MK Tolak Permohonan Gugatan Partai Ummat Terkait Presidential Threshold 20% pada Pemilu
(MK) memutuskan tidak dapat menerima alias menolak gugatan permohonan yang dilayangkan Partai Ummat terkait pengujian Pasal 222 UU No 7 tahun 2017
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Johnson Simanjuntak
Pertama, kata dia, tidak dapat memilih kandidat yang lebih banyak dan lebih selektif karena ketentyan 20% tersebut hanya memungkinkan empat kandidat saja secara teoritis.
Kedua, tidak dapat mengusulkan calon presiden dan atau calon wakil presiden pada pemilihan mendatang.
"Karena notabene Partai Ummat adalah partai baru yang belum ikut kontestasi Pilpres 2019 sehingga tidak punya baik kursi maupun suara," kata Refly dalam sidang secara daring yang disiarkan di kanal Youtube Mahkamah Konstitusi RI pada Rabu (9/2/2022).
Ketiga, lanjut dia, terkait pinsip keadilan yakni Partai Ummat tidak mendapatkan keadilan dan persamaan dalam pemilihan.
"Karena kita tahu bahwa prinsip pemilihan umum adalah jujur dan adil. Jadi kesempatan yang adil itu yang tidak kami dapatkan sebagai pemohon," kata dia.
Keempat, kata dia, Partai Ummat terhambat untuk merealisasikan manifesto politik sebagai sebuah partai.
Ia melanjutkan, bahwa salah satu peran partai adalah rekrutmen politik termasuk rekrutmen kepemimpinan nasional.
Peran tersebut, kata dia, terhambat dengan ketentuan PT 20% karena dengan batas tersebut Partai Ummat tidak memiliki kesempatan untuk mencalonkan baik calon Presiden maupun Wakil Presiden.
"Sehingga kerja-kerja partai politik dalam melakukan rekrutmen kepemimpinan nasional itu tidak bisa dilakukan. Karena kalaupun dilakukan toh akhirnta tidak bisa disalurkan melalui Partai Ummat," kata dia.
Kelima, lanjut Refly, secara sosiologis pasal 222 menimbulkan polarisasi dalam masyarakat bahkan bipolarisasi.
Padahal, kata dia, partai politik tugasnya bukan untuk disintegrasi atau memunculkan perpecahan melainkan justru untuk persatuan demi mewujudkan tujuan nasional.
"Lima kerugian ini kami konstruksikan baik dia bersifat faktual maupun potensial atau menurut penalaran yang wajar akan terjadi pada Pilpres 2024," kata Refly.
Selain itu, kuasa hukum pemohon juga menyampaikan 10 poin pokok permohonan.
Kuasa hukum pemohon, Muhammad Raziv Barokah, membacakan satu di antara poin pokok permohonan tersebut adalah pasal 222 UU 7/2017 tentang Pemilu bukan open pegal policy dan bertentangan dengan pasal 6 ayat 2 serta pasal 6a ayat 5 UUD 1945.