15 WNA Positif Covid-19 dalam Sistem Bubble Tes MotoGP Mandalika
Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN) meminta angka vaksinasi di Lombok terus ditingkatkan.
Penulis: Reza Deni
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menko Perekenomian Airlangga Hartarto mengungkapkan ada 15 warga negara asing (WNA) yang positif Covid-19 dalam sistem bubble sepanjang ajang pramusim MotoGP di Mandalika, Lombok, Nusa Tenggara Barat.
"Dari sisi ofisial, jurnalis, vendor, termonitor 15 WNA positif namun tidak bergejala dan sedang saat ini sedang diisolasi," kata dalam konferensi pers secara virtual di Jakarta, Senin (14/2/2022).
Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN) meminta angka vaksinasi di Lombok terus ditingkatkan.
Hal tersebut tak lepas dari pencegahan penularan virus di ajang olahraga.
"Vaksinasi di Lombok terus didorong. Vaksin pertama di Mataram sudah 114 persen, vaksin dosis kedua 81,4 persen," kata dia.
"Kemudian di Lombok Tengah vaksin pertama 82 persen dan vaksin kedua 62 persen. Ini akan terus dilanjutkan sampai MotoGP nanti," tandas Airlangga menambahkan.
Baca juga: Listyo Sigit Prabowo: Penerapan Travel Bubble Bagi Pelaku Perjalanan Luar Neger Harus Sesuai SOP
Apa itu Travel Bubble?
Melansir Smithsonian Magazine, (28/5/2020), Travel Bubble atau gelembung perjalanan adalah kebijakan meniadakan masa isolasi yang biasanya wajib dilakukan oleh pelancong internasional saat akan memasuki sebuah negara di masa pandemi Covid-19 ini.
Kebijakan ini hanya diberlakukan pada kelompok pelancong terpilih dari negara tertentu.
Misalnya, dalam hal ini warga Indonesia dan Singapura sama-sama boleh masuk ke wilayah satu sama lain, tanpa menjalani masa karantina sebagaimana aturan yang berlaku.
Peneliti travel bubble dari Oxford University Per Block menjelaskan kebijakan ini.
“Dalam travel bubble, sekelompok negara setuju untuk saling membuka perbatasan wilayah mereka, tetapi tetap menutup perbatasan ke negara-negara lain," kata Per Block.
"Jadi orang bisa bergerak bebas di dalam gelembung, tapi tidak bisa masuk dari luar, (wilayah yang telah disejutui),” lanjut dia.
Kebijakan ini diambil untuk memberi kebebasan tambahan pada orang-orang, tetapi tanpa menyebabkan kerugian lain.
Block mengatakan, kebijakan ini biasanya dilakukan hanya oleh pihak atau negara yang menganggap pihak lain sebagai kategori aman, dalam hal ini aman dari virus corona.
Kebijakan ini dapat berjalan didasarkan pada keyakinan dan kepercayaan dari negara partner.
Negara-negara yang menjalin travel bubble itu harus dapat dipercaya, kaitannya dengan kemampuannya menahan laju penyebaran virus, melakukan pengujian, dan pelacakan kontak, juga memiliki skenario karantina yang efektif.
Manfaat Travel Bubble
Tak hanya memudahkan orang untuk bergerak, travel bubble juga menjanjikan keuntungan dari segi finansial.
Dengan adanya kesepakatan antar negara melakukan kebijakan ini, maka akan membantu industri pariwisata di negara-negara tersebut, yang sebelumnya lesu akibat pandemi.
Hal ini sudah dibuktikan oleh Australia dan Selandia Baru yang juga menerapkan kebijakan travel bubble.
Warga Australia bisa dikatakan menjadi kelompok pendatang asing terbanyak yang datang ke Selandia Baru.
Jadi, dengan adanya travel bubble perekonomian di kedua negara, khususnya dalam bidang pariwisata dan transportasi bisa sangat tertolong.