Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pimpinan MPR: Tanamkan Nilai-nilai Kebangsaan Lewat Proses Pendidikan yang Memanusiakan Manusia

Nilai-nilai kebangsaan yang kita miliki harus menjadi pegangan bangsa untuk menuju Indonesia Emas.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Pimpinan MPR: Tanamkan Nilai-nilai Kebangsaan Lewat Proses Pendidikan yang Memanusiakan Manusia
Ist
Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema "Peran Nilai dan Revolusi Mental menuju Indonesia 2045". 

Namun, ujarnya, nilai yang berlaku di masyarakat menurut para responden antara lain birokratis, aturan berbelit-belit dan korupsi.

Menurut Alissa, antara nilai pribadi dan nilai yang ada di masyarakat sangat bertolak belakang, sehingga terjadi entropi budaya di Indonesia dengan nilai 42%, yang berpotensi menghambat proses pembangunan anak bangsa.

Alissa berpendapat, bangsa Indonesia harus segera melakukan transformasi sosial untuk mewujudkan nilai-nilai yang diharapkan bangsa ini.

Guru Besar Ilmu Filsafat UPH, Fransisco Budi Hardiman berpendapat apa yang terjadi pada abad ke-20 merupakan prestasi besar dari liberalisme dan kapitalisme yang mampu mengglobalkan nilai-nilai tersebut di masyarakat.

Fransisco mendiagnosa, Indonesia saat ini sedang sakit, karena banyak mengalami gesekan-gesekan di tiga sektor, yaitu sektor agama dan religi, hukum dan politik, serta komunikasi dan digital.

Kebebasan berkomunikasi tanpa dibarengi rasa tanggung jawab dan keadaban publik, menurut Fransisco, berpotensi memecah belah bangsa.

Untuk mengatasi dampak sejumlah gesekan tersebut, menurut dia, perlu penguatan sistem dan peran ideologi Pancasila lewat dialog restoratif untuk menegaskan komitmen kebangsaan kita.

Berita Rekomendasi

Rektor Universitas Islam Internasional Indonesia, Komaruddin Hidayat berpendapat, bila kita membicarakan nilai-nilai sangat dipengaruhi oleh domain masyarakat, negara, government dan lembaga demokrasi.

Indonesia, menurut Komaruddin, memiliki aset nilai-nilai luhur yang kaya. Namun, ujarnya, masyarakat Indonesia ketika berbicara kebhinekaan tetap masih berada pada posisinya masing-masing sesuai suku, etnis dan agama mereka.

Sementara, tambah Komaruddin, partai politik negeri ini masih sangat tergantung pada kekuatan uang.
"Betulkah lembaga-lembaga politik masih commited terhadap nilai-nilai untuk mewakili rakyat? Sementara untuk menjadi wakil rakyat para politisi membeli suara rakyat," ujarnya.

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI, Muhadjir Effendy mengungkapkan sejumlah hambatan untuk melakukan revolusi mental antara lain adanya krisis, pandemi dan korupsi dalam penyelenggaraan negara.

Untuk memperkuat nilai-nilai kebangsaan kita, jelas Muhadjir, perlu penguatan etos kerja dan budaya gotong-royong yang merupakan sari pati dari ideologi Pancasila bagi masyarakat.

Penguatan nilai-nilai untuk mewujudkan revolusi mental, ujar Muhadjir, harus dilakukan pada setiap tahapan usia. Namun, jelasnya, karena upaya revolusi mental bangsa Indonesia sangat bergantung pada banyak aspek, Muhadjir mengaku pesimistis upaya tersebut bisa berjalan sesuai harapan.

Jurnalis senior, Saur Hutabarat temuan hasil survei Nenilai yang memperlihatkan adanya gap antara nilai pribadi para responden dan nilai-nilai yang diharapkan adalah hasil dari berpikir jangka pendek para pemangku kepentingan yang menyebabkan runtuhnya demokrasi dan integritas, serta maraknya praktik jalan pintas.

"Apakah revolusi mental mampu mengubah cara berpikir jangka pendek menjadi berpikir jangka panjang, sehingga bisa direalisasikan mikro evolusi mental. Perlu evolusi mental di level mikro," ujar Saur.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas