Singgung Aturan Pengeras Suara Masjid di Arab Saudi, Yaqut: Kalau Ribut Berarti Kurang Piknik
Menag Yaqut menyinggung aturan pengeras suara masjid di Arab Saudi. Lalu ia pun menganggap orang yang meributkan sebagai orang yang kurang piknik.
Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Wahyu Gilang Putranto
Dikutip dari Kompas TV, Kementerian Urusan Islam, Dakwah dan Penyuluhan Arab Saudi mengeluarkan ketentuan tentang batas volume pengeras suara dalam di masjid-masjid negara tersebut.
Berdasarkan ketentuan yang dikeluarkan, tingkat kelantangan pengeras suara di dalam masji tiak diperbolehkan melebihi sepertiga dari batas maksimal.
“Kementerian juga menyerukan kepada para pengurus masjid untuk terus mematuhi surat edaran yang menetapkan pembatasan penggunaan pengeras suara luar hanya untuk azan dan ikamah,” tulis ketentuan tersebut.
Sementara Menag Yaqut mengeluarkan surat edaran yang mengatur pengeras suara di masjid dan musala.
Aturan tersebut tertuang dalam Surat Edaran Menag No SE 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjiddan Musala.
Dikutip dari kemenag.go.id, keluarnya surat edaran ini untuk merawat persaudaraan dan harmoni sosial.
“Pedoman diterbitkan sebagai upaya untuk meningkatkan ketenteraman, ketertiban, dan keharmonisan antarwarga masyarakat,” tutur Yaqut pada 21 Februari 2022.
Keluarnya surat edaran ini pun menimbulkan polemik di masyarakat.
Baca juga: Persiapan Haji, Kemenag Minta Per 1 April Asrama Haji Sudah Steril
Contohnya adalah anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi PKS, Bukhori Yusuf yang mengkritik aturan tersebut.
Dikutip dari Tribunnews, ia menilai aturan itu mengabaikan dinamika kondisi sosiologis dan kultural masyarakat setempat, mengingat jangkaua dari edaran tersebut tidak hanya dialamatkan kepada masjid atau musala yang berada di wilayah perkotaan tetapi juga di wilayah pedesaan.
“Penggunaan pengeras suara di masjid adalah tradisi umat Islam di Indonesia.”
“Bagi masyarakat tradisional yang komunal, mereka relatif memiliki penerimaan yang lebih positif terhadap tradisi melantunkan azan, zikir, atau pengajian dengan suara keras melalui speaker masjid,” ujarnya pada 22 Februari 2022.
Selain itu kritik juga dilayangkan oleh Wali Kota Depok, Mohammad Idris.
Dikutip dari Kompas.com, Idris menganggap aturan tersebut perlu dikaji ulang karena menurutnya aturan itu sulit terlaksana di tengah kondisi budaya masyarakat Indonesia.