini menjadi tersangka dugaan suap terkait proyek di Pemerintah Kabupaten Langkat.
Kondisi para korban yang masih berada dalam kerangkeng di rumah Bupati nonaktif Langkat Terbit Rencana Perangin-angin yang kini menjadi tersangka dugaan suap terkait proyek di Pemerintah Kabupaten Langkat. (Foto: H/O)

Tentu, kata Edwin, kondisi tersebut sangat tidak layak.

Kelima, tempat yang katanya digunakan sebagai tempat rehabilitasi ini tidak bebas untuk dikunjungi.

"Jadi dibatasi bagi yang baru masuk itu (keluarga) hanya boleh mengunjungi tempat tersebut setelah tiga sampai enam bulan (dari waktu masuknya)."

"Kalau di lapas pemerintah ada jam-jamnya setiap hari boleh berkunjung, tapi di sini hanya diperbolehkan berkunjung pada hari Minggu dan hari besar saja," lanjut Edwin Partogi.

Selain kelima temuannya itu, Edwin Partogi membeberkan 12 temuan lainnya terkait dengan kasus ini.

Berikut ke-12 temuan Edwin Partogi pada kerangkeng pribadi milik Bupati Langkat:

1. Mereka tidak diperbolehkan membawa alat komunikasi;

2. Memperlakukan orang dalam kerangkeng seperti tahanan ;

3. Mereka tinggal dalam kerangkeng yang terkunci;

4. Kegiatan peribadatan dibatasi (tidak boleh ibadah salat Jumat, ibadah Minggu serta hari-hari besar lainnya);

5. Para tahanan dipekerjakan tanpa upah di perusahaan sawit;

6. Ada dugaan pungutan;

7. Ada batas waktu penahanan selama 1,5 tahun;

8. Ada yang ditahan sampaiempat tahun;

9. Pembiaran yang terstruktur;

10. Ada pernyataan tidak akan menuntut bila sakit atau meninggal;

11. Ada informasi korban tewas tidak wajar;

12. Dugaan adanya kerangkeng III atau sel ketiga.

(Tribunnews.com/Shella Latifa/Galuh Widya Wardani)

Baca soal penjara di rumah Bupati Langkat lainnya

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas