Apresiasi Kebijakan Panglima TNI, Komnas HAM: Setiap Orang Berhak Bebas dari Stigma dan Diskriminasi
Komnas HAM apresiasi kebijakan Panglima TNI yang memperbolehkan keturunan anggota bekas PKI untuk bisa mendaftar menjadi anggota TNI.
Penulis: Galuh Widya Wardani
Editor: Daryono
TRIBUNNEWS.COM - Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi (Komnas HAM), Beka Ulung Hapsara mengapresiasi kebijakan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa yang memperbolehkan keturunan anggota bekas PKI untuk bisa mendaftar menjadi anggota TNI.
Mewakili Komnas HAM, Beka mengatakan bahwa setiap orang memiliki hak yang sama untuk terus berkembang.
Apalagi jika niat seseorang tersebut baik, yakni berniat untuk dapat berpartisipasi membela tanah air.
"Setiap orang bisa lepas dari latar belakang agama, suku, ras, kemudian latar belakang orang tua atau sosial lainnya, untuk bebas dari stigma dan diskriminasi dan (mereka) juga memiliki hak yang sama untuk berpartisipasi dalam pemerintahan," kata Beka yang dikutip dari taynagan Kompas Tv, Jumat (1/4/2022).
Atas dasar itu, Komnas HAM mendukung sepenuhnya dan mendorong kebijakan tersebut dapat segera diimplementasikan.
"Kebijakan tersebut adalah bagian atau implementasi nyata dari pemenuhan dan penghormatan hak asasi manusia."
"Khususnya hak untuk bebas dari stigma dan diskriminasi," sambung Beka.
Baca juga: Amnesty Sambut Baik Kebijakan Jenderal Andika Perkasa soal Keturunan PKI Bisa Jadi TNI
Baca juga: PA 212 Tolak Keturunan PKI Boleh Jadi TNI: Saran Saya Panglima TNI Fokus Pemberantasan KKB di Papua
Seperti yang kita ketahui, masih banyak korban yang mengalami stigma dan diskriminasi dari lingkungan sosial maupun dari pemerintahan.
Beka berharap implementasi ini tidak hanya dilakukan di lingkungan TNI saja.
Namun juga dapat diimplementasikan di lingkungan pemerintahan lain.
"Kebijakan Panglima TNI yang kemudian membolehkan keturunan PKI menjadi anggota TNI, itu juga bagian dari pemenuhan hak asasi manusia yang lain yaitu untuk berpartisipasi dalam pemerintahan."
"Komnas HAM juga mendorong supaya kebijakan tersebut juga bisa diimplementasikan di Kementerian lembaga instansi lain mungkin masih menerapkan cara pandang atau mekanisme serupa," lanjut Beka.
Selanjutnya, Komnas HAM akan terus memantau kebijakan ini.
Diharapkan, semua masyarakat juga bisa berpartisipasi dalam pelaksanaan kebijakan ini.
Sebelumnya Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa membuat gebrakan baru pada aturan seleksi penerimaan prajurit TNI tahun 2022.
Gebrakan tersebut yakni memperbolehkan keturunan Partai Komunis Indonesia (PKI) mengikuti seleksi penerimaan prajurit.
Baca juga: Belarusia Disebut-sebut Bakal Terlibat Perangi Ukraina, 15 Siap Bantu Tentara Rusia
Kesempatan ini diberikan Jenderal Andika lantaran tidak ada dasar hukum yang melarang seorang keturunan PKI, untuk terlibat dalam upaya membela negara.
Meski demikian, kata Andika, terkait ajaran dan keanggotaan PKI memang jelas merupakan ajaran terlarang.
Hal tersebut disampaikan dalam Rapat Koordinasi Penerimaan Prajurit TNI (Akademi, PA PK, Bintara, dan Tamtama) Tahun Anggaran 2022 yang ditayangkan di kanal Youtube Jenderal TNI Andika Perkasa, Rabu (30/3/2022).
"Tap MPRS Nomor 25 tahun 1966 (mengatur tentang) satu, PKI merupakan organisasi terlarang."
"Tidak ada kata-kata underbow segala macam, menyatakan komunisme, leninisme, Marxisme sebagai ajaran terlarang, itu isinya."
"(Lantas) Keturunan (PKI) ini melanggar Tap MPRS apa, dasar hukumnya apa yang dilanggar sama dia?" tanya Andika.
Terkait hal itu, Andika kemudian meminta aturan seleksi penerimaan prajurit poin 4 tentang pelarangan keturunan PKI mendaftar TNI, dihapuskan.
"Oke hapus (poin) nomor 4 (yang menyoalkan tetang pelarangan keturunan PKI mendaftar TNI)," tegas Jenderal Andika.
Baca juga: OTK Pembunuh Prajurit TNI dan Istrinya Bidan di Yalimo Papua, Juga Siksa Anak Korban yang Masih Bayi
Andika juga menegaskan kepada jajarannya untuk patuh terhadap peraturan yang sudah ditetapkan.
Dirinya juga meminta, kalau ada larangan harus dipastikan pula sesuai dengan dasar hukum.
"Jadi jangan kita mengada-ada, saya orang yang patuh peraturan perundangan ingat ini."
"Kalau kita melarang, pastikan kita punya dasar hukum."
"Zaman saya tidak ada lagi keturunan dari (PKI), karena apa? saya menggunakan dasar hukum," lanjut Andika.
Pada momen yang sama, Andika juga menghapus syarat renang dalam tahapan Tes Kesamaptaan Jasmani.
Yakni yang mencakup pemeriksaan postur tubuh, kesegaran jasmani, dan ketangkasan jasmani.
Andika kemudian memerintahkan agar pemeriksaan postur tubuh dihapus.
Pertimbangannya karena sudah dilakukan pada saat tes kesehatan.
"Kita jangan duplikasi padahal kita bukan orang kesehatan."
"Menurut saya kalau samapta kesegaran jasmani sudah itu saja."
Baca juga: Keturunan PKI Jadi Prajurit TNI: Beda Zamannya, Generasi Sekarang Lebih Kedepankan Aspirasi Pribadi
"Yang postur segala macam tadi, sudah diukur oleh kesehatan dan detail banget," kata Andika.
Tak hanya itu, Andika menghapuskan syarat kemampuan renang dan akademik dalam Tes Kesamaptaan Jasmani.
Menurutnya, syarat kemampuan renang tersebut tidak adil.
Soal kemampuan akademik calon prajurit TNI, Andika menyebut cukup dilihat dari transkrip nilai terakhir dan ijazah saja.
"Itu sudah tidak usah lagi. Kita tidak fair juga, ada orang yang tempat tinggalnya jauh dari (kolam renang) tidak pernah renang, nanti tidak fair," lanjut Andika.
"Tidak usah ada lagi tes akademik. karena menurut saya sudah cukup nilai akademik (diambil) dari ijazahnya."
"Kalau ada ujian nasional sudah, itu lebih akurat lagi. Ya itu saja," kata Andika.
(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani)