KPK Periksa Sekda Kota Bekasi Terkait Kasus Suap Wali Kota Rahmat Effendi
(KPK) mengagendakan pemeriksaan terhadap Sekretaris Daerah Kota Bekasi Reny Hendrawati dan Ingchelio alias Ince selaku staf PT Hanaferi Sentosa sekali
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengagendakan pemeriksaan terhadap Sekretaris Daerah Kota Bekasi Reny Hendrawati dan Ingchelio alias Ince selaku staf PT Hanaferi Sentosa sekaligus PT Kota Bintang Rayatri.
Pemanggilan keduanya berkaitan dengan kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa serta jual beli jabatan di Pemerintahan Kota (Pemkot) Bekasi, Jawa Barat yang menjerat Wali Kota nonaktif Bekasi Rahmat Effendi alias Pepen.
"Diperiksa sebagai saksi untuk tersangka RE (Rahmat Effendi)," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Jumat (4/2/2022).
Selain keduanya, tim penyidik KPK turut memanggil Asisten Daerah Bidang Pemerintahan Kota Bekasi Yudianto, Lurah Jaka Mulya Bahrudin, Lurah Bojong Menteng Hasan Sumalawat, dan Fran Culio sekalu staf PT Hanaferi Sentosa.
Mereka juga akan diperiksa sebagai saksi untuk Rahmat Effendi.
Dalam perkara ini, Rahmat Effendi dan delapan orang lain telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa serta jual beli jabatan di lingkungan Pemkot Bekasi.
Baca juga: KPK Sita Uang Rp 200 Juta dari Ketua DPRD Bekasi Terkait Kasus Suap Rahmat Effendi
Kedelapan orang itu antara lain Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP M. Buyamin; Lurah Kati Sari Mulyadi; Camat Jatisampurna Wahyudin; dan Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertahanan Kota Bekasi Jumhana Lutfi.
Kemudian Direktur PT MAM Energindo Ali Amril; pihak swasta Lai Bui Min; Direktur Kota Bintang Rayatri Suryadi; dan Camat Rawalumbu Makhfud Saifudin.
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan Pemerintah Kota Bekasi pada 2021 menetapkan APBD Perubahan Tahun 2021 untuk belanja modal ganti rugi tanah dengan total anggaran Rp286,5 miliar.
Ganti rugi itu untuk pembebasan lahan sekolah di wilayah Kecamatan Rawalumbu senilai Rp21,8 miliar serta pembebasan lahan Polder 202 senilai Rp25,8 miliar dan lahan Polder Air Kranji senilai Rp21,8 miliar.
Selanjutnya, ganti rugi lain berbentuk tindakan melanjutkan proyek pembangunan gedung teknis bersama senilai Rp15 miliar.
Atas proyek-proyek tersebut, Rahmat Effendi diduga menetapkan lokasi tanah milik swasta dan melakukan intervensi.
Ia memilih langsung para pihak swasta yang lahannya akan digunakan untuk proyek itu serta meminta mereka tidak memutus kontrak pekerjaan.
Sebagai bentuk komitmen, Rahmat Effendi diduga meminta sejumlah uang kepada pihak yang lahannya diganti rugi oleh Pemerintah Kota Bekasi dengan sebutan untuk sumbangan masjid.
Uang itu diserahkan melalui perantara orang-orang kepercayaannya, yaitu Jumhana Lutfi dan Wahyudin.
Tidak hanya itu, Rahmat Effendi diduga menerima sejumlah uang dari beberapa pegawai Pemerintah Kota Bekasi sebagai pemotongan terkait posisi jabatan yang diembannya.
Baca juga: KPK Kembangkan Kasus Rahmat Effendi dari Uang yang Diterima Ketua DPRD Bekasi Chairoman
Uang tersebut diduga dipergunakan untuk operasional Rahmat Effendi yang dikelola Mulyadi.
Ada pula tindakan korupsi terkait pengurusan proyek dan tenaga kerja kontrak di lingkungan Pemkot Bekasi dan Rahmat Effendi diduga menerima Rp30 juta dari Ali Amril melalui M. Bunyamin.