Berseragam Lengkap Jalani Sidang Perdana, Kolonel Priyanto Didakwa Lakukan Pembunuhan Berencana
Sidang perdana dengan terdakwa Kolonel Priyanto, terkait kasus tabrak lari sejoli Salsabila dan Handi Saputra yang terjadi pada 8 Desember 2021.
Editor: Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Oditurat Militer Tinggi II Jakarta menggelar sidang perdana kasus tabrak lari dengan korban sejoli Salsabila dan Handi Saputra yang terjadi pada 8 Desember 2021.
Kolonel Priyanto yang duduk sebagai terdakwa hadir dalam sidang menggunakan seragam TNI.
Oditur atau Jaksa Penuntut Umum dalam peradilan militer mendakwa Priyanto bersalah atas tewasnya kedua korban.
Oditur Militer Kolonel Sus Wirdel Boy mengatakan Kolonel Priyanto yang jadi dalang pembunuhan kedua korban dan kini ditahan di Rutan Pomdam Jaya dikenakan dengan dakwaan gabungan.
"Jadi ada primer subsider dan di bawahnya itu dakwaan gabungan. Untuk pasal primer subsider adalah pembunuhan berencana," kata Wirdel di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta pada Selasa (8/3/2022),
Pasal Primer 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana jo Pasal 55 ayat 1 KUHP tentang Penyertaan Pidana, Subsider Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan, jo Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Subsider pertama Pasal 328 KUHP tentang Penculikan juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP, subsider kedua Pasal 333 KUHP Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Orang juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Subsider ketiga Pasal 181 KUHP tentang Mengubur, Menyembunyikan, Membawa Lari, atau Menghilangkan Mayat dengan Maksud Menyembunyikan Kematian jo Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Bila mengacu pada pasal 340 KUHP yang dijadikan dakwaan primer, Priyanto terancam hukuman mati, penjara seumur hidup atau selama rentan waktu tertentu, atau paling lama 20 tahun penjara.
"Menuntut agar perkara terdakwa tersebut dalam surat dakwaan diperiksa dan diadili di persidangan Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta," ujar Wilder saat membacakan surat dakwaan.
Baca juga: Demi Hilangkan Barang Bukti, Siasat 3 Anggota TNI AD Ubah Cat Mobil Dalam Pelarian Usai Bunuh Sejoli
Dalam perkara tabrak lari menewaskan Salsabila dan Handi pada 8 Desember 2021 sebenarnya terdapat tiga terdakwa, yakni Priyanto dan Koptu Ahmad Sholeh, Kopda Andreas Dwi Atmoko.
Oditur Militer Tinggi II Jakarta Kolonel Sus Wirdel Boy saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Selasa (8/3/2022). (TRIBUNJAKARTA.COM/BIMA PUTRA)
Tapi Ahmad dan Dwi diadili terpisah pada dua perkara, yakni kecelakaan lalu lintas di Pengadilan Militer Bandung, sementara perkara pembuangan mayat di Pengadilan Militer Yogyakarta.
Pembagian tempat pengadilan ini berdasarkan tempat kejadian perkara kedua korban ditabrak di Jalan Raya Nagreg, Bandung, sementara pembuangan mayat di Sungai Serayu, Jawa Tengah.
"Karena kan kejadian kecelakaan kan termasuk wilayah hukum Bandung. Jadi beda tempat kecelakaan dengan tempat pembuangan mayat. Sementara pamen di wilayah hukum di sini," lanjut Wirdel.
Dari hasil penyelidikan Puspom TNI ketiganya terbukti menabrak kedua korban di kawasan Nagreg lalu membuang jasad korban di Sungai Serayu, Jawa Tengah untuk menghilangkan barang bukti.
Berdasar hasil pemeriksaan tim dokter Biddokes Polda Jawa Tengah saat dibuang ke aliran sungai Handi dalam keadaan hidup, ini didapati karena adanya temuan air dan pasir dalam paru.
Diberitakan sebelumnya, dua remaja berboncengan sepeda motor menjadi korban tabrakan di Nagreg, Jawa Barat, 8 Desember 2021.
Namun, kedua korban kemudian dilaporkan hilang oleh keluarga.
Pada 11 Desember 2021, warga di aliran Sungai Serayu Banyumas dan Cilacap menemukan dua mayat remaja tanpa identitas.
Hasil koordinasi Polrestabes Bandung dan Polresta Banyumas serta Polres Cilacap, dipastikan, dua mayat tersebut merupakan korban kecelakaan di Nagreg.
Hasil pengembangan diketahui, kedua remaja tersebut dibuang ke Sungai Serayu oleh tiga oknum TNI AD yang sebelumnya menabrak mereka menggunakan mobil.
Ketiganya sempat melarang warga membantu evakuasi korban dan langsung memasukkan korban ke dalam mobil dengan alasan akan dibawa ke rumah sakit.
Tidak Ada Celah Para Pelaku Kasus Nagreg Dapat Hukuman Ringan
Diwartakan Tribunnews.com sebelumnya, kecelakaan berujung pembunuhan sepasang remaja asal Garut, Jawa Barat, Handi Harisaputra (17) dan Salsabila (14) oleh tiga oknum TNI AD masih ramai diperbincangkan di publik.
Ancaman hukuman menanti ketiga prajurit tersebut.
Ketiganya adalah Kolonel Infanteri P yang bertugas di Korem Gorontalo Kodam Merdeka, Kopral Dua DA yang bertugas di Kodim Gunung Kidul Kodam Diponegoro, dan Kopral Satu AS yang bertugas di Kodim Demak Kodam Diponegoro.
Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menilai ketiga pelaku tidak memiliki peluang bebas atau dihukum ringan.
Baca juga: 2 Tersangka Kasus Dugaan Pembunuhan Remaja di Nagreg Pernah Jadi Anak Buah Kolonel Priyanto
Pasalnya, ketiga pelaku setelah menabrak korban justru membuangnya ke sungai.
"Tidak ada sedikit pun peluang bebas atau ringan, karena membuangnya justru menjadi sangat memberatkan karena dianggap tidak berprikemanusiaan," kata Abdul kepada Tribunnews, Rabu (5/1/2021).
Menurutnya, ketiga pelaku terancam hukuman berat bahkan hingga hukuman mati.
"Ada dua hal yg mengubah dan memberatkan hukuman. Dakwaan bisa berubah menjadi Pembunuhan (pasal 338) bahkan juga sebagai pembunuhan berencana (pasal 340) yang dapat diancam pidana mati atau seumur hidup," pungkasnya.
Baca juga: Penjelasan Pakar Soal Vonis Hukuman Penjara Seumur Hidup yang Diterima Herry Wirawan
Diketahui, Tiga oknum TNI AD penabrak Handi dan Salsabila dalam kasus kecelakaan di Nagreg, Kabupaten Bandung, menjalani rekonstruksi pada Senin (3/1/2022).
Ketiganya yakni Kolonel Infanteri Priyanto, Kopda Andreas Dwi Atmoko, dan Koptu Achmad Sholeh.
Sementara itu, korban digantikan alat peraga berupa dua boneka.
Selain Nagreg, mereka juga menjalani reka ulang di Jembatan Sungai Tajum, Jalan Raya Rawalo, Desa Menganti, Kecamatan Rawalo, Kabupaten Banyumas. (TribunJakarta/Tribunnews.com) (*)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.