Kasi Datun Kejari Kota Bekasi Tak Hadiri Pemeriksaan, Minta Penyidik KPK Menjadwalkan Ulang
Anton Laranono, meminta tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menjadwalkan ulang pemeriksaannya.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Seksi Perdata dan Tata Usana Negara (Kasi Datun) pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bekasi, Anton Laranono, meminta tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menjadwalkan ulang pemeriksaannya.
Harusnya penyidik KPK memeriksa Anton sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di Pemerintah Kota Bekasi dengan tersangka Wali Kota nonaktif Bekasi Rahmat Effendi (RE) dkk pada Senin (21/2/2022) kemarin.
"Anton Laranono (Kasi Datun pada Kejaksaan Negeri Kota Bekasi), yang bersangkutan konfirmasi tidak bisa hadir dan akan dilakukan penjadwalan ulang kembali," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (22/2/2022).
Sementara untuk saksi yang hadir, kata Ali, mereka dikonfirmasi mengenai adanya dugaan aliran uang dari ASN Pemkot Bekasi dan pihak swasta ke Rahmat Effendi.
"Para saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan aliran sejumlah uang yang diterima dan diduga atas permintaan oleh tersangka RE yang berasal dari para ASN Pemkot Bekasi," ujar Ali.
Baca juga: KPK Periksa Kasi Datun Kejari Bekasi Terkait Kasus Wali Kota Rahmat Effendi
Selain itu, KPK juga menelusuri dugaan adanya aliran uang dari pihak swasta yang mengerjakan sejumlah proyek di Pemkot Bekasi ke Rahmat Effendi.
Adapun para saksi yang diperiksa yakni Kepala BKPSDM Kota Bekasi, Karto; Lurah Bantargebang, Satim Susanto; Lurah Jati Bening Baru, Mulyadi; dan swasta atas nama Peter.
KPK telah menetapkan Wali Kota nonaktif Bekasi Rahmat Effendi sebagai tersangka.
Ia ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di lingkungan Pemkot Bekasi.
Effendi ditetapkan sebagai tersangka bersama delapan orang lainnya.
Empat dari delapan tersangka lainnya merupakan tersangka penerima suap bersama-sama Rahmat Effendi.
Mereka yakni, Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP, M Buyamin; Lurah Kati Sari, Mulyadi; Camat Jatisampurna, Wahyudin; serta Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Pertahanan Kota Bekasi, Jumhana Lutfi.
Sementara empat tersangka lainnya merupakan pihak pemberi suap.
Mereka yakni, Direktur PT MAM Energindo, Ali Amril; pihak swasta Lai Bui Min; Direktur Kota Bintang Rayatri, Suryadi; serta Camat Rawalumbu, Saifudin.
Dalam perkara ini, Bang Pepen diduga telah menerima uang dengan nilai total sebesar Rp7,1 miliar terkait proyek ganti rugi pembebasan lahan di Kota Bekasi.
Adapun sejumlah proyek tersebut yakni terkait ganti rugi pembebasan lahan sekolah di wilayah Rawalumbu senilai Rp 21,8 miliar.
Kemudian, pembebasan lahan Polder 202 senilai Rp 25,8 miliar.
Selanjutnya, proyek pembebasan lahan Polder Air Kranji senilai Rp 21,8 miliar; serta proyek pembangunan gedung tekhnis bersama senilai Rp 15 miliar.
Bang Pepen diduga meminta komitmen fee kepada para pihak yang lahannya akan diganti rugi untuk proyek pengadaan barang dan jasa.
Rahmat Effendi disebut meminta uang ke para pemilik lahan dengan menggunakan modus 'sumbangan masjid'.
Uang sebesar Rp 7,1 miliar tersebut diduga diterima Bang Pepen melalui berbagai pihak perantara.
Selain itu, Rahmat Effendi juga diduga menerima sejumlah uang dari beberapa pegawai pada Pemkot Bekasi sebagai pemotongan terkait posisi jabatan yang diembannya.
Bang Pepen juga diduga menerima suap terkait pengurusan proyek dan tenaga kerja kontrak di Pemkot Bekasi.