Profil Susi Air, Maskapai Susi Pudjiastuti yang Pesawatnya Diusir dari Hanggar Malinau
Simak profil Susi Air, maskapai milik Susi Pudjiastuti yang pesawatnya dikeluarkan paksa dari hanggar Bandara Malinau, Kalimantan Utara.
Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Whiesa Daniswara
TRIBUNNEWS.COM - Berikut ini profil Susi Air, maskapai milik mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, yang pesawatnya dikeluarkan secara paksa dari hanggar Bandara Malinau, Kalimantan Utara.
Pada Rabu (2/2/2022), Susi mengunggah video yang memperlihatkan pesawat Susi Air dikeluarkan paksa oleh Satpol PP dari hanggar Bandara Malinau setelah selama 10 tahun sudah melayani penerbangan di wilayah Kaltara.
Video itu, kata Susi, didapat dari anaknya.
Dikutip dari TribunKaltara, Kepala Satpol PP, Damkar, dan Linmas Malinau, Kamran Daik, membenarkan pengeluaran pesawat Susi Air secara paksa dari hanggar Bandara Malinau.
Ia mengungkapkan pihaknya mengeluarkan pesawat itu berdasarkan perintah dari atasan.
Baca juga: Duduk Perkara Pesawat Susi Air Dikeluarkan Paksa dari Hanggar Malinau Setelah Disewa 10 Tahun
Baca juga: Pesawat Susi Air Ditarik dari Hanggar Malinau, Susi: Beberapa Kali Ajukan Perpanjangan tapi Ditolak
"Kami sebagai petugas hanya menjalankan perintah."
"Kami hanya menjalankan tugas berdasarkan surat perintah kepada kami dari atasan," ujarnya melalui sambungan telepon, Rabu (2/2/2022).
Lebih lanjut, Kamran menerangkan pengeluaran pesawat Susi Air sudah mendapatkan izin dari otoritas bandara.
Ia juga mengklaim momen dikeluarkannya pesawat Susi Air disaksikan enginer maskapai.
Profil Susi Air
PT ASI Pudjiastuti Aviation (Susi Air) didirikan pada 2004 silam dengan tujuan awal untuk mengantarkan muatan perikanan dari perusahaan lain milik Susi Pudjiastuti, dikutip dari Wikipedia.
Saat awal berdiri dan beroperasi, Susi Air hanya memiliki dua pesawat.
Namun, saat tsunami dan gempa bumi melanda wilayah Sumatera, Susi Air dialihkan untuk tujuan kemanusiaan.
Mengutip situs resmi Susi Air, layanan operasional pertamanya dimulai di Medan, Sumatera Utara pada 27 Desember 2004, sebagai tanggapan terhadap bencana gempa bumi dan tsunami yang sebagian besar menghancurkan wilayah tersebut.