HMS Center: Naskah Akademik Keppres Nomor 2/2022 Putarbalikkan Sejarah
Menurut Hardjuno, kebijakan tidak bisa ditulis sebagai naskah akademik sebuah keputusan presiden.
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kritik terhadap naskah akademik Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Hari Penegakan Kedaulatan Negara hingga kini belum juga mereda.
Ketua Umum Hidupkan Masyarakat Sejahtera (HMS) Center, Hardjuno Wiwoho sangat menyayangkan naskah akademik Keppres tersebut yang sangat kental dengan nuansa memutarbalikkan sejarah.
“Jujur, saya hanya mengelus dada kalau intelektual, sejarawan, dipakai untuk kepentingan politis begini. Rusak negara kita kalau intelektual kampus, sejarawan, main-main politik. Hancur negara ini,” kata Hardjuno dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (8/3/2022).
Seperti diketahui, Keppres Nomor 2 tahun 2022, yang memuat tentang Serangan Umum 1 Maret 1949 diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Jakarta pada 24 Februari 2022 itu.
Baca juga: Kepres Hari Penegakan Kedaulatan Negara Pertegas Serangan Umum 1 Maret Hasil Perjuangan Bangsa
Namun Keppres Nomor 2 tahun 2022 menuai polemik karena tidak menyebut nama Soeharto sebagai tokoh sentral di dalam Serangan Umum 1 Maret 1949.
Padahal, menurutnya, Soeharto yang kala itu berpangkat Letkol memiliki peran yang sangat besar saat peristiwa tersebut.
Hardjuno, melihat naskah akademik ini produk yang jauh dari nuansa intelektual.
"Sisi lain, Keppres ini justru jahat sekali pada mantan presiden Jenderal Besar Soeharto. Padahal, peran Soeharto dalam sejarah perjalanan bangsa ini sangat besar sekali," katanya.
Bahkan ditangan Soeharto, menurutnya, Indonesia terbebaskan dari ancaman perang saudara dan juga kesusahan ekonomi.
Baca juga: Sosok Megawati di Mata Putri Bung Hatta, Ajudan Bung Karno Hingga Pilot Kepresidenan
Tetapi anehnya tegas Hardjuno tidak satu pun jasa Presiden Soeharto yang dibanggakan.
“Ini kan kebangetan banget. Dan ingat, Indonesia seperti sekarang ini juga karena jasa dan hasil keringat pak Harto. Jangan lupakan itu,” tuturnya.
Ia membandingkan Soeharto dengan Jokowi yang memiliki banyak sekali kritik di masa pemerintahannya selalu dipuja.
" Seolah-olah di jaman pemerintahan Jokowi semuanya berisi kebaikan. Dan bahkan ditulis sanggup membawa bangsa ini keluar dari neo imperialisme. Pujian terhadap Jokowi ini terlalu berlebihan."
Sebagai naskah akademik lanjut Hardjuno, produk ini sangat tidak berkualitas.