Kasus Suap Rahmat Effendi, KPK Dalami Penganggaran Proyek dan Ganti Rugi Lahan Polder Bekasi
Kepala Badan Perencanaan dan Penelitian Pengembangan Pembangunan Daerah (Bapelitbangda) Kota Bekasi Dinar Faisal Badar diperiksa KPK.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami penganggaran proyek dan ganti rugi lahan polder dalam penyidikan kasus dugaan suap terkait pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di lingkungan Pemerintah Kota Bekasi, Jawa Barat.
Untuk mendalaminya, tim penyidik KPK pada Rabu (9/2/2022), memeriksa Kepala Badan Perencanaan dan Penelitian Pengembangan Pembangunan Daerah (Bapelitbangda) Kota Bekasi Dinar Faisal Badar sebagai saksi.
"Saksi hadir dan dikonfirmasi terkait dengan penganggaran proyek dan ganti rugi lahan polder di Bekasi," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (10/2/2022).
Baca juga: KPK Selisik Penerimaan Uang Rp200 Juta Ketua DPRD Bekasi, Suap Atau Gratifikasi
Baca juga: Periksa Empat Saksi, KPK Selisik Proses Ganti Rugi Lahan Grand Kota Bintang Bekasi
Sebenarnya, selain Dinar, KPK juga memanggil satu orang saksi lainnya untuk diperiksa, yakni Peter selaku karyawan swasta.
Akan tetapi, Peter mengonfirmasi tidak bisa hadir karena sakit sehingga pemeriksaan terhadap dirinya akan dijadwalkan ulang oleh KPK.
"Yang bersangkutan mengonfirmasi tidak hadir karena sakit. KPK akan menjadwal ulang pemeriksaannya sebagai saksi," kata Ali.
Baca juga: Pelaku Pengeroyokan Brutal Remaja Pencari Kucing di Bekasi Ternyata Gangster yang Kerap Berulah
Dalam perkara ini, Rahmat Effendi dan delapan orang lain telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa serta jual beli jabatan di lingkungan Pemkot Bekasi.
Kedelapan orang itu antara lain Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP M. Buyamin; Lurah Kati Sari Mulyadi; Camat Jatisampurna Wahyudin; dan Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertahanan Kota Bekasi Jumhana Lutfi.
Kemudian Direktur PT MAM Energindo Ali Amril; pihak swasta Lai Bui Min; Direktur Kota Bintang Rayatri Suryadi; dan Camat Rawalumbu Makhfud Saifudin.
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan Pemerintah Kota Bekasi pada 2021 menetapkan APBD Perubahan Tahun 2021 untuk belanja modal ganti rugi tanah dengan total anggaran Rp286,5 miliar.
Ganti rugi itu untuk pembebasan lahan sekolah di wilayah Kecamatan Rawalumbu senilai Rp21,8 miliar serta pembebasan lahan Polder 202 senilai Rp25,8 miliar dan lahan Polder Air Kranji senilai Rp21,8 miliar.
Selanjutnya, ganti rugi lain berbentuk tindakan melanjutkan proyek pembangunan gedung teknis bersama senilai Rp15 miliar.
Atas proyek-proyek tersebut, Rahmat Effendi diduga menetapkan lokasi tanah milik swasta dan melakukan intervensi.
Ia memilih langsung para pihak swasta yang lahannya akan digunakan untuk proyek itu serta meminta mereka tidak memutus kontrak pekerjaan.
Sebagai bentuk komitmen, Rahmat Effendi diduga meminta sejumlah uang kepada pihak yang lahannya diganti rugi oleh Pemerintah Kota Bekasi dengan sebutan untuk sumbangan masjid.
Uang itu diserahkan melalui perantara orang-orang kepercayaannya, yaitu Jumhana Lutfi dan Wahyudin.
Baca juga: Niat Cari Kucing, Remaja di Bekasi Disangka Maling, Dihajar Membabi Buta hingga Tewas di Tempat
Baca juga: Puluhan Tenaga Kesehatan di Bekasi Tertular Covid-19
Tidak hanya itu, Rahmat Effendi diduga menerima sejumlah uang dari beberapa pegawai Pemerintah Kota Bekasi sebagai pemotongan terkait posisi jabatan yang diembannya.
Uang tersebut diduga dipergunakan untuk operasional Rahmat Effendi yang dikelola Mulyadi.
Ada pula tindakan korupsi terkait pengurusan proyek dan tenaga kerja kontrak di lingkungan Pemkot Bekasi dan Rahmat Effendi diduga menerima Rp30 juta dari Ali Amril melalui M. Bunyamin.