LPSK Minta Mahfud MD Bentuk Tim Agar Temuan Kerangkeng Manusia Bupati Langkat Diproses Tuntas
Diharapkan pula proses hukum yang nantinya dilakukan oleh tim bentukan Mahfud MD itu bisa memperhatikan hak para korban.
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Willem Jonata
Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengeluarkan rekomendasi untuk Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD, atas temuan kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat Nonaktif Terbit Rencana Peranginangin.
Rekomendasi itu berangkat dari adanya temuan LPSK, soal beragamnya dugaan tindak pidana yang terjadi selama Terbit Rencana membangun kerangkeng manusia tersebut.
Adapun dalam rekomendasi itu, Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu meminta agar Menkopolhukam untuk membentuk tim khusus dengan melibatkan sejumlah kementerian dan lembaga.
Baca juga: LPSK Ungkap Ada Tindakan Penistaan Agama dalam Kasus Kerangkeng Manusia Bupati Langkat
"Kepada Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, membentuk tim yang terdiri dari kementerian dan Lembaga untuk memastikan proses hukum terhadap temuan kerangkeng manusia di Langkat ini ditindaklanjuti secara professional dan tuntas," kata Edwin saat konferensi pers di Gedung LPSK, Jakarta Timur, Rabu (9/3/2022).
Tak hanya ditindaklanjuti secara profesional, Edwin juga berharap proses hukum yang nantinya dilakukan oleh tim bentukan Mahfud MD itu bisa memperhatikan hak para korban.
Sebab, berdasarkan temuan LPSK, Edwin menyebut, kalau tindakan yang dilakukan oleh pihak Terbit Rencana kepada para anak kereng --sebutan korban yang ditahan di kerangkeng-- merupakan suatu perlakuan yang sadis.
"Dengan memperhatikan pemenuhan hak-hak korbannya, termasuk memastikan tidak ada praktiknya yang sama di wilayah lainnya," ucap Edwin.
Di mana kata Edwin, pihaknya mendapati adanya tindakan merendahkan martabat manusia di dalam kerangkeng tersebut.
Setidaknya ada 12 poin temuan yang dilakukan LPSK.
"Kami mendapati adanya peristiwa merendahkan martabat para anak kereng (sebutan penghuni kerangkeng atau korban)," kata Edwin.
Edwin lantas menjabarkan beberapa poin tindakan merendahkan martabat yang dialami anak kereng selama di dalam kerangkeng milik Terbit Rencana Peranginangin itu.
Pertama, kata dia, ada tindakan membotakkan kepala anak kereng, kedua, menelanjangi, serta meludahi mulut dari anak kereng.
Tak hanya itu, terdapat pula tindakan menelan air seni sendiri, menjilati sayur di lantai, mengunyah cabai sebanyak setengah kilogram lalu dilumuri ke wajah serta kelamin.
Bahkan kata Edwin, ada tindakan yang membuat dirinya tak kuasa menyebut hal itu, yakni anak kereng diminta untuk lomba onani hingga menjilati kelamin hewan.
"Ini bahkan, sampai saya tak kuasa menyebutnya, baru saat ini selama 20 tahun saya menangani korban, kasus ini yang paling kejam yang saya temui," ujarnya.
"Disuruh minum air seni sendiri dan menjilati kemaluan hewan anjing, anak kereng disuruh lomba onani," tukas dia.
Sebelumnya, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) telah menerjunkan tim ke Sumatera Utara untuk melakukan investigasi dan pendalaman terkait adanya kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat non aktif, Terbit Rencana Perangin Angin.
Pada investigasi yang dilakukan LPSK pekan lalu itu, hasilnya terdapat beberapa temuan yang mengarah akan adanya dugaan tindak pidana.
Ketua LPSK, Hasto Atmojo mengatakan, setidaknya, ada tiga dugaan tindak pidana yang ditemukan oleh tim investigasi LPSK saat menyambangi langsung kediaman orang nomor satu di Kabupaten Langkat tersebut.
"Untuk sementara LPSK berkesimpulan bahwa setidak-tidaknya ada dugaan tindak pidana dalam kasus penjara atau kerangkeng atau sel di rumah yg ada di Langkat. Paling tidak ada tiga tindak pidana," kata Hasto saat konferensi pers di Kantor LPSK, Jakarta Timur, Senin (31/1/2022).
Hasto membeberkan keseluruhan dugaan tindak pidana yang ditemui pihaknya itu. Pertama, kata dia ada dugaan menghilangkan kemerdekaan orang atau beberapa orang secara tidak sah.
Tindak pidana itu, kata Hasto, dilakukan oleh pihak yang tidak memiliki kewenangan untuk melakukan penghilangan kemerdekaan tersebut.
"Hal ini bisa kita sebut ini adalah penyekapan," ujar Hasto.
Kedua, kata dia, adanya dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Dugaan TPPO itu ada kaitannya dengan pemanfaatan tenaga para penghuni kerangkeng secara paksa untuk melakukan pekerjaan di kebun sawit atau perusahaan yang diduga dimiliki oleh Terbit Rencana Peranginangin.
"Berkaitan dengan adanya pendayagunaan orang-orang yang ada di dalam sel ini untuk melakukan pekerjaan-pekrjaan di kebun sawit atau perusahaan yang dimiliki oleh terduga pelaku secara paksa dan barangkali tidak memenuhi aturan di dalan ketenagakerjaan," katanya.
Ketiga, LPSK melihat adanya dugaan tindak pidana lokasi rehabilitasi ilegal. Kerangkeng manusia itu kata Hasto, dinilai merupakan panti rehabilitasi ilegal dan tidak memenuhi standar.
Sebab, Badan Narkotika Nasional (BNN) Kabupaten Langkat telah menyatakan kalaj tempat itu bukan merupakan panti rehabilitasi yang sah.
"Itu kan fasilitas yang ada di dalam kerangkeng ini tidak memenuhi standar baik sebagai penjara maupun pusat rehabilitasi," ucap Hasto.
Terlebih kata dia, kerangkeng manusia itu diisi oleh beberapa orang dan fasilitas sanitasi sangat buruk mengingat saat ini masih dalam kondisi pandemi Covid-19.
"Bahkan barangkali, apalagi di masa pandemi apakah layak menempatkan orang dalam satu ruangan yang penuh sesak dan apakah dipenuhi standar-standar oleh prosedur kesehatan. Ini bisa di dalami lebih lanjut," tukasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.