Soal Kerangkeng Manusia Milik Bupati Langkat, Pakar Ingatkan Pidana Merampas Kemerdekaan Orang
Simak tanggapan pakar hukum soal kerangkeng manusia mili Bupati Langkat nonaktif, ingatkan jeratan pidana merampas kemerdekaan orang lain.
Penulis: Shella Latifa A
Editor: Arif Fajar Nasucha
TRIBUNNEWS.COM - Temuan kerangkeng berisi manusia di kediaman rumah Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Peranginangin masih ramai diperbincangkan.
Kerangkeng itu disebut-sebut sebagai tempat rehabilitasi bagi pecandu narkoba.
Namun pada kenyataannya, ruangan tersebut tak memiliki izin alias ilegal sebagai tempat rehabilitasi.
Dalam perkembangan kasus ini, terkuak pula berbagai fakta soal kerangkeng manusia tersebut.
Baca juga: Kesaksian 2 Wanita Penyedia Makanan Penghuni Kerangkeng Bupati Langkat, Bantah Beri Makan 2 Kali
Seperti temuan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), yang mengatakan puluhan orang hidup di dalam kerangkeng secara terkunci dan diperlakukan seperti tahanan.
Bahkan, manusia yang ditahan tersebut dipekerjakan tanpa upah.
Atas hal itu, pakar hukum asal Surakarta, T Priyanggo Saputro memberi tanggapannya.
Priyanggo pun mengingatkan, pengelola kerangkeng bisa berpotensi terjerat dugaan tindak pidana merampas kemerdekaan orang lain.
Baca juga: Poin Perjanjian Keluarga Penghuni Kerangkeng Manusia Bupati Langkat, Tak Boleh Menuntut & Menjemput
Hal itu tertuang dalam pasal 333 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
"Perbuatan dengan sengaja membuat sebuah ruangan atau rumah yang dipergunakan untuk menghimpun seseorang tapi mereka tidak diberi kebebasan, tentunya dari kacamata hukum ini melanggar pasal 333 KUHP."
"Pasal ini merupakan konteks pemalsuan kemerdekaan. Artinya dalam hal ini, patut diduga merampas kemerdekaan seseorang," jelas Priyanggo dalam program Kacamata Hukum Tribunnews.com, Senin (31/1/2022).
Adapun ancaman sanksi dari tindak pidana merampas kemerdekaan, yakni pidana penjara paling lama 8 tahun penjara.
Baca juga: LPSK Desak Kepolisian Lakukan Penyelidikan Terkait Adanya Kerangkeng Manusia di Rumah Bupati Langkat
Berikut bunyi pasal 333 KUHP:
"(1) Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum merampas kemerdekaan seseorang, atau meneruskan perarnpasan kemerdekaan yang demikian, diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan luka-luka berat maka yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
(3) Jika mengakibatkan mati diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
(4) Pidana yang ditentukan dalam pasal ini diterapkan juga bagi orang yang dengan sengaja dan melawan hukum memberi tempat untuk perampasan kemerdekaan," demikian bunyi pasal itu.
Baca juga: LPSK Duga Ada Pembiaran Terstruktur Terkait Kerangkeng Manusia di Rumah Bupati Langkat
Sebagai advokat, Priyanggo mengaku baru pertama kali ini melihat kasus temuan kerangkeng dimiliki secara perseorangan.
Menurutnya, tak ada aturan yang memperbolehkan seseorang membangun penjara manusia di kediaman pribadi.
Priyanggo juga menyoroti temuan LPSK mengenai adanya pernyataan dari pihak penghuni kerangkeng tak boleh menuntut pengelola jika sakit atau meninggal.
Dia menilai pernyataan tersebut telah bertentangan dengan hukum, sehingga tak berkekuatan apa-apa.
"Isi dari pernyataan tersebut apabila terjadi suatu hal dalam hal ini meninggal dunia, keluarga tidak boleh menuntut si pengelola pembinaan."
"Ini sangat aneh ketika ini pernyataan bertentangan dengan hukum, ini tidak berguna," tutur Ketua Young Lawyers DPC Peradi Solo itu.
Baca juga: Kuasa Hukum Bupati Langkat Heran Temuan Tahanan Meninggal di Kerangkeng: Ada Oknum yang Diuntungkan
Sehingga, menurut dia, dalam kasus ini tak hanya perihal tindak pidana yang terjadi.
Melainkan juga pada dugaan pelanggaran HAM.
Ia pun berharap pihak pengelola kerangkeng bisa-bisa betuk mengungkapkan tujuan dibangunnya penjara manusia itu.
"Tujuannya seperti apa? Kalau memang ini tujuan rehabilitasi, ada hal-hal yang harus mereka jelaskan, soal legalitas tempat rehabilitasi."
"Dari kacamata hukum, ini sudah ada tidak hanya dugaan perbuatan pidana saja, tetapi juga dugaan pelanggaran HAM," katanya.