Waspada Money Laundry dan Pendanaan Terorisme Bentuk Baru di Era Digital
Ketua Umum DPP GMNI Arjuna Putra Aldino mengatakan modus praktik pencucian uang dan pendanaan terorisme di era digital
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum DPP GMNI Arjuna Putra Aldino mengatakan modus praktik pencucian uang dan pendanaan terorisme di era digital hari ini berubah bentuk dan relatif lebih canggih dibanding metode konvensional.
Menurut dia, menggunakan semua instrumen teknologi canggih, para pelaku bisa mengelebuhi otoritas pengawas dan aparat penegak hukum.
"Pemahaman akan tipologi dan skema pendanaan terorisme sangat penting untuk mahasiswa, agar kita bisa ikut mencegah dan membantu aparat penegak hukum apabila kita menemukan indikasi sebagai ciri pendanaan terorisme," ungkap Arjuna, dalam keterangannya, pada Rabu (23/3/2022).
Pernyataan itu disampaikan dalam acara pelatihan tentang money laundry dan pendanaan terorisme.
Acara itu diselanggarakan oleh Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPP GMNI) bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Acara berlangsung secara hybrid di mana peserta hadir secara luring di Pusdiklat Kesejahteraan Sosial, Kementerian Sosial RI.
Sedangkan pemateri hadir secara daring.
Baca juga: Kadensus 88 Tegaskan Tak Pandang Bulu dalam tumpas Pelaku Terorisme
Agenda tersebut dihadiri sekitar 30 orang mahasiswa dari berbagai daerah di Indonesia.
Dalam pelatihan tersebut, mereka dibekali dengan materi tentang bagaimana modus terbaru money laundry dan pendanaan terorisme serta studi kasus terbaru praktik pencucian uang dan pendanaan terorisme.
Datang sebagai narasumber yakni Grup Penanganan Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (GPUT) sebagai perwakilan dari Otoritas Jasa Keuangan serta para Analis senior dari Direktorat Analisis dan Pemeriksaan II, PPATK.
Melihat bahayanya kejahatan itu, maka Arjuna Putra Aldino menolai
mahasiswa harus ikut berpartisipasi dalam mengawasinya.
"Agar kawan-kawan mahasiswa dapat memahami tentang tipologi dan berbagai praktik modus money laundry dan pendanaan terorisme di era digital hari ini," kata dia.
Dia mengungkapkan modus pendanaan kegiatan terorisme seperti, pemanfaatan kotak amal, penggalangan dana dengan embel-embel bantuan sosial, dan penggalangan dana dengan bisnis lokal seperti industri rumahan atau menjual makanan sering tidak disadari oleh mahasiswa dan masyarakat.
Bahkan mahasiswa ikut menjadi korban skema pendanaan teroris dengan menggunakan skema multi level marketing (MLM).
"Banyak skema penggalangan dana yang tidak disadari dimanfaatkan untuk pendanaan terorisme. Bahkan yang terlihat sederhana di sekitar kita seperti kotak amal dan multi level marketing (MLM). Kita perlu hati-hati. Jika memiliki pemahaman, kita bisa ikut menganalisa dan melakukan aksi pencegahan", tambah Arjuna
Apalagi saat ini marak bisnis pinjaman online (pinjol), kripto dan kasus binari option seperti binomo yang berpotensi menjadi ladang pencucian uang dan pendanaan teroris.
Baca juga: Densus 88 Sebut Pimpinan Baru ISIS Kendalikan Jaringan Terorisme di Indonesia
Jaringan terorisme saat ini juga dengan mudah melakukan penggalangan dengan memanfaatkan layanan payment gateway dan cryptocurrency.
Untuk itu, semua elemen bangsa harus bisa mengantisipasi peluang pendanaan terorisme menggunakan teknologi digital.
"Saat ini fasilitas keuangan digital seperti virtual currency, distributed ledger technology (DLT), non-fungible token (NFT), atau peer to peer lending rawan dimanfaatkan untuk pendanaan teroris. Tren pendanaan terorisme melalui teknologi digital mulai marak dan menjadi tantangan bagi kita untuk ikut mencegah", tutur Arjuna
Arjuna juga menghimbau kepada mahasiswa agar ikut mengawasi para crazy rich yang memiliki kekayaan fantastis dalam waktu singkat dan tidak masuk akal.
Mereka seringkali menjadi objek pencucian uang untuk menyamarkan uang hasil dari tindak pidana.
Dana hasil dari investasi bodong seperti binomo diduga mengalir sampai ke luar negeri. Sehingga hal ini ditakutkan berkaitan dengan pendanaan jejaring gerakan terorisme transnasional.
"Dengan prinsip follow the money dari para crazy rich kita bisa mengetahui kekayaan fantastis dalam waktu singkat berpotensi money laundry dari hasil tindak pidana dan berpotensi berkaitan dengan pendanaan terorisme, apalagi mengalir hingga ke luar negeri", ujar Arjuna
Money laundry merupakan urat nadi jejaring terorisme dalam menjalankan tujuan ideologis dan melakukan serangan terorisme itu sendiri.
Pendanaan yang dilakukan pun melibatkan underground banking dalam berbagai proses transaksi.
Baca juga: 8 Napi Terorisme Jaringan JAD di Kota Medan Ucap Sumpah Setia pada NKRI
Misalnya pendanaan yang dibutuhkan untuk melatih teroris baru, memalsukan dokumen, membayar suap, mendukung persenjataan, teroris, keluarga mereka sendiri, dan mencari dukungan publik (sebagai contoh menggunakan propaganda di media).
"Pemberantasan terorisme tidak bisa sukses apabila kita tidak memutus urat nadi pendanaan terorisme tersebut, bahkan dihasilkan dari tindakan legal sekalipun. Pendanaan terorisme di Indonesia tidak mempertimbangkan apakah dananya bersumber dari kegiatan yang sah atau ilegal. Selama itu berkaitan dan digunakan untuk melakukan kegiatan terorisme, atau organisasi teroris wajib kita berantas", tutup Arjuna