Direktur Eksekutif JMM: Media Sosial Jadi Arena Pertarungan Ideologi
Penyebaran paham dan ideologi radikal atau radikalisme agama masih menjadi ancaman serius dalam kehidupan bangsa dan negara Indonesia.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Wahyu Aji
Sementara itu, Wali Kota Malang Sutiaji mengungkapkan bahwasanya era informasi merupakan sebuah tantangan bagi generasi muda sebagai penerus bangsa dikarenakan saat ini Indonesia sudah menjadi primadona dunia.
Baca juga: Kepala BNPT: Akar Radikalisme dan Terorisme Karena Propaganda Paham Intoleran
Banyak pihak tidak senang jika kita maju, damai dan kondusif dengan menyebarkan berbagai ideologi merusak keutuhan bangsa.
“Jika Indonesia utuh maka menjadi ancaman dunia, maka mereka menciptakan agar keadaan tidak kondusif. Untuk itu kita mesti mempertegas bahwa NKRI, dasar negara dan UUD 1945 sudah final,” katanya.
Sutiaji mengingatkan agar generasi muda memperkokoh kepribadian atau karakter Indonesia dalam menangkal ideologi radikal.
“Gali informasi dan kuatkan literasi adalah salah satu bentuk untuk menguatkan jati diri kita sebagai generasi bangsa," tambahnya.
Kasubdit Kontra Naratif, Direktur Pencegahan Densus 88 Polri, Mayndra Eka Wardhana saat ini jaringan teroris sudah terbuka dan tidak tertutup seperti dahulu dalam merekrut anggotanya.
“Saat ini sejak Parawijayanto memimpin JI, perekrutan kader teroris secara terbuka dan berbanding terbalik saat JI dipimpin oleh Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Ba’asyir, yang secara diam-diam,“ jelasnya.
Mayndra juga mengingatkan gerakan paham radikal sudah massif dan marak di berbagai kampus di Indonesia.
Mereka sejak 2010 menggunakan media sosial seperti FB, Twitter, Instagram dan Tiktok.
Senada dengan Mayndra, mantan napi teroris Hendi Suhartono mengungkapkan media sosial sangat berpengaruh dalam perekrutan orang menjadi teroris dan ini sudah dipergunakan dengan baik oleh kelompok teroris.
Baca juga: Polri Sebut Bukan Leading Sector Wacana Pemetaan Masjid untuk Cegah Radikalisme
"Bahkan mereka belajar tidak bertemu dengan para mentornya tetapi mereka belajar dari video-video yang tersebar di media sosial. Kita sekarang harus sangat waspada dengan percepatan informasi maka kita harus mengantisipasi dengan membuat batasan-batasan dalam memakai media," terang Hendi yang hadir secara virtual.
Hendi juga mengingatkan agar pemerintah serius melakukan program deradikalisasi agar para mantan napiter tidak kembali ke kehidupan sebelumnya.
“Program deradikalisasi sangat perlu digalakkan kembali dan sangat bermanfaat. Disana para mantan napiter diberikan belajar berbagai ilmu kehidupan yang baru, “pungkasnya.
Ditempat yang sama, Aktivis dan Dosen Universitas Negeri Malang, Muslihati menilai pentingnya mencegah paham radikalisme terhadap masyarakat terutama pada kalangan anak muda atau milenial.