Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

HMS Center: Naskah Akademik Keppres Nomor 2/2022 Putarbalikkan Sejarah

Menurut Hardjuno, kebijakan tidak bisa ditulis sebagai naskah akademik sebuah keputusan presiden.

Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in HMS Center: Naskah Akademik Keppres Nomor 2/2022 Putarbalikkan Sejarah
Istimewa
Hardjuno Wiwoho. 

Apalagi, hasil kajian akademisnya berisikan politik.

Menurut Hardjuno, kebijakan tidak bisa ditulis sebagai naskah akademik sebuah keputusan presiden.

Kebijakan selalu memunculkan banyak pandangan tergantung cara pandangnya.

“Dan semestinya para penyusun naskah akademik yang berasal dari universitas terkemuka Indonesia, UGM, tahu mengenai hal itu,” tuturnya.

Penjelasan Pemerintah

Menteri Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, pun memberikan penjelasannya.

Mahfud menerangkan, tidak adanya nama Soeharto dalam Keppres tersebut bukan berati nama Soeharto dihilangkan dari sejarah.

Berita Rekomendasi

Keppres tersebut bukan buku sejarah dan menekankan tentang momen krusial dalam perjalanan sejarah.

Namun demikian, pelaku dan peristiwa sejarahnya yang kronologis masih tertulis utuh di Naskah Akademik Kepres tersebut.

"Ini adalah keputusan presiden tentang titik krusial terjadinya peristiwa yaitu hari yang sangat penting. Ini bukan buku sejarah. Kalau buku sejarah tentu menyebutkan nama orang yang banyak."

"Ini hanya menyebutkan bahwa hari itu adalah hari penegakkan kedaulatan negara," kata Mahfud dalam sebuah video yang diunggah di YouTube Kemenko Polhukam RI, seraya menunjukkan naskah akademik peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949 itu.

Baca juga: Pemerintah Tetapkan 1 Maret Hari Kedaulatan, LaNyalla Apresiasi Inisiasi Sri Sultan Hamengkubuwono X

Naskah Akademik tersebut merupakan hasil seminar yang dibuat oleh Pemda DIY bersama Pemerintah Indonesia serta sejumlah Universitas.


Buku tersebut menggunakan lebih dari 100 referensi dan didalamnya nama Soeharto disebut berulang-ulang.

"Disini nama Soeharto disebut banyak, tetapi tidak perlu disebut di dalam Kepres karena penggagas dan pengarhanya serta pelaksananya memberi perintahnya itu Panglima Jenderal Soedirman atas kebijakan Menteri Pertahanan Sri Sultan Hamangkubuwono XI yang juga sebagai penguasa Yogyakarta," terang Mahfud.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas