Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

KemenPPPA dan Keluarga Korban Herry Wirawan Minta JPU Upayakan Hukum Banding Vonis dan Restitusi

KemenPPPA dan keluarga 13 santri korban Herry Wirawan minta JPU upayakan hukum banding atas vonis dan restitusi dari Majelis Hakim, Yohanes Purnomo.

Penulis: Yunita Rahmayanti
Editor: Pravitri Retno W
zoom-in KemenPPPA dan Keluarga Korban Herry Wirawan Minta JPU Upayakan Hukum Banding Vonis dan Restitusi
Humas Kejati Jabar via TribunJabar
Terdakwa kasus rudapaksa 13 santriwati di Kota Bandung, Herry Wirawan saat ikuti sidang tuntutan di Pengadilan Negeri Bandung di Jalan LLRE Martadinata Kota Bandung, Selasa (11/1/2022). 

TRIBUNNEWS.COM - Keluarga belasan santri korban rudapaksa Herry Wirawan kecewa terhadap vonis penjara seumur hidup dari hakim yang dijatuhkan pada terdakwa.

Kuasa hukum para korban, Yudi Kurnia, menyampaikan permintaan keluarga korban kepada jaksa penuntut umum (JPU) untuk mengajukan upaya banding. 

"Kalau serius berkomitmen mewakili pemerintah dalam hal ini penegakkan hukum melindungi anak, itu harus (banding). Kami sangat mendukung dan memohon untuk banding," ujar Yudi kepada Tribun Jabar melalui telepon, Rabu (16/2/2022).

Keluarga korban sangat menginginkan terdakwa dihukum mati.

Menurut mereka, hukuman penjara seumur hidup tidak sebanding dengan perbuatannya dan beban yang diderita korban.

"Kalau dilihat dari beban psikis korban, terus itu kan beban catatan sejarah keluarga turun temurun itu. Sementara si Herry pelaku masih bisa bernapas walaupun di tahanan, masih diurus negara, masih dikasih makan negara," kata Yudi.

Pihak keluarga dengan didampingi Yudi, juga berencana mengajukan dorongan ini langsung ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat.

Berita Rekomendasi

Permohonan diharapkan bisa membuat jaksa berpikir ulang untuk mengajukan banding.

"Ya, Insya Allah kita akan sampaikan permohonan ke jaksa," ucapnya.

Baca juga: Herry Wirawan Divonis Seumur Hidup, Ridwan Kamil Dorong Jaksa Penuntut Umum Lakukan Banding

Herry Wirawan Divonis Penjara Seumur Hidup

Terdakwa kasus pemerkosaan terhadap 13 orang santriwati, Herry Wirawan (tengah) menghadiri sidang vonis di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (15/2/2022). Herry Wirawan divonis hukuman penjara seumur hidup, lebih ringan dari tuntutan jaksa yang menuntut hukuman mati. AFP/TIMUR MATAHARI
Terdakwa kasus pemerkosaan terhadap 13 orang santriwati, Herry Wirawan (tengah) menghadiri sidang vonis di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (15/2/2022). Herry Wirawan divonis hukuman penjara seumur hidup, lebih ringan dari tuntutan jaksa yang menuntut hukuman mati. AFP/TIMUR MATAHARI (AFP/TIMUR MATAHARI)

Herry divonis bersalah dan dijatuhi hukuman seumur hidup dalam persidangan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim, Yohanes Purnomo Suryo, di Pengadilan Tipikor Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Selasa (15/2/2022).

Dalam amar putusannya, majelis hakim berpendapat, hukuman mati bertentangan dengan hak asasi manusia (HAM).

"Berdasarkan pembelaan terdakwa, hukuman mati bertentangan dengan HAM, dan pada pokoknya, terdakwa menyesal atas kesalahan," ujar Majelis Hakim, mengutip TribunJabar.

Majelis Hakim juga menolak mengabulkan tuntutan kebiri kimia, denda Rp500 juta serta restitusi atau ganti rugi kepada korban Rp331 juta.

Hakim mendasarkan itu pada Pasal 67 KUH Pidana yang berbunyi:

Jika orang dijatuhi pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, di samping itu tidak boleh dijatuhkan pidana lain lagi kecuali pencabutan hak-hak tertentu, dan pengumuman putusan hakim.

"Tidak mungkin setelah terpidana mati menjalani eksekusi mati atau menjalani pidana seumur hidup dan terhadap jenazah terpidana dilaksanakan kebiri kimia. Lagi pula pasal 67 KUHP tidak memungkinkan dilaksanakan pidana lain apabila sudah pidana mati atau seumur hidup," kata Majelis Hakim.

Baca juga: Alasan Herry Wirawan Tak Dihukum Mati, Tak Dikebiri, hingga Bebas Bayar Ganti Rugi ke Korban

Hakim berpendapat, pasal yang dimaksud tersebut untuk mencegah kesewenang-wenangan dalam penjatuhan tuntutan pidana dan penjatuhan pidana.

"Maka terdakwa dijatuhi hukuman pidana dan dirasa telah meresahkan masyarakat, namun bukan berarti terhadap terdakwa dijatuhi tuntutan pidana maupun denda yang semena-mena," ucapnya.

Majelis hakim menyebut undang-undang belum mengatur kepada siapa restitusi bakal dibebankan apabila pelaku berhalangan untuk membayar restitusi tersebut.

Sehingga hakim menyatakan restitusi sebesar Rp 331 juta itu merupakan tugas negara. Dalam hal ini, hakim menyebut KPPPA memiliki tugas untuk melindungi para anak korban.

"Rp331 juta dibebankan kepada KPPPA, apabila tidak tersedia anggaran tersebut, maka akan dianggarkan dalam tahun berikutnya," ucapnya.

Majelis hakim berpendapat Herry Wirawan tidak dapat dibebani hukuman membayar restitusi karena sudah divonis hukuman seumur hidup.

Baca juga: LPSK Tak Sepakat Restitusi Herry Wirawan Ditanggung Negara: Apa Pemerintah Turut Serta Jadi Pelaku?

KemenPPPA Meminta JPU Upayakan Hukum Banding Terkait Vonis dan Restitusi

Di sisi lain, KemenPPPA meminta Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Jawa Barat melakukan upaya hukum banding terhadap putusan Hakim atas kasus Herry Wirawan.

Pengajuan banding itu terkait pembayaran restitusi terdakwa kepada korban yang dibebankan kepada KemenPPPA.

KemenPPPA menilai putusan Hakim terkait restitusi pelaku kepada anak korban rudapaksa tidak dapat dibebankan kepada KemenPPPA.

Deputi Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar, mengatakan restitusi adalah kewajiban pelaku dan pihak ketiga sebagaimana diatur dalam Peraturan perundang-undangan terkait Perlindungan saksi dan korban, seperti dikutip dari Tribunnews.

Nahar mengatakan, hakim membebaskan terdakwa dari hukuman bayar restitusi ganti kerugian dengan pertimbangan terdakwa telah dihukum seumur hidup.

Ia menambahkan, penunjukan KemenPPPA sebagai pihak yang menanggung restitusi perlu dipertimbangkan kembali dengan alasan pemerintah bukan keluarga atau relasi kuasa terdakwa.

Menurutnya, hal ini mengacu pada UU 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban dan PP 7 Tahun 2018 tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi dan Bantuan kepada Saksi dan Korban dan PP 35 Tahun 2020, restitusi adalah ganti kerugian yang diberikan kepada Korban atau Keluarganya oleh pelaku atau pihak ketiga.

"Maka restitusi tidak dibebankan kepada negara," kata Nahar.

Selain terkait dengan restitusi, Nahar juga mengusulkan Memori Banding JPU sesuai Undang-Undang 17 Tahun 2016, yang menegaskan pelaku rudapaksa anak selain mendapat hukuman maksimal pidana mati, juga hukuman tambahan, tindakan kebiri kimia, dan rehabilitasi.

(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti/Larasati Dyah Utami)(Tribun Jabar/Nazmi Abdurahman/Sidqi Al Ghifari)

Berita lain terkait Herry Wirawan

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas